Rabu, 01 September 2010

Untukmu Umat Islam ( ceramah Syaikh Usamah Bin Ladeen )


Untukmu Umat Islam 
Serial Cermah Syaikh Usamah Bin Ladeen 






KATA  PENGANTAR

اَلْحَمْدُ ِللهِ, وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ,

وَ بَعْدُ...

 atas anugerah Alloh, ikhwan-ikhwan di Mimbar Tauhid dan Jihad untuk kesekian kalinya bisa mempersembahkan  kepada para pembaca sekalian, buku ketiga dari serial Taujihat Manhajiyyah.
Seperti yang sebelumnya, buku ini adalah petikan khutbah yang disampaikan oleh Syaikh Mujahid Usamah bin Ladin Hafidzahulloh—yang  beliau sampaikan pasca runtuhnya Irak, negeri Darus Salam, ke tangan bangsa penyembah salib.
Dengan taufik Alloh, kami sajikan di hadapan pembaca sekalian terjemahan dari khutbah beliau dalam bahasa Indonesia. Dengan harapan, kaum muslimin, khususnya di Indonesia, memahami ritme jihad yang sedang aktual di kalangan mujahidin Internasional, yang sekarang sedang gencar melancarkan serangan kepada kepentingan Amerika dan antek-anteknya, di manapun mereka berada.
Semoga amal kecil ini menjadi cacatan amal kami di hari kiamat kelak. Karena, mengobarkan semangat kaum mukminin untuk berjihad adalah fardhu ain hukumnya, khususnya di zaman sekarang, zaman kehinaan dan kelemahan.
Terakhir, kami anjurkan bagi setiap muslim yang diberi kelapangan oleh Alloh, untuk menyebar luaskan tulisan ini kepada saudara muslim lainnya. Sehingga manfaatnya bisa menyebar luas di kalangan kaum muslimin.

Wallohul Muwaffiq.



Bumi Alloh,
21 Robi‘utsTsani 1426 H




Syaikh Usamah bin Ladin –Hafidzahulloh—berkata:

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji bagi Alloh, kami memuji, memohon pertolongan dan meminta ampunan kepada-Nya, dan kami berlindung kepada Alloh dari kejahatan diri dan kejelekan amal kami. Barangsiapa Alloh beri petunjuk maka tidak ada seorangpun mampu menyesatkannya, dan barangsiapa yang Alloh sesatkan, maka tidak satupun yang bisa memberinya petunjuk.
Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang hak) selain Alloh, satu-satu-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (Ali Imron: 102)
Amma ba‘du

Dari Usamah bin Muhammad bin Ladin, kepada saudara-saudaranya sesama muslim, baik laki-laki maupun perempuan secara umum:

Assalamualaikum wa rohmatulloh wa barokatuh


Risalah ini sengaja saya sampaikan kepada Anda semua, khususnya dalam rangka menyambung kegiatan mengobarkan semangat (tahridh) untuk berjihad, melawan mata rantai penjajahan besar yang terus mengguncang dan menyerang umat kita. Apalagi, sebagian penjajahan itu sudah tampak dengan sangat jelas:
Seperti penjajahan yang dilakukan bangsa salibis terhadap Baghdad dengan dibantu oleh orang-orang murtad, terhadap negeri Khilafah,[1] dengan kedok inspeksi terhadap senjata pemusnah masal[2].

Contoh lain adalah berbagai konspirasi licik untuk menghancurkan Masjidil Aqsha dan memberantas jihad serta mujahidin di negeri Palestina tercinta dengan kedok Peta Jalan Damai (Road Map)[3] dan perjanjian Jenewa untuk misi perdamaian.

Demikian juga arus media informasi bangsa salibis yang terus memojokkan umat Islam, yang menunjukkan dengan sangat jelas tanpa tedeng aling-aling, akan betapa besarnya serangan mereka yang mengepung umat secara keseluruhan, dan penduduk jazirah Arab secara khusus. Niat busuk Amerika akhirnya ketahuan melalui pernyataan-pernyataan mereka tentang men-desaknya diadakan perubahan keyakinan, gaya hidup dan akhlak kaum muslimin, supaya kaum muslimin menjadi orang yang paling memiliki sikap toleransi –menurut istilah mereka—[4].
Lebih jelasnya, sebenarnya mereka melancarkan perang terhadap agama dan ekonomi, mereka ingin menjauhkan manusia dari menghambakan diri kepada Alloh dan merubahnya menjadi budak sesama manusia, mereka bertujuan menjajah negeri, dan merampok kekayaan alamnya. Anehnya lagi, bangsa salib memaksakan system demokrasi dan budaya Amerika dengan menggunakan rudal-rudal bom. Maka, yang kita nantikan di masa mendatang nampaknya jauh lebih menyeramkan dan pahit.
Penjajahan Irak hanyalah satu dari sekian mata rantai konspirasi jahat bangsa Zionis-Salibis. Pada gilirannya nanti, penjajahan global akan merambah negara-negara Teluk lain, sebagai titik awal untuk memperluas cengkeraman dan hegemoni mereka terhadap seluruh negara di dunia. Sebab menurut negara-negara besar, kawasan Teluk adalah kunci untuk menguasai dunia, karena mereka melihat cadangan minyak dunia terbesar ada di sana[5].

Jadi penjajahan Baghdad hanyalah pelaksanaan dari pemikiran dan langkah politik Amerika yang sudah dirancang jauh hari. Kawasan Teluk sudah menjadi target sejak lama, hari ini masih saja menjadi target, dan akan terus menjadi target di masa depan.
Lantas apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadapinya?
Serangan pasukan Zionis-Salibis yang menyerang umat pada hari ini, secara mutlak adalah serangan yang paling berbahaya dan ganas, pasukan ini mengancam umat secara keseluruhan, baik dunianya maupun agamanya.
Bukankah Bush sendiri bilang bahwa ini adalah perang Salib?[6], bukankah dia sendiri mengatakan perang ini akan berlangsung bertahun-tahun dan targetnya ada 60 negara?[7] Kalau kita hitung, bukankah negara-negara Islam berjumlah hampir 60 negara?

Tidakkah Anda semua melihat? Bukankah mereka sendiri mengatakan akan mengubah agama masyarakat kawasan Teluk yang menyebarkan kebenciannya kepada rakyat Amerika?
Sungguh, mereka ingin menyerang Islam dan ajaran tertingginya (jihad) sebelum menyerang yang lain-lain. Mereka mengerti bahwa mereka tidak akan bisa menikmati kekayaan alam dan negeri kita selama kita masih   muslim dan mau berjihad. Renung-kanlah  semua ini dengan seksama!

Wahai kaum muslimin…


Perkara ini sangat sangat penting, kondisi sekarang ini sangatlah serius. Demi Alloh, saya sangat menginginkan keselamatan agama dan dunia kalian. Bagaimana tidak, sementara kalian adalah saudara seagamaku? Kalian adalah familiku dari satu keturunan. Penunjuk jalan tidak akan pernah membohongi keluarganya sendiri. Maka, camkan pendengaran dan hati Anda kepadaku supaya Anda semua dapat mengambil pelajaran dari kondisi yang sangat-sangat genting ini, dan bisa mencari solusi untuk keluar dari ujian yang dahsyat ini.
Membahas persoalan ini, saya katakan kepada Anda semua sebagaimana yang disabdakan Nabi Alloh Syuaib AS:

{إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيب} [سورة هود : 88]
“Aku tidak menginginkan apapun selain ishlah (perbaikan), dan taufikku semata-mata hanya tergantung kepada Alloh, kepada-Nyalah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku akan kembali.” (QS. Hud: 88)

Dengan memohon pertolongan kepada Alloh, bertawakkal kepada-Nya. Dalam rangka menyambut perintah-Nya, tanpa takut –karena Alloh semata—terhadap celaan orang yang suka mencela, dengan tetap menjaga kejujuran, berterus terang menyampaikan kebenaran, mencari keridhoan Alloh sang Maha Pencipta walaupun makhluk harus marah, karena pada dasarnya ajal kita berangsur angsur habis, sedangkan rezeki kita berada di langit. Mengapa mesti takut mengatakan dan membela perkara yang benar? Tidak ada yang berdiam diri dari menolong kebenaran ketika jihad sudah fardhu ain selain orang yang rugi perniagaannya, bodoh dirinya, dan diharamkan dari kebaikan yang besar.
Langkah pertama untuk keluar dari kekacauan ini adalah kembali kepada Alloh Ta‘ala, beristighfar dan bertaubat kepada-Nya dari segala maksiat, dengan taubat yang nashuh (tulus), dan menggunakan Al-Quranul ‘Adzim dan sunnah nabi-Nya yang mulia –semoga sholawat dan salam tercurah selalu kepada beliau— sebagai petunjuk.
Kita juga harus mencari apa penyebab utama dari dalam diri kita sendiri yang menjadikan kita menyimpang dari jalan yang lurus. Kita perlu mencari apakah kekuatan yang mendorong kita kepada penyimpangan ini. Tanpa bersusah payah, kita akan temukan bahwa penyebab paling menonjol adalah:
      1.Faktor penguasa.[8]
2.Para ulama dan ahli mimbar yang jahat (ulama suu’)[9]
3.Para pimpinan gerakan Islam yang dekat dengan orang-orang dzalim.[10]
4.Para wartawan dalam negeri serta orang-orang yang sejalan dengan mereka.

Sebuah kenyataan pahit : para penguasa itu berhasil untuk menina bobokkan dan menipu kebanyakan manusia yang mengikuti perkembangan kenyataan-kenyataan ini, setelah itu mereka menyumbat mulut siapa saja yang menolak untuk mengikutinya –selain yang dirahmati Alloh—.
Mengingat bahwa di antara petunjuk Al-Quran dan sunnah adalah jujur dan memisahkan antara yang benar dan yang batil, supaya orang tidak rancu dalam menilai mana yang benar, sehingga mereka sesat dari jalan yang lurus, Alloh Ta‘ala berfirman:

{وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
 ]سورة البقرة : 42]
“Dan janganlah kalian campur adukkan antara yang hak dan yang batil dan kalian sembunyikan kebenaran padahal kalian tahu.” (Al-Baqoroh: 42)

dan dalam rangka menghilangkan kerancuan ini: kita harus menamakan sesuatu sesuai dengan hakikatnya, dan mengungkap-kannya dengan lafadz-lafadznya yang syar‘i. Apalagi ketika kita membicarakan mereka-mereka yang menjadi kekuatan yang mempe-ngaruhi perjalanan umat. Tujuannya agar kita mudah dalam mengambil gambaran yang benar tentang mereka dan perbuatan mereka, sehingga cara mensikapi merekapun bisa diketahui dengan mudah, karena hukum yang dijatuhkan kepada suatu hal adalah cabang dari gambaran bentuknya.
Atas dasar-dasar ini, lafadz syar‘i dalam mensifati penguasa yang berhukum kepada selain yang diturunkan Alloh dan berjalan di atas selain petunjuk Alloh SWT, atau membantu orang-orang kafir dalam bentuk apapun, seperti memberikan fasilitas militer, atau dalam rangka melaksanakan keputusan-keputusan PBB untuk memusuhi Islam dan kaum muslimin, maka yang seperti ini hukumnya kafir dan murtad.”[11]
Demikian juga dengan kekuatan pendukung thoghut yang dilakukan atas dasar tahu dan bukan terpaksa, telah mengambil peran dalam melakukan kezaliman ini sesuai kadar yang ia lakukan.[12]

Terlepas dari semua itu, saya nasehatkan kepada para aktivis gerakan Islam, sebaiknya mereka menjauhi pemimpin mereka yang condong kepada orang-orang dzalim, dan menggantinya dengan qo’id (pimpinan) yang kuat dan terpercaya, yang bisa melaksanakan kewajibannya dalam kondisi sangat sulit sekalipun, kewajiban untuk melindungi umat Islam.
Adapun para penulis di surat kabar yang suka mempermainkan syiar-syiar agama –seperti syiar jihad atau yang lain—pada dasarnya mereka adalah orang-orang zindiq[13] yang murtad dari Islam.

Ini kaitannya dengan kekuatan dari dalam yang memberikan pengaruh terhadap penyimpangan kita –umat Islam—dari perjalanan kita.
Adapun cara melawan kekuatan yang memusuhi dari luar, kita harus melihat kembali lembaran sejarah serial perang salib yang dulu melanda negeri-negeri kita, supaya kita bisa mengambil pelajaran dan ibroh yang akan mempermudah kita untuk menentukan cara menghadapi serangan ini. Kita juga harus bisa mengambil gambaran sebab-sebab mengapa serangan salib dulu bisa terjadi, kemudian bagaimana ia bisa dilawan dan diusir.
Saya katakan,
Penjajahan bangsa barat terhadap kita sudah lama terjadi dan kini kembali terulang. Pertempuran sengit antara kita dengan mereka sudah berlangsung berabad-abad dan akan terus berlangsung; sebab sunnah terjadinya pertempuran antara yang hak dan yang batil akan senantiasa ada hingga hari kiamat. Di samping itu, kemashlahatan negeri dan hamba akan terwujud justeru dengan adanya pertempuran tersebut, Alloh Ta‘ala berfirman:
{وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ}
[سورة البقرة : 251]
“Kalau bukan karena Alloh membenturkan antara manusia satu sama lain, tentu akan rusaklah bumi ini…” (QS. Al-Baqoroh: 251)

Ahli Tafsir mengatakan: “Maksudnya, kalau bukan karena orang beriman menolak orang kafir dengan memerangi mereka, tentu orang kafir akan menguasai bumi dan bumi akan rusak lantaran ulah mereka.” [14]
Maka perhatikanlah sunnah terjadinya pertempuran ini. Tidak ada istilah pendekatan dialogis dengan kaum penjajah selain bahasa pedang (senjata).[15]
Kalau melihat pertempuran yang terjadi antara kita dengan barat, ternyata mereka telah menyerang negeri kita sejak lebih dari 2500 tahun lalu. Dalam melancarkan penjajahannya itu, mereka tidak kenal istilah norma agama yang lurus atau budi pekerti luhur. Motivasi mereka tak lain adalah merampas dan merampok. Kakek moyang kita pun harus mengenyam masa penjajahan di Syam selama sepuluh abad lebih.
Kita belum berhasil mengalahkan bangsa barat kecuali setelah diutus-nya Nabi Muhammad SAW, dan setelah kita memegang ajaran Islam secara sungguh-sungguh. Ajaran inilah yang mengembalikan pembentukan dan penempaan kepribadian bangsa arab sehingga ia terbebas dari belenggu kejahiliyahan.[16] Ajaran ini menerangi hati dan akal bangsa Arab sekaligus meledakkan kembali kekuatan yang terpendam dalam dirinya. Ketika itulah, tidak ada seorangpun dalam barisan kaum beriman yang terdiam, baik dari bangsa arab atau non arab. Musuhpun berguguran di hadapan teriakan “Allohu Akbar”; mulai dari kafir Persi, Tartar, Turki, Romawi maupun Barbar. Saat itu kendali kepemimpinan dunia berada di tangan kita, kita telah selamatkan bangsa barat dari peribadatan kepada sesama hamba menuju peribadatan kepada robb para hamba –Alloh SWT—.
Selang beberapa waktu, ketika konsistensi kita terhadap agama kita merenggang, para penguasa kita mulai rusak, maka kitapun terjangkit penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Akhirnya, bangsa Rum (barat) kembali menguasai kita untuk kedua kalinya, setelah mereka melancarkan perang salib selama beberapa abad yang ceritanya cukup masyhur dalam sejarah. Merekapun mencaplok Masjidil Aqsho.
Tapi, 90 tahun kemudian kita berhasil mengembalikan kekuatan yang kita miliki ketika kita kembali kepada agama kita, akhirnya kita berhasil merebut kembali Masjidil Aqsho  dengan anugerah Alloh [17] melalui tangan Komandan yang bijak dan melalui manhaj Islam yang lurus; komandan itu adalah Sholahuddin Rahimahulloh [18], sementara manhaj yang lurus itu adalah Islam dan puncak ajaran tertingginya, yaitu jihad fi sabilillah.[19]

Inilah yang hari ini harus kita pegang dan kita usahakan.
Demikian juga untuk kondisi saat ini; dulu, negeri-negeri Islam tidak berhasil dibebaskan dari penjajahan militer kaum salibis kecuali dengan mengangkat panji jihad di jalan Alloh yang hari ini bangsa barat mati-matian untuk menjelekkan citranya dan membunuh siapa saja yang coba mengangkat panjinya dengan berkedok perang melawan terorisme, dengan bantuan kaum munafik. Pada dasarnya mereka semua tahu bahwa jihad adalah senjata sangat efektif untuk menggagalkan seluruh program penjajahan mereka. Jihadlah jalannya, maka ikutilah jalan tersebut. Sebab kalau kita mencari cara melawan mereka dengan selain cara Islam, kita hanya seperti orang yang berputar di lingkaran kosong, keadaan kita tidak akan berbeda dengan kakek kita dari suku Ghossan, yang salah seorang pembesar mereka menjadi jenderal yang mengamankan bangsa Rum. Untuk melindungi kepentingan-kepentingannya, bangsa Rum rela mengang-katnya sebagai raja. Semua itu ia lakukan dengan membunuh saudaranya sendiri dari bangsa Arab [20]. Seperti ini pulalah kondisi orang-orang Ghossan gaya baru: yaitu penguasa Arab hari ini.[21]

Wahai umat Islam…


Kalau kalian tidak hentikan serangan mereka terhadap Al-Quds dan negeri dua aliran sungai (Biladur Rofidain, Irak), mereka akan hinakan kalian dan merampas negeri Haramain (dua tanah suci, Mekkah dan Madinah) dari tangan kalian. Hari ini Baghdad, besok Riyadh, dan begitu seterusnya –kecuali Alloh berkehendak lain—, Hasbunalloohu wa Ni‘mal Wakiil, cukuplah Alloh pelindung kita dan Dialah sebaik-baik pelindung.
Lantas, bagaimana cara menghentikan badai topan yang sedemikian besar ini?
Barangkali, Anda semua ingat bahwa umat Islam ini sejak beberapa dekade belakangan sudah banyak melakukan perlawanan terhadap konspirasi zionis-salibis untuk membebaskan Palestina. Tetapi, dalam tempo yang cukup lama, umat ini juga telah mengikuti ajaran-ajaran buatan manusia yang banyak bermunculan Arab. Misalnya pemahaman nasionalis[22], sosialis, komunis[23], demokrasi[24], dan lain sebagainya. Mereka berada di bawah sistem negara republik dan monarki (kerajaan). Semua kekuatan materialis ini, belakangan menyatakan –tanpa bisa dibantah—ketundukannya kepada persekongkolan salibis-zionis yang dikoman-do oleh Amerika. Manusia tumbuh berkembang di atas sistem ini, mereka tumbuh besar dengan kondisi mengekor di belakangnya, sehingga kembalinya kepada titik awal sebelum mereka menyimpang secara serta merta, adalah seperti mengejar fatamorgana (artinya sangat sulit) dan seperti main-main saja bagi orang yang berfikir.
Dalam kondisi sedemikian parah seperti ini, ada dai yang menyerukan perbaikan (ishlah) berpendapat mengenai mendesaknya menyatukan seluruh kekuatan rakyat dan birokrasi, seluruh kekuatan pemerintah dan para anggotanya harus bersatu, masing-masing melaksakan apa yang diperlukan dari dirinya dalam melawan serangan salibis-zionis ini.
Akan tetapi, pertanyaan yang dengan sendirinya muncul dengan kuat adalah: apakah pemerintahan di dunia Islam ini sudah siap untuk melaksanakan kewajiban ini?  mampukah ia membela agama dan umat, serta berlepas dari sikap loyalnya kepada Amerika?
Baiklah, mari kita melihat dari konteks per kasus dari hasil sejarah yang pernah dicapai umat Islam, agar kita mengerti dengan jelas lentera petunjuk dari pergerakan umat, sehingga kita tidak berjalan dengan umat ini menuju jalan buntu dan supaya pengalaman yang sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu tidak diulang lagi oleh umat ini.

Pertama: Keadaan Umat Islam sewaktu berhadapan dengan bangsa salib dalam perang dunia pertama.

Ketika bangsa salib menyerang dunia Islam dan ingin meruntuhkan Daulah Utsmaniyah, para penguasa arab sudah terlebih dahulu keluar dari daulah Utsmaniyah. Mereka memecah-belah jama‘atul Muslimin, dan memberikan peran sangat vital dalam memerangi daulah tersebut sebelum akhirnya daulah ini runtuh di bawah penjajahan salibis dan mereka bagi-bagi kepada lebih dari 50 negara bagian. Peran yang sangat nampak dalam episode pengkhianatan itu dilakukan oleh raja Abdul Aziz dari keluarga Saud dan Asy-Syarif Husain berikut putera-puteranya.

 

Kedua: Masalah Palestina

Penguasa arab memiliki peran dalam kasus Palestina yang terus diperdebatkan sejak sembilan dekade, yaitu perjanjian mereka dengan Inggris untuk mengizinkan bangsa yahudi membentuk negara sendiri di atas tanah Palestina, dengan mentelantarkan rakyat Palestina sendiri. Bukan hanya itu, bahkan puluhan kali mereka menipu rakyat Palestina untuk tidak usah melakukan perlawanan bersenjata, yang paling menonjol adalah usaha yang dilakukan dengan begitu sempurna oleh Raja Abdul Aziz dari keluarga Saud. Setelah itu, ketika keluar dekrit dari lembaga zionis, atau yang lebih terkenal dengan nama Perserikatan Bangsa-bangsa, yang menyatakan pembagian tanah Palestina dan pendirian negara yahudi di atasnya, tidak ada satupun penguasa Arab yang bergerak, mereka diam saja. Bahkan, anggota lembaga itu masih hidup hingga hari ini sementara mereka tidak melakukan usaha berarti.
Ketika negara yahudi berdiri, setahun setelah keputusan pembagian tanah Palestina itu, berkobarlah perang yang terkesan bersandiwara. Tak lama kemudian, para penguasa dunia arab sepakat menanda-tangani gencatan senjata buat sementara waktu sesuai perintah Amerika, yang setahun kemudian meminta perjanjian gencatan senjata untuk selamanya dari para penguasa arab tersebut. Demikianlah, hampir saja para penguasa itu mengubur hidup-hidup bangsa Palestina, akan tetapi Alloh masih memberi keselamatan.
Penjajahan masih berlanjut sejalan dengan berlangsungnya muktamar di Madrid dan muktamar-muktamar setelahnya. Usaha untuk memadamkan api intifadhoh bagian pertama pun tidak berhenti. Setelah itu terjadilah apa yang terjadi dalam muktamar Syarm Syaikh tahun 1416 H bertepatan dengan 1996 M, yang menyatakan kesang-gupan para penguasa arab memberikan bantuan kepada yahudi dan kristen dalam melawan kaum dhuafa dari keluarga kita, kaum muslimin di Palestina.
Kemudian muncul lagi perjanjian Beirut yang berisi pengakuan terhadap negara yahudi serta sebagian besar tanah jajahan mereka di Palestina. Dan yang terakhir adalah penjajahan dengan kedok Peta Jalan Damai (Road Map).
Di tengah terjadinya penjajahan ini, mereka menabur harta kepada penduduk Palestina untuk sedikit membesarkan hati mereka, untuk mengelabui. Kita katakan demikian karena sejarah dan realita menjadi bukti atas perbuatan mereka sejak 90 tahun yang lalu, buktinya mereka tidak mengem-balikan apapun kepada bangsa Palestina.

Yang sangat menjadikan kita tercengang dan membuat kita jadi kurang simpatik adalah; peran penguasa Arab dalam menangkapi para mujahidin yang melaksanakan operasi-operasi istisyhadiyah. Padahal, para mujahidin itu menunggu-nunggu orang-orang terbaik dari mereka, tapi mereka malah datang dengan orang-orang ter-jahatnya. Mereka tidak hanya mencela mujahidin, tapi melakukan hal yang lebih parah dan dahsyat. Lihat saja kondisi para tawanan tersebut, fikirkanlah kondisi setiap janda dari akhwat-akhwat kita di sana yang suaminya dibunuh oleh yahudi, sementara itu anaknya rela mempersem-bahkan nyawanya dengan murah dalam rangka membela Islam dan melindungi tanah kaum muslimin. Pasukan yahudipun datang setelah dibiarkan saja oleh para pemilik tahta dan bala tentara, untuk menebar kerusakan di tanah Al-Quds serta merusak tanaman dan keturunan. Mereka keluarkan akhwat kita tadi dengan paksa dari rumahnya ke jalan raya, kemudian mereka robohkan rumahnya tanpa memberi kesempatan kepadanya untuk sekedar mengambil harta bendanya yang tak seberapa. Si akhwatpun berjalan kebingungan di jalan-jalan dengan tertunduk wajahnya, air mata menggenangi pipinya sambil menggendong bayinya dan bayi suaminya yang syahid –nahsabuhu wallohu hasiibuhu, demikian anggapan kami dan hanya Allohlah yang menghisabnya—.
Si akhwat tidak tahu ke mana ia harus pergi, ke mana ia harus berjalan, saking beratnya musibah yang ia pikul. Akan tetapi dengan anugerah Alloh, sebagian orang yang masih memiliki belas kasihan dalam hatinya dari negeri Haramain serta yang lain, mau mengirimkan sebagian harta zakatnya kepada keluarga seperti ini, baik para janda ataupun anak yatim. Dengan zakat itu, sedikit meringankan musibah yang menimpa mereka. Tapi tiba-tiba saja, datang si penguasa yang bengis dan angkuh[25] lagi sombong itu, dialah Abdulloh bin Abdul Aziz, yang mengeluarkan larangan bagi para muhsinin untuk mengirimkan hartanya sampai operasi-operasi jihad dihentikan. Hati apakah yang tega mengeluarkan perintah untuk melakukan semua ini?! layakkah itu disebut hati manusia? Atau hati itu telah koyak dengan bebatuan? Kehinaan macam apa ini? kerendahan macam apakah ini? hanya sekedar mengirimkan beberapa dirham kepada para janda dan anak-anak yatim serta fakir miskin.
Bagaimana mungkin kebaikan akan kita harapkan, dan bagaimana mungkin pembelaan terhadap negeri dan para hamba kita harapkan dari orang-orang yang hatinya sudah mengeras seperti ini?!
Setelah semua ini terjadi, masih saja kaum munafikin, para penyembah dinar dan dirham itu, menganggap mereka sebagai ulul amri (pemimpin) kita dan mereka akan melindungi kita!!!
Kalau anda mau heran, heranlah dengan perkataan sebagian penyeru gerakan ishlah (perbaikan), yang mengatakan: Jalan menuju kebaikan dan melindungi negeri serta rakyat harus melalui pintu para penguasa yang telah murtad tersebut! [26]
Maka saya katakan kepada mereka:
Kalau memang kalian memiliki udzur untuk tidak berjihad, itu bukan berarti memperbolehkan kalian bersikap akur dengan orang-orang dzalim. Sebab kalian akan menanggung dosa kalian sekaligus dosa orang yang kalian sesatkan. Bertakwalah kepada Alloh mengenai diri kalian. Bertakwalah kepada Alloh mengenai umat kalian. Dan ingat, sesungguhnya Alloh itu Mahakaya (tidak butuh) terhadap mudahanah (kompromi) yang kalian lakukan terhadap para thoghut untuk membela agama-Nya. Alloh Ta‘ala berfirman:

{فَلَا تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ * وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ}
 “Maka janganlah kamu taati orang-orang yang mendustakan, mereka ingin kamu kompromi dengan mereka dan merekapun berkompromi dengan kamu.”
(Al-Qolam: 8-9) [27]
Sungguh, seseorang duduk di atas jalan kebenaran yang terendah itu lebih baik daripada ia harus berdiri di puncak teratas tapi di jalan kebatilan.

Ketiga: Negara-negara teluk membuktikan sendiri ketidak sanggupannya –baik dengan pernyataan lisan maupun tindakan— ketika melawan kekuatan militer Irak, dan mereka malah meminta tolong kepada orang-orang salibis –terutama Amerika— sebagaimana sudah bukan rahasia lagi[28], lantas bagaimana mungkin negara-negara tersebut akan mau melawan Amerika dan kekuatan militer Irak yang hari ini angkatan bersenjatanya dibiayai Amerika?!
Pernyataan yang dikeluarkan Jabir Ash-Shobah dan pengikutnya ketika agresi Irak terhadap Kuwait, ketika belang mereka tersingkap, adalah pernyataan cukup jelas, mewakili sikap yang akan diambil para pemimpin negara teluk lainnya, selama tidak ada kesefahaman antara mereka dengan fihak Amerika untuk meninggalkan singgasana yang mereka duduki sekarang. Untuk melakukan itu, mereka diberi jabatan, sehingga orang awam tertipu dan kepentingan Amerika terlindungi. Mereka juga mengeluarkan pernyataan janji untuk tidak bertanya tentang pengelolaan minyak dan campur tangan Amerika di dalamnya, seperti keadaan pemerintah boneka Amerika hari ini dalam pemerintahan transisi Irak.
Kemudian, yang semakin memperjelas kekalahan mental para penguasa kawasan, kesediaan patuh dan sikap yang mereka berikan kepada bangsa penjajah, adalah pengakuan dan kerja sama yang mereka berikan kepada anggota kabinet pemerintahan transisi Irak tersebut.
Ringkasnya, pemerintahan-pemerintahan ini menguatkan dan membantu Amerika dalam menyerang negara-negara Arab sendiri. Ada perjanjian kooperatif di bidang pertahanan antara mereka dengan Amerika. Ini semakin diperkokoh beberapa hari sebelum Amerika menyerang Irak oleh negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab, walaupun tak lama setelah itu dukungan ini dibatalkan. Semua ini menunjukkan begitu jelas bagaimana peran para penguasa negara Teluk kaitannya dalam masalah-masalah mendasar yang dihadapi umat ini.

Keempat: Pemerintahan di negara-negara arab sering sekali bimbang dalam mengambil sikap, khususnya dalam agresi militer dan serangan yang sekarang menimpa Irak. Kadang mereka menolak kerja sama secara mutlak. Tapi kadang mau membantu kalau ada persetujuan dari Perserikatan Bangsa-bangsa, setelah itu ia akan menarik keikut sertaannya seperti semula. Sebenarnya, bersedia tidaknya untuk ikut dalam perang Irak berjalan mengikuti kepentingan-kepentingan dalam negeri mereka.  Tapi ujung-ujungnya sama, mereka bersedia tunduk dan patuh kepada tekanan Amerika, akhirnya mereka membuka pangkalan-pangkalan militer baik untuk angkatan darat, udara maupun laut, sebagai bentuk keikut sertaan mereka dalam agresi Amerika ini, walaupun dampak-dampak perbuatan mereka ini sangat besar dan berbahaya. Di antara dampak paling penting adalah, perbuatan itu membatalkan keislaman mereka dan merupakan pengkhianatan besar terhadap umat, dampak selanjutnya rakyatpun akan marah dan berarti pula menciptakan potensi terjadinya pemberontakan terhadap pemerin-tahan-pemerintahan yang lemah, pengkhianat dan murtad seperti ini.

Yang lebih penting dari semua itu menurut barat adalah, tidak meruntuhkan negara-negara arab yang diktator itu melalui kekuatan militer dari luar. Hal ini semakin mereka sadari khususnya ketika melihat rekan seperjuangan mereka dulu (Sadam) tertangkap dalam episode pengkhianatan dan kerjasama yang dilakukan bersama Amerika[29], ketika itu Amerika memerintahkan Saddam untuk menyulut api perang teluk I melawan Iran ketika Iran tidak mau mentaati Amerika. Maka perang itupun memakan semua yang hijau dan yang kering, Amerikapun memasukkan pasukannya di daerah Teluk dalam ketidak pastian dan belum keluar darinya hingga hari ini.[30] Dan peperangan-peperangan yang terjadi setelah itu semua adalah skenario Amerika.
Jadi, para penguasa kawasan tahu peran yang pasti akan mereka ambil di masa mendatang, mereka tidak mau mengambil keputusan yang sulit untuk menolak serangan Amerika, apalagi mereka tidak memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan itu –menurut pandangan mereka—. Mereka terlanjur terhalangi untuk bisa menyusun kekuatan militer bersenjata berkekuatan besar karena terlanjur terikat janji dan kesepakatan terselubung yang berlangsung sejak lama.



Kelima: yang semakin memperjelas posisi mereka dari permasalahan umat ini, sikap mereka yang memberikan bantuan kepada Amerika dengan membuka pangkalan-pangkalan militer, sebagai bentuk sumbangsih mereka kepada Amerika dalam perang salib melawan Afghanistan. Bukan hal yang tersembunyi, ini jelas sebuah bantuan dan pertolongan kepada orang-orang kafir untuk memerangi sebuah negara Islam. Dan itu tentunya adalah kufur akbar yang mengeluarkan dari millah.[31]

Keenam: Barangkali di antara peran yang jelas dari para penguasa negara kawasan Teluk ini adalah adanya salah seorang dari mereka yang berani menuruti tekanan Amerika dengan menyerahkan daerah-daerah ladang minyak kepadanya. Itulah bantuan kolektif dari para penguasa tersebut dalam perjanjian yang disebut Perjanjian Zayid [32], di mana ketika itu mereka meminta Saddam untuk menyerahkan Irak dan rakyatnya dan minyaknya begitu saja, layaknya harta rampasan perang yang didapat dengan mudah. Mereka juga meminta Saddam untuk menanggalkan kekuasaannya dengan membe-rikan jaminan suaka politik kepadanya se-bagai ganti. Alasan mereka, agar darah tidak tertumpah di Irak. Su‘ud Faishol menegaskan kembali prinsip para penguasa ini berkali-kali dan tanpa malu-malu. Secara kasat mata, prinsip seperti ini menunjukkan: jika para penguasa kawasan Teluk ini mau menuruti tekanan Amerika untuk mengkangkangi daerah-daerah ladang minyak, maka mereka pasti akan melakukan kembali peran yang pernah dilakukan oleh penguasa Riyadh (Saudi).

Ketujuh: Di antara indikasi terjelas yang menunjukkan peran penguasa Teluk dalam melawan permusuhan Amerika adalah peran yang dilakukan pembesar mereka, ketika Jazirah Arab diinjak oleh babi-babi kendaraan lapis baja milik Amerika, perairannya dipenuhi dengan kapal-kapal pengangkut pesawat-pesawat salib dengan senjata dan perlengkapan paling canggih untuk menjajah tanah Arab. Setelah itu, tiba-tiba saja si pembesar yang mengajarkan rakyatnya untuk bersikap pasif saja ini keluar di hadapan orang banyak, dalam rangka meniupkan rasa pasrah, hina dan ketundukan ke dalam jiwa umat, ia mengatakan: “Pasukan sekutu ini datang bukan untuk berperang.” [33]
Duhai, betapa buruk dan memalukan!!!

Jika kamu tidak tahu, sungguh itu adalah mushibah

Tapi kalau kamu tahu, maka musibahnya lebih besar

Intinya, penguasa yang percaya dengan perbuatan yang telah kami sebutkan tadi, ia tidak akan mampu melindungi negara. Lantas bagaimana kalau ia percaya dengan seluruhnya dan ia biasa melakukannya berpuluh-puluh kali?!

Sesungguhnya orang-orang yang berprinsip membantu orang kafir melawan kaum muslimin dan mereka menyia-nyiakan darah, kehormatan dan harta saudara-saudaranya sendiri supaya mereka mau menyerah, sembari beralasan bahwa mereka melakukannya karena terpaksa –padahal tidak diragukan lagi keterpaksaan mereka ini tidak sah secara syar‘i—, sesungguhnya mereka pasti akan memegang prinsip yang sama ketika memperlakukan saudaranya sesama negara Teluk. Bahkan prinsip seperti ini bisa saja meluas di dalam negerinya sendiri. Misalnya, penguasa Riyadh bisa mentelantarkan daerah Timur, tengah atau yang lain dan menyerahkannya kepada orang-orang Amerika, bagian selatan dan sebagian daerah barat kepada Yahudi, sebagai gantinya mereka akan menyerahkan kepadanya Jizan, Shomithoh dan Abu ‘Urasisy, misalnya. Dan siapa yang membaca serta merenungi sejarah para raja baik dulu maupun sekarang, ia akan tahu bahwa mereka memang selalu melakukan lebih dari kekalahan-kekalahan seperti ini –kecuali orang yang dirahmati Alloh—.
Bahkan, penguasa sudah mulai melakukan penyia-nyiaan terhadap rakyat negeri sendiri, dengan memburu mereka, memenjarakan dan menuduh mereka bermadzhab Khowarij yang mengkafirkan sesama muslim, tuduhan yang dilancarkan secara dzalim dan dusta, dan sangat kejam agar bisa membunuh mereka –kami menganggap mereka syahid, dan hanya Allohlah yang menghisab mereka—.
Semua ini terjadi sebelum kasus peledakan-peledakan di Riyadh pada bulan Rabi‘ul Awwal tahun ini, [34] yang selalunya dijadikan alasan pembenaran oleh pasukan pemerintah untuk melaksanakan dikte Amerika, dengan harapan Amerika akan senang dengan mereka[35], walau sebenarnya pemerintah sendiri yang memancing emosi para pemuda untuk keluar karena mereka membiarkan tanah Haramain dijajah bangsa salib, ini jelas menentang ajaran Islam dan mempermainkan syiar kebanggaan kaum muslimin, dan menantang kejantanan para perwira dari anak-anak Haramain. Saya berharap para perwira itu akan kalian jumpai sebentar lagi, dengan izin Alloh.
Kondisi umat Islam dan musuh-musuh yang mengeroyoknya karena kerjasama yang dijalin dengan para penguasaa murtad, pengkhianatan terhadap Islam dan kekejaman terhadap rakyat yang mereka pertontonkan, serta jamaah-jamaah Islam yang melemahkan semangat jihad, digam-barkan oleh beberapa bait syair berikut ini kebanyakan saya petik dari Doktor Yusuf Abu Hilalah, beliau mengatakan:

Umat besar ini sekarang menjadi bahan mainan

Dimainkan oleh para pendeta dan rahib
Mereka seperti kaum yang memiliki kedudukan
Tetapi ia lumpuh, ia tetap terduduk walaupun mau berdiri
Pembesar-pembesarnya dimusnahkan oleh berbagai peristiwa
Di atas singgasana ada haikal dan bangunan-bangunan besar
Sedangkan Al-Quds, Oh Al-Quds diinjak-injak kesuciannya
Sementara kaum muslimin puasa dari jihad
Baghdad, wahai negeri khilafah, celaka kamu
Mengapakah kesucianmu dinajisi oleh orang-orang rendahan
Mengapakah orang kemarin mengkhianati agamanya
Mereka menutup mata dari orang yang menyerbu daerah perbatasanmu
Bangsa tertinggi ada orang-orang mulia dan penyerang
Di atas yahudi ada kelinci dan binatang ternak
Tidak ada lagi rumah untukku berlindung
Tanah airku dijajah dan orang-orang kelaparan semakin banyak
Hai umatku, aku adalah burung yang melihat semak belukar
Maka bolehkan aku berkicau dan tidak akan dicela?
Apakah aku dijelekkan karena menerangkan fakta kepada kalian
Yaitu musuh terburuk kita adalah penguasa kita
Dari orang yang zindiq kemudian ia dianggap
Sebagai pelayan dan imam kaum muslimin
Menampakkan diri seolah penolong kita
Padahal mereka adalah penyakit dan demam bagi kita
Pasukan Nashrani menyerang daerah dekat
Di manakah orang bertakwa, ksatria dan pemberani?

Berdasarkan apa yang kita sampaikan tadi, tampak betapa gawatnya fakta yang sedang dihadapi daerah kawasan Teluk secara umum, dan Jazirah Arab secara khusus. Jelaslah dari pemaparan tadi bahwa para penguasa Arab sebenarnya tidak mampu melaksanakan kewajiban menegakkan Islam dan melindungi kaum muslimin. Mereka justeru melakukan indikasi-indikasi yang menunjukkan mereka sedang melaksanakan program musuh-musuh umat dan Islam, kemampuan mereka adalah menyia-nyiakan negeri dan para hamba.
Sekarang, setelah mengetahui kondisi para penguasa tersebut, mari kita lihat manhaj yang mereka gunakan.
Orang yang mau berfikir dengan seksama mengenai manhaj para penguasa tersebut, tanpa kesulitan akan tahu dengan jelas bahwa mereka berjalan menurut hawa nafsu dan syahwatnya. Berjalan seiring dengan kepentingan pribadi dan hubungan kesetiaan mereka kepada bangsa salib. Berkomitmen dengan Islam bukan lagi prinsip dalam manhaj dan agama mereka. Pada hakikatnya mereka beriman kepada sebagian Al-Quran dan kufur kepada sebagian lainnya, tergantung yang cocok dengan hawa nafsu dan yang bisa melindungi keberlangsungan kekuasaan mereka. Ini jelas kufur akbar, sebagaimana firman Alloh Ta‘ala:

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَاوَيَوْمَالْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ} [سورة البقرة : 5]
“Apakah kalian beriman kepada sebagian isi Al-Kitab dan mengkufuri sebagiannya yang lain? Maka tidak ada balasan bagi orang yang melakukannya selain kehinaan di kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka akan dikembalikan kepada adzab yang paling pedih, dan Alloh tidaklah lalai terhadap apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Baqoroh: 85)

Prinsip dan asas menurut mereka adalah terjaganya kekuasaan, bukan yang lain.
Ketimpangan yang terjadi bukan bersifat cabang, bukan bersifat perorangan anggota kerajaan. Tetapi pada prinsip manhaj, yaitu sebuah doktrin buruk dan prinsip destruktif yang menjangkiti semua lini kehidupan, doktrin bahwa hak memerintah dan ditaati itu mutlak milik penguasa, bukan lagi milik agama Alloh Ta‘ala. Dengan kata lain, ‘ubudiyyah berubah menjadi milik penguasa, bukan lagi milik Alloh. Inilah fakta penting dalam diri para penguasa tadi untuk menipu rakyat, walaupun di sebagian negeri Islam ada yang menutupnya dengan kedok Islam. Ini terjadi khususnya setelah beberapa abad yang lalu, mereka berhasil menggerakkan barisan ulama, khatib, penulis dan semua perangkat media informasi untuk menekankan betapa pentingnya “taat kepada Ulul Amri (pemimpin)” yang jauh dari ikatan dalam agama Alloh Ta‘ala, sehingga penguasa menjelma menjadi berhala yang disembah selain Alloh –seperti yang terjadi di negeri Haramain, Saudi Arabia—. Kalau ada ulama yang menolak berkompromi dengan mereka, hadiahnya adalah penjara, sehingga akhirnya ia terpaksa berkompromi. Di negeri lain, ada yang menutupinya dengan kedok parlemen dan demokrasi.[36]
Dengan demikian bisa kita katakan bahwa seluruh negara Arab sedang menggalami kemunduran yang sangat parah dalam semua lini kehidupan, baik agama maupun dunia.
Untuk mengetahui hal ini, cukup anda lihat bagaimana perekonomian negara-negara arab, tidak lebih maju daripada negara bekas kekuasaan kita –ketika kita masih memegang Islam— yaitu Andalusia yang hilang (Spanyol).[37] Spanyol sekarang adalah negara kafir, meskipun demikian pereko-nomiannya lebih kuat daripada pere-konomian kita,[38] karena di sana ada koreksi dan hukuman bagi penguasa. Sedangkan di negeri kita, tidak ada koreksi, tidak ada hukuman, yang ada adalah mendengar, taat dan mendoakan supaya panjang umur.
Yang menjadikan kita jatuh kepada titik sangat rendah ini, tak lain karena kebanyakan kita tidak lagi memiliki pemahaman utuh tentang agama Islam. Pemahaman kita hanya terbatas pelaksanaan syiar ta‘abbudiyyah –seperti sholat dan puasa—. Walaupun itu penting tetapi Islam mencakup semua lini kehidupan, baik agama maupun dunia, seperti masalah ekonomi, militer dan politik. Di sana ada ukuran untuk menimbang semua perbuatan orang, mulai dari penguasa, ulama atau yang lain, dan cara bersikap terhadap penguasa sesuai ketentuan Alloh Ta‘ala yang tidak boleh dilanggar. Contoh adalah membuat undang-undang (tasyri‘) oleh selain Alloh, berwali kepada orang-orang kafir dan membantu mereka dalam memusuhi kaum muslimin, dan kasus korupsi besar-besaran terhadap harta umat. Banyak orang menyangka, perbuatan-perbuatan ini adalah wewenang para penguasa (ulul amri), mereka tidak mengerti kalau ini termasuk dosa besar dalam syariat kita, dan menggugurkan ketaatan kepada pemimpin yang melakukannya. Bahkan membuat syariat (undang-undang) oleh selain Alloh dan berwali kepada orang-orang kafir adalah kufur akbar yang mengeluarkan seseorang dari millah Islam, menyebabkan wajibnya memerangi penguasa yang melakukannya[39]ketika kesiapan yang cukup sudah ada.[40]
Kalau mereka mau membaca Al-Quran dan sunnah, dan itulah yang selayaknya kita lakukan, dan merenunginya, akan jelas perkara ini dalam banyak nash. Di antaranya adalah hadits Adiy bin Hatim ra.[41] Pada masa jahiliyyah ia memeluk nashara (kristen). Tadinya ia memiliki persangkaan seperti kebanyakan orang, bahwa mengikuti para pemimpin, tokoh, penguasa, dan ulama dalam menghalalkan apa yang Alloh haramkan, atau mengharamkan apa yang Alloh halalkan, bukan ibadah terhadap mereka, bukan termasuk kufur kepada Alloh Ta‘ala. Karena tidak ada sholat dan puasa yang dipersembahkan kepada mereka. Akan tetapi, ketika Adiy menemui Rosululloh SAW dan beliau membaca ayat:

{اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ}
 “Mereka mengangkat rahib dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan selain Alloh,”  (QS. At-Taubah: 31)[42]
Adiy berkisah, “Aku berkata: Ahli kitab tidak beribadah kepada  mereka!”
Beliau menjawab, “Ahli kitab menyembah mereka, para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka apa yang Alloh halalkan, dan menghalalkan apa yang Alloh haramkan, lalu mereka mengikutinya; itulah bentuk ibadah mereka.” (HR. Ahmad dan Tirmizi)[43]

Perhatikanlah ayat dan hadits yang mulia ini, keduanya menerangkan dengan begitu jelas bahwa mentaati penguasa ataupun ulama atau yang lain, dalam rangka menghalalkan apa yang diharamkan Alloh dan mengharamkan apa yang Alloh halalkan, adalah mengibadahi mereka selain Alloh. Dan ini adalah syirik Akbar yang mengeluarkan dari millah (Islam), semoga Alloh menyelamatkan kami dan Anda semua darinya.
Bukti kalau perbuatan ini adalah syirik, adalah firman Alloh di penghujung ayat, di mana Alloh sucikan diri-Nya dari kesyirikan ini, firman-Nya:
 “Maha suci Alloh dari apa yang mereka persekutukan.”

Setelah sebelumnya Alloh berfirman dalam ayat yang sama:

“Padahal tidaklah mereka diperintah selain beribadah kepada ilah yang satu(yaitu Alloh), Tidak ada ilah (yang haq) selain Dia…”

Di dalamnya berisi keterangan bahwa membuat syariat (undang-undang) berupa penghalalan dan pengharaman adalah ibadah, dan ini adalah salah satu kekhususan uluhiyah Alloh,[44] dan termasuk konsekwensi syahadat Laa ilaaha illalloh, yang merupakan rukun Islam pertama, yang merupakan pokok agama Islam. Di sini juga terdapat peringatan keras sekali bagi orang-orang yang mengira Islam hanya cukup mengucapkan Laa ilaah illalloh, dan tidak mengerti bahwa kalimat ini memiliki berbagai konsekwensi; kalau tidak memegang konsekwensi tersebut, berarti ia tidak memegang teguh kalimat Laa ilaaha illalloh.[45]
Intinya: Hilangnya pemahaman yang utuh terhadap agama Alloh sebagai sebuah jalan dalam semua lini kehidupan, termasuk kewajiban mengingatkan penguasa –karena dengan lurusnya mereka memegang manhaj agama Alloh Ta‘ala akan mempengaruhi lurusnya rakyat dan negara— merupakan ketimpangan terbesar dalam kehidupan umat Islam hari ini. Maka dari itu, kita harus membangun kesadaran yang sempurna serta memahaminya. Kita memulai perjalanan Ishlah (perbaikan) hari ini dengan maksud agar kita berjalan di atas jalan Alloh yang lurus (Shirotul Mustaqim) dengan izin Alloh Ta‘ala, dan supaya kita tidak terus berada dalam kekacauan hidup di akhir zaman ini.
Di antara buku yang bermanfaat tentang ini, serta menerangkan makna ayat mulia di atas adalah: Kitab Al-Iman tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh Ta‘ala. Kemudian kitab Fathul Majid tulisan Syaikh ‘Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh Rahimahumulloh Ta‘ala, dan kita Mafahim yanbaghi an tushohaha tulisan Syaikh Muhammad Qutb.
Begitulah, nampak dengan nyata bahwa para penguasa dunia arab itu lemah dan berkhianat. Mereka tidak berjalan di atas manhaj Islam yang lurus. Tetapi berjalan sesuai hawa nafsu dan keinginan syahwatnya. Inilah yang menyebabkan mundurnya perjalanan umat sejak beberapa dekade silam.
Selanjutnya, kita bisa saksikan dengan jelas bahwa solusinya adalah bergegang teguh kepada agama Alloh Ta‘ala, Dzat yang telah memuliakan kita dengannya pada di abad-abad yang lampau, setelah itu mengangkat kepemimpinan yang kuat lagi terpercaya, yang menegakkan aturan Al-Quran kepada kita serta menegakkan panji jihad secara sungguh-sungguh.

Maka, orang-orang jujur yang semestinya memegang tugas ini –baik para ulama, para pemimpin yang ditaati kaumnya, pribadi-pribadi, para pemuka dan usahawan—, harus saling mengajak berkumpul di sebuah tempat yang aman, yang jauh dari sistem pemerintahan yang kejam. Kemudian membentuk Ahlul Halli wal Aqdi, untuk mengisi kevakuman kekuasaan disebabkan   gugurnya pemerintahan mereka secara syar‘i dan ketidak mampuan mereka secara akal. Mengapa ini kita lakukan? Karena hak mengangkat imam adalah hak umat. Merekalah yang berhak meluruskannya walaupun dengan cara keras, ketika ia menyimpang. Umat jugalah yang berhak menurunkannya jika ia melakukan perbuatan yang menuntut harus diturunkan –seperti perbuatan murtad dan pengkhianatan—.
Majelis sementara ini terdiri dari umat Islam yang paling berpotensi dan para kader, dengan tidak mengesampingkan peran anggota umat yang lain –selain yang dibolehkan syariat dalam kondisi darurat—sampai I‘dad (persiapan) di bidang lain sempurna, ketika nanti kondisi sudah berubah, dengan izin Alloh. Manhaj yang digunakan hendaknya adalah kitab Alloh dan sunnah rosul-Nya, dan mereka harus mengawali langkah dengan mengarahkan kaum muslimin kepada amalan-amalan prioritas dan penting dalam menghadapi kondisi sulit seperti sekarang ini. Mereka harus menyelamatkan umat menuju tempat yang aman. Prioritas utama itu adalah menyatukan kalimat di bawah kalimat tauhid, membela negeri-negeri Islam, penduduk dan daerahnya, mengobarkan semangat (tahriidh) kaum muslimin untuk berjihad dan ber-i‘dad, dan mempermudah sampainya senjata kepada masyarakat, khusunya senjata-senjata ringan dan senjata kendaraan militer, seperti RPG[46] dan ranjau tank, dan mengumumkan perang secara menyeluruh dalam tubuh umat, dalam rangka menghadapi pengkhianatan bangsa Rum (Barat) yang diawali dari Irak, dan tidak ada yang tahu kapan akan berakhir. Hasbunalloh wa Ni‘mal Wakil, cukuplah Alloh bagi kita, dan Dialah sebaik-baik pelindung.

Ikhwan-ikhwan ku fillah…

Kita harus memiliki keyakinan yang mantab, bahwa keselamatan dan kebahagiaan kita di dunia dan akhirat adalah dengan menegakkan Islam dan jihad. Dengan kedua hal inilah kita akan meraih harga diri (‘izzah) dan kebahagiaan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shohih yang diriwayatkan Abu Dawud[47] dalam Sunan-nya, dari Ibnu ‘Umar [48] Radhiyallohu ‘Anhuma ia berkata, “Rosululloh SAW bersabda, “Jika kalian saling berjual beli dengan sistem ‘Inah (sejenis riba, pent.), kalian mengambil ekor-ekor sapi, dan kalian rela dengan bercocok tanam, serta meninggalkan jihad, Alloh akan timpakan kehinaan kepada kalian, di mana kehinaan itu tidak akan Dia cabut dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.”
Dulu, Kholifah ‘Umar [49] berkata kepada Abu ‘Ubaidah[50] Radhiyallohu ‘Anhuma: “Kita adalah kaum yang telah Alloh muliakan dengan Islam, kalau kita mencari kemuliaan pada selain Islam, Alloh hinakan kita.” (HR. Hakim)[51]
Maka, para da‘i yang menyeru kepada perbaikan, harus mengetahui bahwa jalan menuju perbaikan dan persatuan Islam serta bersatunya mereka di bawah kalimat tauhid, bukanlah dengan muhadhoroh (seminar-seminar) yang bersifat teoritis atau menulis buku saja, tetapi harus ada proyek nyata yang melibatkan seluruh elemen umat –sesuai kemampuan masing-masing—, yang tersederhana adalah berdoa dan memohon kepada Alloh, dan puncaknya adalah jihad di jalan Alloh. Karena jihad di jalan Alloh adalah bagian tak terpisahkan dari Islam, bahkan ia adalah puncak Islam, mana mungkin Islam akan bertahan tanpa ada puncaknya?![52]
Dan jihad ini sangat mendesak sekali dalam rangka mempertahankan eksistensi umat, mempertahankan harga diri dan kelanggengannya. Sungguh, musuh kita benar walaupun dia pendusta, ketika ia mengajari anak-anaknya dengan mengatakan: “Kamu perang, berarti kamu hidup.” Inilah hakikat yang diajarkan orang-orang kafir kepada anak-anak mereka dan mengirimkan kepada kita pemahaman sebaliknya. 
Perang juga merupakan kebutuhan yang mutlak mendesak bagi keberlangsungan negara-negara besar. Kalau Anda bersedia, silahkan melihat sejarah –termasuk sejarah Amerika—, bagaimana Amerika menyulut puluhan api perang hanya dalam enam dekade, [53] karena ini adalah kebutuhan dia yang harus dipenuhi. Maka ketika Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan serius untuk menghentikan perang di seluruh dunia, sebelum yang lain tahu ia sudah tahu ini adalah awal wilayah-wilayah yang ia kuasai memisahkan diri, dan menjadi titik awal keruntuhannya –dan itu akan tiba dengan izin Alloh—.
Maka waspadailah semua seruan yang mengajak untuk membuang senjata dengan  kedok dakwah kepada kedamaian. Karena pada dasarnya itu adalah seruan yang akan menghinakan dan menyerahkan kita dimangsa musuh. Tidak ada yang mengkampanyekan seruan-seruan seperti ini selain orang jahil atau munafiq.

Sebelum diakhiri:

Saya seru para pemuda Islam untuk berjihad –terutama di Palestina dan Irak—, kemudian saya nasehatkan kepada diri saya sendiri dan mereka semua: untuk bersabar dan bertakwa, serta melancarkan serangan kepada musuh semaksimal mungkin, dengan tetap menjaga betul jangan sampai darah kaum muslimin ikut tertumpah dalam operasi tersebut. Mujahidin harus berhati-hati betul dengan masalah tatarrus (kaum muslimin yang becampur dengan orang kafir, sebagai tameng, pent.) dan yang menentukan ukuran maslahat-madharatnya hendaknya para ulama mereka yang jujur –setiap amaliyah sesuai pertimbangan masing-masing—[54], sebab kita ini mengharap pertolongan Alloh dengan sabar dan takwa.

Ya Alloh, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang sabar dan bertakwa.

Sebagai penutup:

Saya sampaikan kepada para pemuda Islam di manapun mereka berada, beberapa kalimat singkat yang kami dengar dari kakek-kakek kalian dulu, yang mereka terlibat langsung dengan konflik-konflik di bumi Palestina, dan mereka mengalami berpuluh-puluh pengkhianatan, penjajahan dan musibah-musibah yang katanya mengajak kepada kedamaian, saya ingatkan kalian dengan kalimat singkat tersebut:
Wahai anakku, mereka akan mengatakan kedamaian kepada mu
Jangan pernah engkau gubris kata-kata ini
Karena dulu aku pernah mempercayai mereka
Akhirnya aku harus mengungsi ke tenda-tenda [55]

“Dan Alloh Menang atas urusan-Nya akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 21)

Robbanaa Aatinaa fid Dunyaa hasanah, wa fil Aakhirati hasanah, wa qinaa ‘adzaaban Naar.

Ya Alloh, robb kami, berikanlah kebaikan kepada kami ketika di dunia, dan berikanlah kebaikan kepada kami ketika di akhirat, dan jagalah kami dari api neraka. (QS. Al-Baqoroh: 201)
Ya Alloh, hamba memohon kepada-Mu untuk meneguhkan kaki-kaki mujahidin di manapun mereka berada, terutama di Palestina, Irak, Kashmir, Cechnya dan Afghanistan.
Ya Alloh, tepatkan tembakan mereka, ikatlah antara hati mereka, persatukanlah mereka, berilah mereka bantuan dari sisi-Mu, dan tolonglah mereka atas musuhmu dan musuh mereka, karena tidak ada yang mampu menolong selain Engkau, Wahai Dzat yang Mahakuat lagi Mahaperkasa.

Ya Alloh, ilhamkanlah untuk umat ini kelurusan, yang di sana pelaku ketaatan kepada-Mu dimuliakan, dan pelaku maksiat terhadap-Mu dihinakan, perkara yang makruf diperintahkan serta perkara yang munkar dicegah.

Dan doa terakhir kami adalah: Al-Hamdulillahi robbil Alamin, segala puji hanya milik Alloh robb seru sekalian alam.
Semoga sholawat dan salam tercurah selalu kepada penutup para nabi dan rosul.[56]





[1] Kota ini dibangun oleh Khalifah dinasti Abbasiyah, Abu Ja‘far Al-Manshur Rahimahulloh, pada tahun 146 H.
Al-Hafidz Ibnu Katsir Rahimahulloh berkata, “Baghdad…adalah kata-kata non Arab (‘Ajam), ada yang mengatakan, kalimat ini terdiri dari kata: Bagh, dan: Dad; Bagh artinya kebun, dan Dad adalah  nama orang. Ada juga yang mengatakan: Bagh adalah nama patung, atau syetan. Sedangkan Dad artinya pemberian, sehingga Baghdad artinya pemberian patung. Oleh karena itu, Abdulloh bin Mubarok dan Al-Asma‘i serta yang lain tidak suka menyebutnya Baghdad, tetapi sebutannya adalah Madinatus Salam (Kota kedamaian). Nama ini pulalah yang diberikan oleh pendirinya, Abu Ja‘far Al-Manshur, sebab sungai Dajlah dulu suka disebut lembah  kedamaian (Waadii Salam). Ada juga yang menyebutnya Az-Zauro’ (Al-Bidayah wan Nihayah: Juz 10, hal. 101)
[2] Kandidat presiden dari Partai Demokrat dalam pemilu di Amerika, Jhon Kerry, dalam  memoar satu tahun pertama agresi terhadap Irak, menerangkan: “Dalam pidato kampanyenya, Bush membohongi rakyat Amerika, ia menuduh pemerintah Saddam memiliki senjata nuklir dan pemusnah massal. Ia menolak dan tidak pernah bersedia berterus terang kepada rakyat Amerika tentang beban-beban yang bakal ditanggung dalam perang. Ia menyampaikanya dengan santai. Presiden Bush tidak menyatakan fakta sebenarnya tentang perang ini, sementara negara kitalah yang harus membayar biayanya.”
    Mantan Presiden Amerika, Jimmy Charter dalam sebuah wawancara yang dimuat oleh koran Independent di Inggris, edisi 1/2/1425 H, mengatakan: “Dua orang ini, si Bush dan Blair, tahu kalau sebenarnya isu tentang senjata pemusnah massal di Irak hanya didasarkan kepada berita yang diragukan keabsahannya. Perang ini didasarkan kepada kepalsuan-kepalsuan dan prediksi-prediksi keliru yang dilakukan oleh fihak London dan Whasington. Kekeliruan itu di antaranya tuduhan mereka bahwa Saddam Husain adalah otak yang bertanggung jawab di balik serangan 11 September dan bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal. Keputusan perang adalah keputusan yang terlanjur diambil oleh keduanya, setelah itu sebagian orang meminta alasan mengapa perang itu dilakukan.”
[3] Peta jalan damai dicetuskan oleh Empat Negara Internasional dan Pemersatu, yang beranggotakan Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-bangsa, Negara-negara maju Eropa, dan Rusia. Mereka membentuknya sebagai solusi terakhir terhadap permasalah Timur Tengah –yaitu masalah Palestina—, dan  mereka berusaha mewujudkan perdamaian melalui dua tahap penting yang akan berakhir pada akhir 2005, tujuannya:
-    Menghentikan gerakan Intifadhoh penuh berkah melalui kampanye gerakan yang mereka sebut penghentian tindak kekerasan, dan melakukan perombakan total pada sususan otoritas Palestina, baik dalam bidang keuangan, administrasi, keamanan dan undang-undang dasar. Ini sebagai ganti militer Israel harus menarik pasukannya dari kota-kota di Palestina, serta membuka kembali beberapa pemukiman kecil.
-    Memproklamirkan berdirinya negara Palestina yang sudah ditentukan batas teritorialnya, dengan tetap menjalin kerjasama dalam bidang keamanan dengan negara Israel. Dan membentuk kabinet pemerintahan Palestina yang baru, yang dipilih oleh boneka mereka yang menggantikan Yasir Arafat, yaitu Abu Mazin (Mahmoud Abbas), serta kerjasama bilateral antara negara arab dengan Israel. Tapi sebelum memulai perundingan baru ini, pihak yahudi sudah terlebih dahulu memberi syarat, yang terpenting adalah:
a.  Ikatan untuk memberikan apa yang disebut penarikan mundur Israel dengan segera terhadap kaum perlawanan dari satu sisi, di sisi lain merubah total kabinet pemerintahan Palestina, dan yang terpenting melimpahkan perjanjian-perjanjian yang pernah dijalan Arafat kepada presiden yang baru, Mahmoud Abbas (Abu Mazin)
b.  Tidak membekukan pemukiman yang sudah ada dengan menggunakan slogan pertumbuhan alamiyah.
c.  Menolak keputusan dari empat negara pemersatu,dan tetap menggunakan ukuran konsisten tidaknya rakyat Palestina memegang janji keamanan.
d.  Tidak membatasi batasan negara Palestina, dan membiarkan hal itu diurusi oleh kesepakatan kedua negara yang bersangkutan.
e.  Tidak mematok batas waktu harus selesai tahun 2005, dan hanya melihat sejauh mana rakyat Palestina melaksanakan dengan baik apa yang menjadi tuntutan dalam peta Jalan Damai.
(Sumber: Makalah berjudul: Road Map, Penjajahan Internasional Baru Untuk Membabat Gerakan Perlawan Palestina. Tulisan Abdurrohman At-Thorabulsi, dari majalan Nidaul Islam)
[4] Niat busuk itu kini mulai menjadi kenyataan. Pemerintahan negara-negara Arab mulai mau melaksanakan perintah-perintah majikannya, Amerika. Mari kita lihat, berbagai surat kabar pemerintah memuat untuk kita headline-headline semisal: “Irak, Akan Mengkaji Ulang Kurikulum Pendidikan”; “Yordania Di Ambang Kehancuran Antara Majelis Parlemen Dan Pemerintah, Disebabkan Usulan-Usulan Merevisi Kurikulum Pendidikan”; “Majelis Permusyawaratan Kuwait Sedang Membahas Revisi Kurikulum Pendidikan”; “Pertemuan Puncak Negara Teluk Memfokuskan Masalah Terorisme Dan Revisi Kurikulum Pendidikan”; “Pakar Teluk Menyiapkan Studi Tantangan Ke Depan Bagi Negara-Negara Persatuan: Kurikulum Pendidikan”; “Pertemuan Puncak Negara Arab Di Beirut Tentang Pendidikan Dan Pengajaran.” Kita memohon kepada Alloh kehancuran ada dalam rencana mereka, serta mengembalikan makar mereka ke leher-leher mereka.
[5] Negara-negara Arab penghasil minyak memiliki cadangan 643,1 milyar barrel minyak mentah, atau 62,1 % dari cadangan minyak dunia. Setiap harinya mampu memproduksi 21 juta barrel, atau 31,5 % produksi minyak dunia. Dan mengekspor 7,5 juta barrel per hari, berdasarkan jumlah internasional. Kalau kita masukkan Iran sebagai negara Arab, berarti cadangan minyak mencapai 733,1 milyar barrel, atau sekitar 70,8 % dari seluruh cadangan minyak dunia. Sedangkan produksi per hari bisa mencapai 24,6 juta barrel, atau 36,7 % dari produk seluruh dunia, dan ekspornya mencapai sekitar 20 juta barrel per hari.
    Di saat yang sama, Amerika serikat adalah negara pengimpor minyak terbesar di dunia. Menurut kalkulasi keterangan-keterangan negara Amerika, nilai impor dalam setengah tahun 2001 sekitar 63,2 % dari seluruh nilai impor di dunia. Untuk Amerika sendiri saja, se hari mengimpor sekitar 21 juta barrel minyak perhari, 3 juta barrel di antaranya diimpor dari negara-negara arab terutama Saudi, Amerika mengimpor dari negara ini sebanyak 1,8 juta barrel per hari. (Lihat buku: Senjata minyak, cocokkah untuk membantu gerakan intifadhoh? Tulisan Ahmad Abdus Salam dan ‘Alaa’ Abul ‘Ainain, edisi 13/4/2002)
[6] Yaitu dalam jumpa pers yang ia gelar tanggal 28/6/1422 H, atau tanggal 16 September 2001.
   Ada pejabat Amerika yang mengkritik pelontaran kata-kata ini, katanya: “Presiden Bush keliru menggunakan kata-kata ini karena beberapa sebab, di antaranya fakta kalahnya tentara Kristen dalam serial Perang salib di tangan Sholahuddin Al-Ayyubi. Sebenarnya kurang tepat kalau dia mengulang kembali memori kekalahan di saat kita sedang butuh-butuhnya memperoleh kemenangan.” (Acara “Net line” Stasiun ABC, Amerika.)
Meski menuai kritikan, lagi-lagi Bush mengulang kata-kata Perang Salib untuk kedua kalinya, ketika ia berpidato di hadapan tentara Kanada, “Berdirilah dalam barisan kami pada moment perang salib penting kali ini.”
Sampai-sampai seorang reporter Amerika, Robert Fisk, mengatakan: “Nampaknya Presiden Bush meyakini benar bahwa ia sedang memimpin perang salib. Buktinya ia kembali mengulang kata-kata ini walaupun sudah diingatkan.!!”
[7] Dalam koran Al-Bayan di Emirat Arab disebutkan: “Jajaran pejabat Amerika menegaskan –dalam kesempatan yang hampir bersamaan—bahwa terorisme ada di 60 negara, dan organisasi Al-Qaeda bercokol di 60 negara, Amerika akan menyerang terorisme di setiap negara ini. Artinya, Amerika akan menyerang negara-negara anggota OKI ditambah beberapa negara Asia yang turut membantunya untuk memerangi terorisme, semisal Philiphina. Hanya saja, para petinggi di Amerika lebih memfokuskan ke daerah Timur Tengah, yaitu daerah yang telah melahirkan orang-orang macam Usamah bin Ladin dan banyak pengikutnya; seperti Ayman Adz-Dzawahiry, Muhammad Athf (Abu Hafsh Al-Mishri), dan yang lain.”
 Di sana juga disebutkan: “Ketika berpidato di hadapan rakyat Amerika –di awal-awal agresi militer terhadap Afghanistan—, presiden Bush menyatakan bahwa perang terhadap terorisme adalah perang panjang serta tidak terbatas pada Afghanistan saja. Tetapi akan berkelanjutan hingga negara-negara yang turut mengobarkan semangat terorisme dan membantunya, serta negara yang memberikan tempat perlindungan bagi para teroris, tanpa menentukan negara mana saja. Keresahan ini mulai mempengaruhi beberapa negara arab Islam. Apalagi setelah fihak Amerika mengumumkan daftar para buron dan beberapa yayasan atau organisasi yang dianggapnya memiliki hubungan dengan Al-Qaeda pimpinan Usamah bin Ladin, atau turut memberikan dana untuk para teroris –menurut Amerika—. Keresahan di negara arab Islam semakin bertambah setelah para buron dan sebagian besar yayasan dan organisasi dalam catatan Amerika itu berasal dari negara-negara Islam arab. Sebagian adalah organisasi swasta yang bergerak di bidang sosial, sebagian lagi adalah yayasan-yayasan ekonomi yang memiliki cabang di banyak negara di dunia –termasuk negara-negara Islam arab—, yang mana kepemilikan dan administrasinya dipegang oleh orang-orang dari arab dan kaum muslimin. Padahal dalam faktanya, daftar yang diumumkan fihak Amerika ini tidak disertai bukti yang menunjukkan keterlibatannya dengan apa yang disebut Amerika sebagai kegiatan terorisme.” (Edisi 6 Syawal 1422 H)
[8] Syaikh Abu Qotadah Al-Filasthini berkata, “Imam Bukhôrî meriwayatkan dalam Shohih-nya: Bahwasanya ada seorang wanita dari Himsh datang kepada Abu Bakr Ash-Shiddiq, ia berkata: “Apakah yang bisa menjadikan kita tetap bertahan di atas perkara yang baik –Islam—di mana Alloh telah mendatangkannya setelah kejahiliyahan?” beliau menjawab, “Bertahannya kalian adalah selama para pemimpin kalian istiqomah.” Wanita itu bertanya, “Siapa para pemimpin yang engkau maksud?” beliau berkata, “Bukankah dalam kaummu ada ketua-ketua dan para pemuka yang ketika memerintah ditaati?” “Benar,” jawabnya. Beliau berkata, “Mereka itulah para pemimpin.”

Kebaikan para pemimpin sendiri adalah ketika mereka melaksanakan ajaran Islam, memberlakukan syariat Dzat Yang Maha pengasih dan menyebarkan keadilan dalam hukum. Sedangkan rusaknya mereka adalah ketika meninggalkan agama Alloh Ta‘ala dan tidak mau menegakkannya di tengah manusia. Dalam hadits tadi, Abu Bakar Radhiyallohu ‘anhu mengkaitkan rusaknya manusia dengan rusaknya para pemimpin: “…selama para pemimpin kalian istiqomah…”
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bârî ketika menerangkan hadits ini: “Karena manusia tergantung agama penguasanya, maka kalau ada penguasa yang menyimpang, ia akan sesat dan menyesatkan.”
Mengingat pentingnya peran dan nilai penguasa dalam kehidupan, Alloh sebagai Dzat yang membuat syariat memerintahkan dan mendorong kaum muslimin untuk mengawasi mereka, sehingga kita mereka melakukan penyimpangan bisa diluruskan, walaupun ini akan membahayakan orang yang menasehati dan meluruskan mereka. Rosululloh SAW bersabda, “Sebaik-baik jihad adalah kalimat haq di hadapan penguasa jahat.” HR. Ahmad dengan sanad shohih.
Ini adalah untuk penguasa yang masih muslim. Adapun penguasa yang kafir, kaum muslimin wajib mencopot dan menurunkannya. Al-Qodhi Iyadh berkata, “Kalau pemimpin tiba-tiba melakukan kekufuran, merubah syariat dan melakukan kebidahan, hukum kekuasaan tidak berlaku lagi dan ketaatan kepadanya gugur sudah. Kaum muslimin wajib melawan dan mencopotnya.”
(Dari makalah berjudul: Maqoolaat baina Manhajain: hal. 10)
[9] Syaikh Usamah bin Ladin mengatakan: “Demikian juga dengan para penguasa di kawasan (Teluk), mereka menipu kita dan berwali kepada orang-orang kafir. Setelah itu, mereka mengaku masih berada di atas Islam. Yang memperparah penipuan ini adalah pembentukan organisasi-organisasi yang bertujuan menipu rakyat. Barangkali, sementara kalangan merasa aneh kalau kami katakan bahwa beberapa organisasi yang berlabel syar‘i, menganggap dirinya faham agama dan berilmu, telah mengambil peran ini –baik ia sadari atau tidak—. Tujuan pemerintah menayangkan sebagian ulama di hadapan khalayak di televisi, atau melalui stasiun-stasiun radio, untuk memberikan fatwa kepada mereka, bukanlah tujuan utama. Kalau tujuan utama semata-mata penayangan mereka, tentu para ulama yang jujurpun akan ditayangkan di stasiun-stasiun lokal maupun non lokal, maupun di stasiun radio lokal paling tidak. Akan tetapi tujuan utamanya, organisasi-organisasi itu memiliki tugas ketika dalam kondisi sulit dan genting. Seperti yang kita saksikan ketika pemerintah Saudi memasukkan militer salib Amerika ke tanah Haramain, di mana manusia dan para pemudapun mulai ribut. Maka peredam yang aman menghadapi reaksi manusia adalah dengan fatwa yang dikeluarkan lembaga-lembaga ini mengenai bolehnya sikap yang diambil penguasa, dengan menyebut mereka sebagai waliyyul amri (ulul Amri, pemimpin) kaum muslimin. Padahal sebenarnya mereka sangat tidak layak disebut pemimpin kaum muslimin. Maka hal ini harus menjadi perhatian kita bersama.” (Taujihat Manhajiyah bagian pertama.)
[10] Ini boleh dibilang sebagai bahaya paling besar, sebab ini mengkaburkan antara yang hak dengan yang batil. Syaikh Imam Ayman Adz-Dzawahiri berkata, “Kita ingin bertanya, manakah yang lebih bahaya terhadap jihad: ketika pemerintah kafir –baik di Mesir atau yang lain—menggunakan media masa yang dibayar untuk menyerang jihad, ataukah ketika penguasa menggunakan jamaah Ikhwanul Muslimin untuk melakukan hal yang sama? Tidak diragukan bahwa menggunakan tangan Ikhwanul Muslimin dalam menyerang jihad lebih berbahaya. Karena ia memalingkan dari jalan Alloh dengan mengatasnamakan dakwah ilalloh. Sehingga ia mengelabui orang-orang Islam yang lemah imannya serta sedikit ilmunya. Tidakkah engkau melihat –wahai Akhi muslim—bahwa ketika thoghut mulai takut dan mengkhawatirkan kekuasaannya dari ancaman jamaah-jamaah jihad, tak jarang mereka memberikan jabatan kepada orang-orang ikhwan? Hal ini untuk mengaburkan pandangan manusia dengan menggunakan label Islam, untuk menyerang jihad dengan mengatas namakan Islam.”
Syaikh Aiman Adz-Dzowahiri berkata lagi: “Pemerintahan yang menguasai umat Islam tak hentinya melakukan makar terhadap Islam dan pemeluknya. Belakangan, mereka baru menyadari–setelah mengerti betapa bahayanya menghadapi Islam dengan permusuhan frontal dan nampak—untuk memecah belah barisan kaum muslimin serta memalingkan mereka dari kewajiban yang syar‘i dan fardhu ain, yaitu berjihad melawan orang-orang kafir dan murtad, khususnya para penguasa di negeri berpenduduk muslim. Pemecah belahan barisan kaum muslimin ini didukung dengan berbagai sarana, yang terpenting adalah menyemarakkan dakwah yang dipermak dengan pakaian sedemikian berkilau dan menarik, yang sebenarnya itu akan berdampak kepada dua perkara:
Pertama, meninggalkan pilar utama akidah kaum muslimin, yaitu pilar kepasrahan untuk menggunakan hukum Alloh SWT, dan menggantinya dengan mengikuti prinsip jahiliyah demokrasi dalam masalah tasyri‘ (membuat undang-undang), yang ini sama artinya berserah diri kepada manusia dalam memilih peraturan dan keyakinan apapun yang ia mau.
Kedua, membuang ajaran jihad yang hukumnya sudah fardhu ain, yaitu melawan pemerintahan murtad yang menguasai negeri kaum muslimin. Lebih dari itu adalah memusuhi jihad, menganggap bodoh siapa saja yang mengajak untuk berjihad, mencaci maki serta menyeru pemerintah untuk memberantasnya, serta menyatakan diri tidak terlibat dengan jihad di hadapan para thoghut itu.
Di antara jamaah yang mengajak kepada dua dakwah yang memecah belah barisan kaum muslimin ini adalah Jamaah Ikhwanul Muslimin, khususnya beberapa tahun belakangan ini. Di mana jamaah ini mulai terbiasa mengecam “aksi-aksi kekerasan”, dan menyatakan untuk mematuhi aturan perundang-undangan, peraturan undang-undang buatan manusia, dan peraturan hukum yang mengingkari hak Alloh Sang Penguasa dalam masalah tasyri‘ (membuat aturan) untuk para hamba-Nya.
Sungguh, jamaah ini memanfaatkan semangat para pemuda muslim untuk direkrut ke dalam barisannya dan masuk ke “mesin pendingin”nya, sehingga gelora semangat Islam untuk berjihad melawan thoghut berubah menjadi acara-acara seminar dan dari pemilu ke pemilu.” (Dari buku: Al-Hishod Al-Murru: Al-Ikhwan Al-Muslimin fii Sittiina ‘Aaman)
[11] Syaikh Ahmad Syakir Rahimahulloh berkata: “Hendaknya setiap muslim di belahan bumi manapun tahu, bahwa jika ia bekerja sama dengan musuh-musuh Islam dengan menjauhi kaum muslimin –baik musuh itu Inggris, Prancis, dan para sekutu mereka, atau orang-orang yang sejenis dengan mereka— dengan bentuk kerja sama apapun, atau berdamai dan tidak memerangi mereka dengan kekuatan yang ia mampu, apalagi menolong mereka dengan kata-kata dan perbuatan untuk memusuhi saudara-saudaranya seagama, apabila ia melakukan salah satu perbuatan ini kemudian ia sholat, maka sholatnya sia-sia, atau bersuci, baik dengan wudhu atau mandi atau tayammum, maka bersucinya batal. Atau puasa, baik wajib atau sunnah, maka puasanya batal. Atau pergi hajji, maka hajinya batal. Atau, membayar zakat yang wajib, atau bersedekah sunnah, maka zakatnya adalah batal dan tertolak. Atau beribada kepada robbnya dengan bentuk ibadah apapun, maka ibadahnya adalah tertolak, ia sama sekali tidak memperoleh pahala darinya, bahkan sebaliknya: ia menanggung dosa.
Hendaknya setiap muslim tahu, bahwa jika ia melakukan salah satu perbuatan hina ini, semua amal ibadah yang ia lakukan untuk robbnya adalah sia-sia, sampai ia meninggalkan perbuatan murtadnya yang telah ia pilih tadi. Dan kita berlindung kepada Alloh, kalau sampai seorang muslim yang sungguh-sungguh sampai rela memilih perbuatan murtad tadi, padahal ia beriman kepada Alloh dan rosul-Nya.” Sampai di sini perkataan beliau. (Dari kitab: Kalimatul Haq: 137)
[12] Syaikh Al-‘Allamah Abdul Qodir bin Abdul Aziz berkata, “Ketahuilah, orang kafir tidak mungkin melakukan kerusakan di muka bumi, atau mendzalimi segolongan umat manusia, kecuali dengan bantuan orang lain yang memberikan kemudahan kepadanya untuk melakukan kezaliman dan kerusakan, serta melindunginya dari orang yang ingin membalasnya. Sebenarnya, orang kafir dan kerusakan yang ia lakukan tidak akan pernah bertahan kecuali karena adanya pembantu dan penolongnya. Demikian juga dengan penguasa kafir dan hukum kafir serta kerusakan besar yang ditimbulkan darinya di negeri-negeri kaum muslimin, kecuali karena adanya penolong para pemerintah thoghut tersebut. Baik penolong dengan kata-kata, yaitu menyesatkan dan mengaburkan kebenaran kepada manusia; atau penolong dengan perbuatan, yaitu melindungi dan menjaga para penguasa serta undang-undangnya dari serangan orang yang ingin menyerang mereka, dan membantu penguasa tersebut untuk memusuhi orang tadi. Maka tidak aneh kalau Alloh menyebut tentara penguasa kafir dengan Autaad (pasak tiang), karena memang merekalah yang menjadikan kekuasaan dan hukumnya kokoh. Merekalah penyebab kekafiran terus bertahan. Ini disinggung dalam Alloh Ta‘ala berfirman: “Dan Firaun yang memiliki pasak-pasak.” (QS. Al-Fajr: 10)
Semua ini adalah keterangan tentang kejahatan para pembantu thoghut, dan merekalah penyebab utama kekufuran dan kerusakan terus bertahan. Sebab tidak mungkin orang kafir merusak dan berbuat dzalim kepada suatu umat kecuali dibantu oleh para penolongnya. Kalau Rosululloh SAW saja bersabda, “Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah orang-orang musyrik,” (HR. Tirmizi dan Abu Dawud) lantas bagaimana dengan orang yang membantu kekufuran yang mereka lakukan? Bagaimana lagi dengan orang yang membantu mereka dalam menyakiti dan memerangi kaum muslimin? Dan dalam kenyataannya, peperangan kaum muslimin untuk mengganti para penguasa thoghut serta mengangkat penguasa muslim, sebenarnya adalah perang melawan para penolong mereka, yaitu tentara serta yang semisal.” (Dari kitab: Al-Jami‘ Fi Tholabi `l-Ilmisy Syarif)
[13] Syaikh Abu Bashir, Abdul Mun‘im Mushthofa Halimah, berkata: “Zindiq berasal dari bahasa Persi yang diserapkan kepada bahasa Arab. Asalnya adalah: Zindah Kard. Makna sebenarnya adalah menyembunyikan kekufuran dan kesesatan, serta menampakkan kekafiran dan keimanan baik secara bersamaan atau terpisah, sesuai tuntutan kondisi, keperluan dan kesempatan. Artinya, orang zindiq adalah yang meyakini keyakinan kufur dan menampakkannya berkali-kali setiap ada kesempatan dan tidak ada pandangan yang mengawasi atau merekam perkataan dan sikapnya. Jika ia ketahuan dan dikecam dengan dalil yang qoth‘i (sangat jelas) serta ditanya mengapa ia menampakkan kekufurannya, ia akan segera mengingkari dan menampiknya. Setelah itu ia takwilkan kekufuran dan kata-katanya dengan makna yang berbelok dari makna kekufuran yang jelas-jelas ditunjukan oleh dalil. Ia mengatakan tidak bermaksud kufur, ia hanya menghendaki kebaikan dan penyatuan. Kita sendiri tidak faham, apa sebenarnya yang ia maksud dan inginkan?
Di saat yang sama, Anda akan melihat ia menampakkan dirinya sebagai muslim yang beriman, bersaksi dengan syahadat tauhid, percaya dengan sholat, zakat atau rukun agama yang lain. Kalau Anda menyuruhnya bersyahadat, pasti ia akan melakukannya saat itu juga tanpa ragu-ragu, untuk memalingkan sifat zindiq, hukuman dan konsekwensi perbuatan tersebut dari dirinya.”
Syaikh –hafidzahulloh—berkata lagi: “Hukum orang zindiq dalam agama Alloh adalah dibunuh dengan status kafir dan murtad, dan tidak perlu diminta taubat. Sebab permintaan taubat (istitabah) dilakukan karena ada sebab, sementara orang zindiq tidak akan mengakui kezindiqannya sedikitpun, lantas atas dasar apa ia harus diminta taubat?! Imam Malik Rahimahulloh berkata, “Kemunafikan di zaman Rosululloh SAW adalah kezindiqan di zaman kita sekarang. Orang zindiq harus dibunuh jika ada saksinya, tanpa harus diminta taubat.” (Al-Jami‘ Li Ahkamil Quran: I/ 199). Abu Hanifah Rahimahulloh berkata, “Bunuhlah orang zindiq secara diam-diam, karena taubat dia tidak bisa diketahui.” (Ikfaarul Mulhidiin: hal. 37)”
(Dari Makalah: Zanadiqotul ‘Ashr, 21/6/1421 H)
[14] Al-Qurthubi berkata ketika menafsirkan firman Alloh Ta‘ala: “Kalau bukan karena Alloh menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu gereja-gereja, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat sholat, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut asma Alloh, dihancurkan…” (QS. Al-Hajj: 40) artinya, Kalau bukan karena Alloh mensyariatkan kepada para nabi dan orang-orang beriman untuk memerangi musuh, tentu orang-orang musyrik akan melenyapkan bangunan tempat ibadah yang didirikan para pemeluk agama. Akan tetapi Alloh menolaknya dengan mewajibkan perang, supaya orang yang beragama bisa berkonsentrasi penuh dalam beribadah. Jadi jihad sudah diperintahkan pada umat-umat terdahulu, dengan itulah syariat bisa berjalan baik dan tempat ibadah bisa dijadikan tempat berkumpul. Kalau bukan karena perang dan jihad, kebenaran akan ditinggalkan di setiap umat. Maka kalau ada orang Kristen, atau kaum Shobi’un yang menjelekkan jihad, berarti ia menentang ajarannya sendiri, sebab kalau bukan karena perang, agama yang ia bela tidak akan mungkin bertahan.” (Tafsir Al-Qurthubi: I/ 66)
Asy-Syahid Sayyid Qutb berkata, “Kebatilan akan menonjol dan tidak bisa dihentikan atau berhenti dari kejahatannya kecuali dilawan dengan kekuatan yang seimbang. Kebenaran sebagai sebuah kebenaran saja tidak cukup untuk menghentikan permusuhan kebatilan yang diarahkan kepadanya. Tetapi harus ada kekuatan yang menjaga dan membelanya. Inilah kaidah yang cukup mewakili, tidak akan berubah selama manusia masih sebagai manusia. Kita harus merenungi nash-nash yang singkat kalimatnya tapi begitu dalam maknanya ini, serta merenungi rahasia yang terdapat di alam jiwa dan kehidupan.” (Fii Dzilalil Quran: hal. 2425)
[15] Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata, “Orang-orang kafir itu tidak faham selain bahasa sembelih, bunuh, atau darah, yang merupakan bagian dari ajaran Islam. Mereka tidak akan berhenti melakukan kejahatan dan keangkara murkaannya selain dengan bahasa ini secara terang-terangan, supaya orang-orang yang ada di belakang mereka takut dan mengambil pelajaran. Alloh Ta‘ala berfirman:
“Akan Aku campakkan rasa takut pada hati orang-orang kafir, maka tebaslah leher dan setiap ujung jari mereka…” (QS. Al-Anfal: 12)
“Apabila kamu berhasil mengalahkan  mereka dalam peperangan maka keraslah dalam membunuh mereka sehingga yang lain takut…” (QS. Al-Anfal: 57)
“Jika kalian berjumpa dengan orang-orang kafir dalam peperangan, penggallah leher mereka, sampai apabila kalian berhasil membunuh mereka, tawanlah sisanya…”(QS. Muhammad: 4)
Pengarahan dari Alloh inilah bahasa satu-satunya yang bisa mengubur kebatilan dan menolak keburukan serta kejahatan mereka. Membunuh, menebas leher, keras dalam membunuh agar orang kafir lain takut dan mengambil pelajaran, dengan cara memenggal leher dan memotong kepala. Karena itulah perang –sebagaimana kata musuh kita—, ya! Itulah perang!” (Dari khutbah Jumat yang beliau sampaikan di penjara Qofqofa, 4 Rojab 1425 H)
[16] Syaikh Abdurrohman Ad-Dausari Rahimahulloh pernah ditanya: “Apakah kejahiliyahan itu hanya terbatas pada kurun waktu yang sudah lewat, ataukah akan ada kembali ajarannya pada manusia? Beliau menjawab:
“Perbuatan jahiliyah tidak terbatas pada kurun waktu tertentu. Bahkan kejahiliyahan di suatu zaman bisa jadi lebih parah daripada zaman sebelumnya. Sebab ia memiliki ciri khas yang disandang oleh masing-masing orang di setiap umat yang tidak mau menurut kepada tuhannya dan rosul-Nya, mereka hanya mengikuti hawa nafsu saja dalam setiap hal. Bahkan, kejahiliyahan hari ini boleh dibilang terparah dari yang sudah-sudah. Karena di sana ada faktor-faktor bujukan untuk kufur nikmat dan mengingkari Sang Pencipta, mengingkari agama dan syariat-Nya, hikmah-Nya diterjang begitu saja dan kemuliaan-Nya diremehkan, budaya telanjang dipermak sedemikian rupa sehingga menjadi hal yang bagus, demikian juga perbuatan kotor dan jahat, kecemburuan dan rasa malu telah lenyap. Semua ini tidak pernah terjadi di zaman Abu Jahal, Abu Lahab, dan masa jahiliyah sebelumnya.” (Al-Ajwibah An-Nafi‘ah li Muhimmaatil ‘Aqidah: hal. 44 – 45)
[17] Orang-orang Kristen merampas Al-Aqsho tahun 492 H. Ibnu Katsir Rahimahulloh berkata: “Ketika waktu dhuha hari Jumat, tujuh hari menjelang habisnya bulan Sya‘ban, tahun 492 H: Eropa berhasil mengambil alih Baitul Maqdis yang telah Alloh muliakan. Mereka datang bersama satu juta tentara. Di tengah masjid itu mereka membantai lebih dari 60.000 kaum muslimin, mereka merajalela di kampung-kampung dan membina-sakan apa saja yang mereka kuasai sehabis-habisnya.” (Al-Bidayah wan Nihayah: XII/ hal. 156)
Tetapi kaum muslimin berhasil merebutnya kembali pada tahun 583 H. Imam Suyuthi Rahimahulloh berkata: “Di tahun-tahun ini banyak sekali penaklukan. Sultan Sholahuddin banyak mengambil alih kekuasaan negeri-negeri Syam yang tadinya dikuasai Eropa, puncaknya adalah Baitul Maqdis, yang berada di bawah cengkeraman Eropa selama 91 tahun. Semua bekas peninggalan Eropa dilenyapkan oleh Sultan Sholahuddin, gereja-gereja yang mereka bangun beliau robohkan, dan pada salah satu bekas tempat gereja itu beliau bangun sebuah madrasah bermadzhab Syafi‘i. Semoga Alloh membalas jasa yang beliau berikan kepada Islam dengan ganjaran yang lebih baik…” (Tarikhul Khulafa’: hal. 519)
[18] Beliau adalah sultan dan raja, sang penolong Islam, Sholahuddin Yusuf bin Ayyub. Beliau dilahirkan tahun 532 H di Tikrit, Irak. Wafat tahun 589 H dalam usia 57 tahun. Beliau menghabiskan sebagian besar umurnya di medan jihad, Alloh memuliakan beliau dengan menaklukkan kembali Masjid Al-Aqsho melalui kedua tangannya.
Ibnu Katsir berkata: “…semoga Alloh merahmati Sholahuddin. Belaiu adalah tameng, penjaga dan pelindung Islam dari makar orang-orang kafir yang jahat. Semua itu atas taufik yang Alloh limpahkan kepadanya. Penduduk Damaskus belum pernah ditimpa musibah kematian yang lebih besar daripada kematian beliau. Semua orang ingin kalau saja anaknya, kekasihnya, atau temannya menjadi penebusnya. Konon beliau dimakamkan bersama pedang yang beliau pakai untuk berperang. Rakyat Damaskus sangat berharap sekali bisa menyertainya di hari kiamat dalam kondisi ia bertumpu pada pedangnya tersebut sampai ia masuk surga, Insya Alloh. Beliau tidak meninggalkan harta atau budak, karena saking dermawan dan baiknya beliau kepada para pemimpinnya atau orang lain –sampai kepada musuh-musuhnya sekalipun—. Beliau sangat bersahaja dalam hal pakaian, makanan dan kendaraan. Beliau tidak dikenal melakukan perkara-perkara makruh. Tujuannya yang paling besar adalah memenangkan Islam dan memporak-porandakan musuh-musuhnya yang jahat. Dalam hal itu beliau memeras otaknya sendiri bersama orang-orang yang beliau percaya, siang malam. Ini belum berbicara berbagai keutamaan, kelebihan, faedah dan keunikan yang beliau miliki. Beliau sangat menjaga sholat sesuai waktunya dengan berjamaah. Dikatakan bahwa beliau tidak pernah ketinggalan sholat berjamaah sejak bertahun-tahun sebelum beliau wafat, bahkan ketika sakit menjelang ajal. Beliau suka mendengar bacaan Al-Quran, hadits dan Ilmu. Beliau membiasakan diri mendengarkan hadits. Beliau adalah orang yang berhati lembut, mudah sekali menangis kalau mendengar sebuah hadits, beliau sangat mengagungkan syiar-syiar agama.” (Al-Bidayah wan Nihayah: juz XIII/ hal. 5)
[19] Kekalahan pasukan salib disebabkan beberapa faktor –setelah taufik dari Alloh SWT—, yang paling penting adalah:
1.  Umat mulai merasakan bahaya serangan salibis dengan melihat bagaimana kebiadaban, penghancuran, pembunuhan, pengusiran, pemaksaan, dan penghinaan yang dirasakan umat dari mereka.
2.  Ulama mau melaksanakan tugasnya untuk mengobarkan semangat jihad dan menanggung beban berat. Mereka juga mengingatkan umat mengenai kedudukan Al-Quds yang mulia dalam pandangan Islam, tentang keutamaan jihad dan mati syahid, serta menyadarkan mereka hakikat musuh dan bagaimana tabiat serangan mereka yang meluas.
3.  Para mujahidin mulai bergerak dengan sungguh-sungguh dalam menyatukan semua perjuangan melawan gempuran salib. Slogan mereka saat itu adalah: “Buanglah perbedaan pendapat di antara kita, mari kita bersatu di bawah bendera jihad melawan musuh kita yang bersatu padu.”
4.  Tampilnya Imaduddin Zanki sebagai komandan umum dari semua gerakan jihad melawan pasukan salib. Ini merupakan ganti yang tepat, yang mewakili lemahnya para penguasa dan kegagalan mereka dalam menjalankan politik dan misi militernya kala itu. Faktor utamanya adalah kesungguhan dan jihad yang beliau lakukan. Sebab beliau ini menggunakan semua energi yang ia miliki untuk menjalankan tujuan Islam, yaitu jihad melawan bangsa salibis.
5.  Munculnya Imam Sholahuddin Al-Ayyubi yang menyambung estafet perjalanan jihad. Beliau membentuk berbagai langkah, yang paling penting adalah meruntuhkan Daulah Fathimiyah yang beraliran syiah serta menyatukan kekuasaan dan kekuatan di Mesir.
6.  Mulai rapinya kondisi intern kaum muslimin, baik di Mesir maupun di Syam selama enam tahun (572 – 577 H), dan tidak memperluas daerah permusuhan dengan kaum salibis. Di saat yang sama, kemenangan demi kemenangan berhasil dicapai kaum muslimin, yang puncaknya adalah kekalahan musuh dalam perang Hithin tahun 582 H. Pasca perang Hithin, kota-kota dan benteng-benteng pasukan salib diserahkan satu persatu. Maka Imam Sholahuddin pun memutar haluan ke arah Al-Quds Asy-Syarif dan berhasil menaklukkannya setelah melakukan pengepungan beberapa saat. Dari sini, musuh kita dari kalangan Kristen paham betul –sebagaimana difahami juga oleh pimpinan kita, Sholahuddin— bahwa kunci penaklukan Al-Quds ada di Mesir. Artinya, menguasai Mesir sama dengan pembukaan paling penting yang tidak boleh ditinggalkan.” (Lihat: Al-Huruub Ash-Sholiibiyyah Bainal Maadhi wal Haadhir. Tulisan Abu Aiman Al-Hilali, di majalan Al-Anshor)
[20] Shofiyyurohman Al-Mubarokfuriy berkata, “Pada era di mana bangsa Arab meninggalkan kabilah-kabilahnya, ada satu marga dari suku Qodho‘ah pergi ke daerah ujung Syam dan tinggal di sana. (Selanjutnya mereka lebih dikenal sebagai marga Dhoja‘imah). Maka, bangsa Rum sengaja memperlakukan mereka dengan baik, agar orang daratan Arab tidak bersikap main-main, dan agar mereka mau menjadi cadangan kekuatan untuk melawan Persi. Akhirnya bangsa Rum mengangkat salah seorang dari mereka sebagai raja, dan tahta ini diwarisi secara turun temurun hingga beberapa tahun. Lama era mereka terhitung sejak awal abad ke dua masehi hingga penghujungnya. Kekuasaan mereka berakhir setelah kedatangan keluarga suku Ghossan, yang berhasil mengalahkan dan menguasai marga Dhoja‘imah. Lagi-lagi bangsa Rum mengangkat pendatang baru ini sebagai raja di daerah Arab Syam. Pusat pemerintahan mereka ada di kota Bashra. Suku Ghossan terus memegang tampuk kekuasaan di Syam dengan statusnya sebagai boneka raja-raja Romawi, sebelum akhirnya pecah perang Yarmuk tahun 13 H. Raja terakhir mereka menyerah kepada Islam, ini terjadi pada zaman kekhilafahan Amirul Mukminin Umar bin Khothob RA.” (Ar-Rokhiqul Makhtum: hal. 25)
[21] Ustadz Abdulloh An-Nufaisiy berkata, “Mereka yang mau merenungi fakta pemerintahan-pemerintahan yang sekarang berkuasa di negeri-negeri Islam, akan melihat sebuah kenyataan penting, yaitu: Pemerintahan ini tidak menerima tampuk kepemimpinan di negeri-negeri kaum muslimin secara asal-asalan. Tetapi merupakan kepanjangan tangan yang sudah diatur oleh penjajahan bangsa barat yang kafir. Jika kewajiban syar‘i yang harus kita laksanakan adalah memerangi kekuatan penjajah barat yang kafir sampai agama itu seluruhnya menjadi milik Alloh, maka merupakan hal yang sangat logis kalau kita perangi pemerintahan seperti ini, yang posisi sebenarnya dia adalah pasukan terdepan dari kekuatan penjajah barat yang kafir.” (Dari buku: Al-Islam wal Khuruj Alal Hukkam, bagian ke dua.)
[22] Asy-Syahid Al-Mujaddid, Abdulloh Azzam Rahimahulloh berkata, “Memeluk prinsip nasionalisme –baik arab atau non arab, seperti bangsa Kurdi atau Iran—adalah perbuatan kufur yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Siapa menganut prinsip nasionalisme, ia telah keluar dari Islam; sembelihannya tidak boleh dimakan, putrinya tidak boleh dinikahi, ketika meninggal tidak dimandikan, tidak dikafani serta tidak disholatkan, dan tidak boleh dikuburkan di pemakaman kaum muslimin, salamnya tidak perlu dijawab, dan tidak didoakan mendapat rahmat ketika sudah meninggal. Seorang pemuda nasionalis tidak boleh mewarisi ayahnya yang muslim, dan anak-anaknya yang muslim (tidak menganut faham nasionalis) juga tidak menjadi ahli warisnya. Jika seorang pemuda nasionalis menikah dengan wanita muslimah, maka statusnya adalah tercerai dan haram baginya, jika masih saja mengadakan hubungan, maka hubungan seksual antara mereka berdua adalah zina. Aurat wanita muslimah di hadapan wanita nasionalis sama hukumnya dengan ketika ia berada di hadapan laki-laki, kepalanya tidak boleh dibuka di hadapan wanita penganut faham nasionalis. Ketika seorang wanita menganut faham nasionalis padahal ia telah menikah dengan pria muslim, maka akad nikahnya batal.
Sebagian orang akan mengatakan: Bukankah sebagian mereka juga sholat dan bahkan tak jarang berpuasa?
Kami katakan: Sholat dan puasa tidak diterima jika diiringi dengan rusaknya akidah dan syirik.
Sebagian lagi akan mengatakan: Kebanyakan orang-orang partai itu masuk ke dalam partai karena ingin mengambil manfaat saja, yaitu berupa jabatan dan harta (bukan ingin kafir, pent.) sehingga mereka menerima partai.
Kami katakan: Kami memakai hukum-hukum yang kami ketahui berdasarkan yang nampak secara lahiriyah, kami menilai mereka sesuai yang keluar dari mulut mereka dengan menyerahkan isi hatinya kepada Alloh Azza wa Jalla. Yang penting, kaidah umumnya: Nasionalis itu kafir, pengecualiannya adalah pengecualian dari keumuman kaidah tadi, dan tidak ditetapkan kecuali dengan adanya dalil yang lebih kuat daripada kaidah asal. Artinya, ketika kita memastikan bahwa pemuda tidak suka dengan paham nasionalisme, ingin berhenti darinya dan dalam kenyataannya ia menentang penyebarannya, barulah kita hukumi dia sebagai muslim. Dan harus diketahui, bahwa orang-orang yang mengambil manfaat tadi itu adalah para penolong kekufuran, karena merekalah kekufuran menyebar luas, dan di atas pundak merekalah kekufuran itu berdiri tegak.
Golongan ketiga akan menyanggah: Sebagian mereka tidak tahu hukum syar‘i.
Jawaban kami: Orang yang tidak tahu harus diajari dan diterangkan hukum kepadanya. Kalau ia masih saja berada di atasnya, maka ia dihukumi kafir. Kalau ulama-ulama terpercaya agamanya sudah menulis berbagai makalah, atau buku yang berisi pengkafiran orang-orang nasionalis, maka ini sudah cukup dalam penyampaian hujjah, sejak saat itu ketidak tahuan tidak lagi menjadi udzur.” (Dari buku: Al-Qoumiyyah Al-Arobiyyah, tulisan Syaikh Abdulloh Azzam)
[23] Asy-Syahid Al-Mujaddid ‘Abdulloh Azzam Rohimahulloh berkata, “Komunisme menganut faham memerangi semua agama, terutama Islam. Adapun agama yahudi, tidak terkena imbas revolusi Bolshevisme (lambang palu arit), alasan Stalin kala itu: karena yahudi adalah bangsa teraniaya sehingga mereka perlu kepada agamanya untuk mengambil kembali haknya yang terampas!!
Mengenai pendapat mereka tentang agama-agama yang ada, Karl Marx berkata: “Agama adalah candu masyarakat.” “Tuhan tidak menciptakan makhluk bernama manusia, tetapi manusialah yang menciptakan tuhannya sendiri.”
Lenin berkata: “Agama adalah khayalan dan kebodohan.”
Stalin berkata: “Harus difahami bersama bahwa agama itu khayalan, pemikiran tuhan adalah khayalan dan keyakinan kami adalah anti tuhan.”
Berdasarkan prinsip-prinsip komunis tadi, maka setiap orang komunis adalah kafir dan keluar dari Islam –walaupun ia sholat terus atau sesekali—. Ia tidak boleh dinikahkan dengan wanita muslimah. Jika ia menikah dengan wanita muslimah, nikahnya adalah zina, anaknya adalah anak zina, sembelihannya tidak boleh dimakan, jika mati tidak dikafani, tidak disholatkan dan tidak dikuburkan di pemakaman kaum muslimin. Anak-anaknya yang Islam tidak boleh mewarisi hartanya, karena dua pemeluk agama yang berbeda tidak boleh saling mewarisi. Demikian juga, wanita komunis tidak boleh dinikahi lelaki muslim, kalau masih saja dinikahi maka akadnya batal dan mendekatinya adalah zina. Inilah fatwa seluruh ulama zaman sekarang dan fatwa dari seluruh Syaikhul Azhar. Di antaranya adalah fatwa Husnain Makhluf, Muhammad Al-Bakhit, Abdul Halim Mahmud/ lihat fatwa tentang komunisme dari Syaikh Abdul Halim Mahmud.” (Dari kitab As-Surthon Al-Ahmar tulisan Syaikh Abdulloh Azzam)
[24] Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata, “Ketahuilah, kata-kata busuk ini (Demokrasi) berasal dari bahasa yunani, bukan arab. Singkatan dari dua kata yang digabung: “Demos” dan “Kratos” yang artinya hukum, kekuasaan, atau hak membuat undang-undang. Maknanya, demokrasi secara arti kata adalah kekuasaan rakyat, kepemimpinan rakyat, atau hak membuat undang-undang oleh rakyat.
Maka dari itu, demokrasi adalah kekufuran kepada Alloh yang Mahaagung, kesyirikan terhadap tuhan langit dan bumi, serta bertentangan dengan ajaran tauhid dan agama para rosul. Sebab kekufurannya sangatlah banyak, di antaranya: demokrasi adalah pembuatan undang-undang berdasarkan suara mayoritas, berhukum kepada thoghut dan bukan kepada hukum Alloh Ta‘ala. Kedua, demokrasi adalah hukum suara terbanyak atau hukum thoghut berdasarkan undang-undang dasar, bukan berdasarkan kepada syariat Alloh Ta‘ala. Ketiga, demokrasi adalah buah sekulerisme yang kotor dan dibangun bukan atas landasan syar‘i.
Oleh karena itu, wahai saudaraku dalam tauhid, demokrasi adalah agama yang berbeda dengan agama Alloh Ta‘ala, ia adalah hukum thoghut dan bukan hukum Alloh Ta‘ala, ia adalah syariat tuhan-tuhan yang bermacam-macam dan bukan syariat Alloh yang Mahaesa lagi Mahaperkasa. Kalau ada hamba yang menerima dan sepakat di atasnya, pada hakikatnya telah menerima dirinya diserahi hak membuat syariat berdasarkan undang-undang dasar, dan rela undang-undang yang ia buat di kedepankan daripada syariat Alloh yang Mahaesa lagi Mahaperkasa.”
(Kitab: Ad-Dimuqrothiyah Diinun)
[25] Dalam teks arabnya tertulis kata-kata Jawwadz. Ibnu Hajar berkata: Jawwadz adalah yang banyak daging di tubuhnya dan sombong dalam berjalan, ini menurut Al-Khithobiy. Ibnu Faris berkata, “Jawwadz adalah yang banyak makan.” Ada juga yang mengatakan: Orang yang jahat.” (Fathul Bari (VIII/ 663)
[26] Syaikh Abu Qotadah Al-Filashthini –Umar bin Mahmud Abu Umar—berkata: “Orang-orang dulu menganggap kekejaman pasukan Tartar sebagai contoh. Akan tetapi, sebandingkah kekejaman Tartar ini dengan kebiadaban berdarah Saddam Husain? Sebandingkah kezaliman orang-orang kafir terhadap kaum muslimin dalam sejarah dengan kekafiran dan kezaliman yang dilakukan Qadhafi? Kebusukan yahudi, sebandingkah dengan kebusukan Raja Husain? Penyiksaan kaum Nazi, apakah sama dengan penyiksaan di penjara-penjara Mesir? Apakah kekuasaan Kristen di Lebanon sebanding dengan berkuasanya kaum Nushoiriyyin di Suriah? Pernahkah dalam sejarah manusia muncul sebuah sistem pemerintahan seperti pemerintahan keluarga Saud? Yang di sana tidak ada ikatan apapun antara penguasa dan rakyat, penguasa punya segala hal sedangkan rakyat adalah budak dan pelayannya? Aliran kejahatan dan kekufuran apakah yang sebenarnya mengalir dalam darah mereka? Kekufuran yang tidak ada lagi kekufuran setelahnya, kejahatan yang tidak ada kejahatan lagi di belakangnya
Demi Alloh, kalau ada orang muslim yang berfikir sejenak saja bahwa dalam diri mereka ada kemungkinan berbuat baik, ia pasti akan kebingungan. Kalau ada yang lain berfikir bahwa jalan menghentikan mereka bukanlah dengan pedang, pasti ia akan bingung. Tidak ada gunanya memperlakukan penguasa dan golongannya tersebut selain harus dilumat sampai habis.” (Baina Manhajain: hal. 91)
[27] Asy-Syahid Sayyid Qutb berkata dalam menafsirkan ayat ini: “Itu berarti tawar menawar dan bertemu di tengah jalan sebagaimana yang mereka lakukan ketika berdagang. Padahal perbedaan antara keyakinan dan perdagangan sangatlah jauh. Orang yang memiliki akidah mantab tidak akan sedikitpun meninggalkan sebagiannya, karena perkara kecil dalam urusan akidah adalah besar, bahkan dalam akidah tidak ada istilah kecil besar, ia adalah hakikat yang satu, yang bagian-bagiannya saling melengkapi, pemiliknya tidak akan menggantungkannya kepada orang lain, dan tidak akan meninggalkannya sampai kapanpun. Dan Islam tidak akan mungkin bertemu dengan kejahiliyahan di persimpangan jalan, atau di jalan manapun. Inilah kondisi Islam bersama jahiliyah di setiap zaman dan tempat, baik jahiliyah kemarin, hari ini, atau esok; semuanya sama. Sesungguhnya jurang pemisah antara kejahiliyahan dan Islam tidak mungkin bisa diseberangi, dan tidak bisa dibangun jembatan di atasnya, tidak ada istilah saling membagi dan berhubungan, yang ada hanyalah saling serang secara total yang tidak mungkin bisa dipertemukan.” (Fii Dzilaalil Quran: hal. 3658)
[28] Raja Fahd bin Abdul Aziz keluarga “Salul”, berkata dalam pidatonya tanggal 18 Muharrom 1411 H, mengumumkan dimulainya penjajahan bangsa Salib secara terang-terangan di negeri Haramain: “Saudara-saudara sekalian, peristiwa menyedihkan itu –yakni perang Kuwait—mengakibatkan Irak berbuat lebih jauh dengan menyusun kekuatan besar di daerah-daerah perbatasan Arab Saudi. Menghadapi kenyataan pahit ini, dan berangkat dari tanggung jawab besar kerajaan Saudi untuk menyelamatkan tanah airnya dan menjaga penopang-penopang daerah dan perekonomiannya, maka Kerajaan Arab Saudi menyatakan keinginannya untuk masuk dalam anggota militer negara-negara Arab yang masih saudara dan militer lain yang masih berteman. Sebagaimana Amerika, Inggris dan negara-negara lain yang memutuskan untuk mengadakan hubungan pertemanan antara pemerintahan Saudi dengan mereka. Dengan mengirim armada angkatan udara dan darat untuk membantu angkatan bersenjata Saudi dalam melaksanakan kewajibannya membela tanah air dan penduduknya melawan kedzaliman.” (Program Politik Kerajaan Saudi dalam 100 tahun: hal. 749 – 750)
[29] Syaikh Asy-Syahid Yusuf Al-‘Uyairi Rahimahulloh berkata tentang thoghut Saddam dan pemerintahannya: “Pemerintahannya adalah pemerintahan yang dibantu Amerika ketika ia meraih kekuasaan dengan cara kudeta. Ia juga dibantu Amerika dan negara-negara di kawasan Teluk ketika memerangi Iran. Setelah ia mulai kuat dan Amerika khawatir akan membahayakan, Amerika membujuknya untuk menyerang Kuwait. Saddam sendiri mengira bahwa Amerika tidak akan campur tangan dalam hal itu sebagaimana disinggung oleh duta Amerika di Baghdad seminggu sebelum agresi ke Kuwait di mulai. Akhirnya ia berani dan memutuskan untuk melancarkan agresi setelah mendapat lampu hijau dari Amerika. Maka si dungu ini melahap hidangannya, sementara Amerika tetaplah tidak mengenal janji dan sumpah. Tak lama, keadaan berubah merugikannya dan ia terpaksa mereguk racun, terpaksa Irak harus berhadapan dengan Amerika selama beberapa puluh tahun, walaupun akhirnya kalah. Demikian juga halnya dengan negara-negara arab, mereka akan melewati fase yang sama dengan pemerintahan Saddam. Ia akan berjalan sesuai keinginan Amerika, itu adalah jalan yang tidak ada pilihan lain selain itu.” (Mustaqbalul Iroq wal Jaziroh Al-‘Arobiyyah, disusun oleh Markaz Ad-Dirosat)
[30] Nilai kerugian dalam perang Irak-Iran (1400 – 1408 H) secara global mencapai sekitar 500 milyar dolar. 289 milyar adalah kerugian Iran, dan 220 milyar sisanya adalah kerugian di fihak Irak. Ditambah lagi 450.000 korban terbunuh, dan berlipat-lipat dari jumlah ini yang menderita luka-luka dan cacat. Kemudian kerugian dari sumber-sumber minyak dan ekonomi mencapai angka 500 milyar dollar untuk kedua negara. Dengan demikian, harta yang sudah digunakan dalam perang ini secara umum mencapai 1000 milyar dollar (1 trilyun dollar)
[31] Para ulama berkata: “Setiap muslim harus tahu,bahwa masuk di bawah bendera Kristen yang kafir dan berperang bersama mereka, membantu mereka dengan bantuan berupa apapun, seperti ikut berperang atau yang lain, atau menjadi kekuatan yang mendukung mereka,atau mengamankan jalur bantuan dan jalur logistik, makanan dan minuman untuk mereka, atau mengantar mereka dari satu tempat ke tempat lain, atau memberi fasilitas kepada mereka dalam hal itu, atau menjaga mereka, atau ikut mengukur bangunan-bangunan yang akan mereka dirikan, atau mengirim isyarat dan membangun jaringan telekomunikasi, atau perbuatan lain yang bersifat membantu jalannya operasi perang, atau ikut memberikan ide, atau bantuan lain berupa apapun, maka ia telah kafir kepaa Alloh yang Mahaagung serta melakukan salah satu pembatal keimanan yang telah disepakati berdasarkan ijma‘.” (Sumber: Penjelasan beberapa syaikh; Ali Al-Khudhair, Nashir Al-Fahd, dan Ahmad Al-Kholidi)
[32] Tuntutan pertama dalam perjanjian itu adalah menghapus kabinet Pemerintahan Irak yang dulu serta menempatkannya di tempat yang dipilih berdasarkan perjanjian ini dengan tetap memberikan jaminan-jaminan internasional kepadanya. Kemudian memposisikan Irak di bawah kendali PBB dan Persatuan Liga Arab. Dan Majelis Kerjasama Negara Teluk akhirnya menyetujui tuntutan itu.
Dalam koran Al-Wathon di Qatar (Edisi 3/3/2003) memuat: “Berbagai surat kabar di Emirat Arab menegaskan bahwa negara Uni Emirat Arab dengan penuh keberanian melontarkan apa yang oleh orang lain tidak berani dilakukan, dengan menyebutnya sebagai “Tuntutan berani dan bijak”. Di antaranya, surat kabar Akhbarul ‘Arab yang menyatakan bahwa tuntutan ini dinyatakan secara terang-terangan di mana orang lain takut mengatakannya.” Kantor berita Al-Imarot mengomentari tentang Abdulloh bin Zayid: “Semua sepakat bahwa Saddam Husain harus meninggalkan Irak, akan tetapi tidak ada seorangpun pemimpin Arab yang seberani Syaikh Zayid.”
Menteri Luar Negeri Qatar, Hamd bin Jasim menyatakan dalam jumpa pers terakhir dalam acara pertemuan menteri-menteri luar negeri anggota Majelis Kerjasama Negara Teluk, tanggal 30/12/1423 H: “Negara-negara Teluk mendukung sepenuhnya tuntutan Syaikh Zayid, dan menganggap itu adalah tugas yang sangat penting.”

[33] Raja Fahd bin Abdul Aziz keluarga “Salul” mengatakan dalam pidato yang ia sampaikan untuk mengumumkan kerja sama dengan militer salib (sebelumnya sudah kita nukil sebagian, pada foot note 28), “…kami tegaskan kembali bahwa program ini tidak untuk menyerang siapapun, tapi semata-mata untuk membela diri karena dipaksa oleh kondisi genting yang dihadapi kerajaan Arab Saudi. Dan yang perlu kami terangkan di sini, bahwa angkatan bersenjata yang akan ikut dalam latihan bersama dengan tentara Saudi hanya tinggal di sini buat sementara. Mereka akan segera angkat kaki ketika Kerajaan menghendaki.” (Lihat: Peta Politik Luar Negeri Kerajaan Saudi dalam 100 tahun hal. 749 – 750, keluaran Kementerian Luar Negeri Arab Saudi)
[34] Dalam buku berjudul Amaliyah Syarqi Ar-Riyadh wa Harbuna ma‘a Amrika wa umalaa’iha (Operasi Jihad Di Riyadh Timur Dan Perang Kami Melawan Amerika Dan Antek-Anteknya) seri IV terbitan Markaz Dirosat: “Pada tanggal 11 Robiul Awal 1424 H, sekelompok pemuda Islam keluar dan menyerang pemukiman orang-orang salib di Riyadh bagian timur, dalam sebuah operasi khusus. Akibatnya, para pejabat tinggi Amerika dipaksa mengakui bahwa operasi ini sekelas dengan operasi Commandos, yang dilakukan dengan perencanaan sangat detail. Serangan itu mengenai tiga pemukiman Amerika sekaligusi: Pertama, Perumahan Vinil Amerika yang bergerak dalam dunia intelegent, sebuah perusahaan intelegent terbesar di dunia. Kedua, perumahan Al-Hamro di Ghornathoh. Dan ketiga, Pemukiman Jadawil.
Alhamdulillah, amaliyah ini berhasil membuat kerugian sangat besar dalam tubuh kaum salib dan memporak-porandakan rencana para pejabat tinggi Amerika. Amerika sudah diingatkan bahwa mereka tidak akan mimpi mengecap rasa aman sebelum kaum muslimin merasakannya secara nyata di Palestina, dan sampai semua pasukan salib keluar dari tanah Muhammad SAW.”
[35] Asy-Syahid Syaikh Yusuf Al-‘Uyairi berkata: “Setiap kali campur tangan zionis-salibis meningkat di kawasan, akan meningkat pula pernyataan permusuhan pemerintah terhadap apa saja yang berbau Islam dan keluar dari keinginan mereka. Masuk akalkah kalau mayoritas penghuni tahanan di negeri-negeri Islam sendiri adalah orang-orang Islam yang berjihad dan komitmen beragama? Masuk akalkah jika jihad dianggap sebagai sebuah tindak kejahatan yang pelakunya akan menerima perlakuan kejam dari penguasa? Sampai terbayangkah dalam benak kita kalau pemerintah itu menyerahkan rakyatnya sendiri kepada kaum salibis? Perhitungan sederhana bagi mereka yang merasakan pedihnya penjara negara-negara Islam, akan menyimpulkan bahwa musuh pertama dari pemerintahannya adalah jihad dan mujahidin, serta siapa saja yang menyatakan kebenaran apa adanya, tidak takut karena Alloh terhadap celaan orang yang mencela. Mereka akan diboikot, ditangkap, diasingkan, atau diserahkan kepada kaum salib. Sungguh, ini terlanjur menjadi jalan yang kuno tapi diikuti. Apa yang dilakukan Jamal Abden Nasher dan penguasa lain di zamannya terhadap umat Islam tidak tersembunyi bagi siapapun. Jamal pun mampus tetapi di dalam umat ini ada 1000 Jamal lain yang lebih bengis. Hari ini, kejahatan Jamal gaya baru semakin menjadi-jadi dengan berbagai bentuk dan namanya, ketika mereka melihat bangsa salib meneriaki mereka, mereka langsung bermanis muka dengan mereka agar mereka simpati, kondisi terbaik mereka adalah seperti yang dikatakan: “…kami khawatir tertimpa musibah…” (QS. Al-Maidah: 52), sebagian lagi seperti dalam firman Alloh: “Tidakkah engkau perhatikan orang-orang munafik yang mengatakan kepada saudara-saudaranya, yaitu orang kafir dari ahli kitab: Kalau kalian keluar berperang, kami akan turut berperang bersama kalian, dan kami tidak akan mentaati siapapun untuk mencelakakan kalian, dan kalau kalian diperangi kami pasti akan membantu kalian. Dan Alloh bersaksi bahwa mereka itu benar-benar dusta.” (QS. Al-Hasyr: 11). Duh, kasihan sekali umat ini, mereka dipimpin oleh orang-orang yang paling jahat dan kafir.” (Masa depan Irak dan Jazirah Arab, diterbitkan oleh Markaz Ad-Dirosat)
[36] Syaikh Imam Ayman Adz-Dzowahiri pernah ditanya: “Apa pendapat Anda mengenai demokrasi? Bagaimana hukum orang Islam yang menggunakannya dan menggunakan bagian demokrasi yang sejalan dengan hukum Islam, serta menganggapnya sebagai prinsip syuro?” beliau menjawab:
“Untuk pertanyaan pertama, demokrasi tidaklah bersesuaian dengan akidah tauhid. Karena demokrasi mengajak untuk menjadikan mayoritas suara sebagai penentu hukum, sementara kita mengajak untuk menjalankan syariat atas dasar mengesakan Alloh dalam hal menentukan hukum. Dan yang kami katakan ini adalah ijma‘ (kesepakatan) ulama kaum muslimin, tanpa ada perbedaan. Sedangkan orang Islam yang menggunakan sistem demokrasi, hendaknya ia benahi kembali tauhidnya dan hendaknya berlepas diri dari apa yang selama ini ia lakukan.
Mengenai pertanyaan kedua, itu dibangun di atas landasan yang keliru. Tidak ada dalam ajaran demokrasi yang mirip dengan syuro. Syuro adalah sistem Islam yang dijalankan oleh sebuah jamaah muslim yang dipilih imamnya. Jamaah ini mengawasi perjalanan para pemimpin dengan membiasakan amar makruf nahi munkar. Dan dengan ciri ini, syuro adalah bagian paling penting dalam sistem Islam. Dan tidak mungkin bisa dipisahkan darinya, dan tidak bisa digunakan pada selain sistem Islam. Syuro sendiri memiliki hukum-hukum terperinci yang bukan kita bahas di sini. Yang jelas prinsip tersebut bersebrangan dengan sistem apapun selain Islam. Sebagai contoh, bagaimana kita hendak terapkan prinsip: “Tidak ada ijtihad ketika ada nash,” dalam sistem selain Islam? Bagaimana kita akan menerapkan sistem “Kelayakan syar‘i” terhadap para penguasa, pimpinan dan dewan pertimbangan serta anggota majelis musyawarah pada sistem selain Islam?” (Al-Kalimah Al-Mamnu‘ah, terbitan Al-Maktab Al-I‘lamiy li Jama‘atil Jihad, Muharrom 1417 H)
[37] Spanyol ditaklukan oleh Thoriq bin Ziyad dan Musa bin Nashir –semoga Alloh merahmati beliau berdua—pada tahun 92 H. Spanyol secara turun temurun berganti negara dan raja yang menggunakan sistem Islam sebelum akhirnya kerajaan Ghornathoh (yang merupakan negara Islam terakhir di Andalusia) runtuh pada tahun 897 H di tangan para penyembah salib.
[38] Spanyol (dulu Andalusia) menduduki peringkat ke 12 dari negara-negara terkaya di dunia. Di mana satu tahun (tahun 2004) omset kekayaannya mencapai 109 juta dollar Amerika. Sementara Saudi –yang merupakan negara arab terkaya—hanya menduduki peringkat ke 21. Omset kekayaannya mencapai 56 juta dollar, yang berarti hanya separo omzet Spanyol, padahal ia tidak memiliki sumber-sumber kekayaan alam seperti yang ada di kawasan yang dikuasai Saudi.
[39] Ibnu Hajar berkata: “Jika dalam diri penguasa terjadi kekafiran yang nyata, maka ia tidak boleh ditaati dalam hal itu. Tapi harus berjihad melawannya, bagi yang mampu.” (Fathul Bârî : juz VII hal. 13). Al-Qodhiy ‘Iyadh berkata, “Para ulama sepakat bahwa Imamah (kepemimpinan) tidak diberikan kepada orang kafir, dan jika seorang penguasa tiba-tiba melakukan kekufuran, maka ia harus dicopot.” (Syarah Muslim: XII/ hal. 229)
[40] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Wajib melakukan persiapan (I‘dad) untuk berjihad dengan menyiapkan kekuatan dan tali-tali kuda ketika jihad belum bisa dilakukan karena kondisi lemah. Sebab, kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna kecuali dengan sebuah sarana, maka sarana itu wajib hukumnya untuk diadakan.” (Al-Fatawa: 28/ 259)
[41] Ia berasal dari suku Tho’i, seorang dermawan putra seorang dermawan yang masyhur kedermawanannya. Ia datang sebagai duta kepada Nabi SAW pada bulan Sya‘ban tahun 7 H. Ketika bangsa arab banyak yang murtad, ia dan kaumnya tetap teguh memegang Islam. Zakat pertama yang dibayarkan kepada Abu Bakar adalah zakat dia dan kaumnya. Ia ikut dalam penaklukan Madain dan peperangan-peperangannya. Pada waktu perang Jamal, matanya tercungkil. Dalam masalah kedermawanan, ia memiliki kisah-kisah yang cukup masyhur. Ia hidup selama 120 tahun dan wafat tahun 68 H. (Ithaful Kirom, Al-Mubarokfuriy: hal. 401)
[42] Asy-Syahid Sayyid Qutb Rahimahulloh ketika  menafsirkan ayat ini berkata: “Ibadah adalah mengikuti syariat –berdasarkan nash Al-Quran dan tafsiran Rosululloh SAW—. Kaum yahudi dan nashrani tidak mengangkat pendeta dan para rahibnya sebagai tuhan dalam arti meyakini ketuhanan mereka atau mempersembahkan simbol-simbol ibadah kepada mereka, tetapi dalam ayat ini Alloh menghukumi mereka telah menyekutukan-Nya, dan menghukumi kafir pada ayat selanjutnya, hanya semata-mata mereka menerima syariat dari para rahib dan pendeta itu kemudian mentaati serta mengikutinya. Perbuatan ini saja –tanpa keyakinan dan syariat—sudah cukup untuk menghukumi pelakunya sebagai orang yang musyrik (mensekutukan) Alloh, yang mengeluarkan dia dari barisan orang-orang beriman menuju barisan orang-orang kafir. Kesyirikan kepada Alloh terjadi hanya dengan memberikan hak tasyri‘ (membuat undang-undang) kepada selain-Nya, walaupun tidak dibarengi syirik dalam keyakinan bahwa yang membuat syariat tersebut adalah tuhan, ataupun mempersembahkan simbol-simbol ibadah kepadanya.” (Fi Dzilalil Quran: hal. 1642)
[43] Al-Imam Abdurrohman bin Hasan berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa mentaati para ulama dan pendeta dalam rangka bermaksiat kepada Alloh sama artinya mengibadahi mereka selain Alloh, dan termasuk syirik akbar yang tidak Alloh ampuni. Dan ini sudah banyak terjadi di tengah-tengah manusia terhadap orang yang mereka ikuti, karena mereka tidak mau melihat dalil jika orang yang diikuti menyelisihinya. Ini termasuk syirik. Adapun mentaati dan mengikuti para pemimpin dalam perkara yang menyelisihi syariat Alloh dan rosul-Nya, maka merupakan perkara yang sudah melanda umat sejak dulu maupun sekarang, sejak masa kebanyakan penguasa setelah Khulafaur Rosyidin dan seterusnya.”(Fathul Majid Bi Syarhi Kitabit Tauhid: 405 – 406)
[44] Al-Imam Hamud bin ‘Uqla’ Asy-Syuaibiy Rahimahulloh berkata: “Sebagaimana orang yang berhukum kepada undang-undang positif adalah kafir, maka pembuat undang-undang inipun sama kafirnya. Sebab perbuatan dia membuat undang-undang untuk manusia telah menjadikan dirinya sebagai sekutu bagi Alloh SWT dalam hal tasyri‘ (membuat undang-undang), Alloh berfirman: “Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan dari agama yang tidak diizinkan Alloh?” (QS. Asy-Syuro: 21)
“Dan tidak ada yang mensekutukan dalam hukum-Alloh seorangpun.” (QS. Al-Kahfi: 26)
“Mereka mengangkat rahib dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan selain Alloh…” (QS. At-Taubah: 31). Oleh karena itu, ketika Adiy bin Hatim mendengar ayat ini, ia berkata: “Wahai Rosululloh, kami tidak menyembah mereka,” Rosululloh SAW bersabda, “Bukankah mereka mengharamkan apa yang Alloh halalkan lalu kalian ikut mengharamkannya, dan menghalalkan apa yang Alloh haramkan kemudian kalian menghalalkannya?” Adiy berkata: “Benar,” Beliau bersabda, “Itulah ibadah mereka.”
Dari ayat mulia dan hadits Adiy bin Hatim ini, jelaslah bahwa menghalalkan dan mengharamkan dalam urusan tasyri‘ adalah hak khusus bagi Alloh SWT. Maka siapa saja yang menghalalkan atau mengharamkan atau membuat aturan yang menyelisihi syariat Alloh, berarti ia menjadi sekutu Alloh dalam hal-hal yang menjadi kekhususan-Nya.” (Fatwa fit Tahakum ilal Qowanin Al-Wadh‘iyyah: 10/2/1422 H)
[45] Abdurrohman bin Sa‘di Rahimahulloh berkata tentang makna dan konsekwensinya kalimat tauhid: “Harus ada keyakinan mengenai wajibnya beribadah kepada Alloh saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya, mengikrarkannya dengan hati dan lisan,  dan melaksanakan ibadah kepada Alloh saja, dilandasi rasa taat dan tunduk kepada Alloh. Dan harus ada sikap baro’ (berlepas diri) dari perkara yang membatalkannya, baik keyakinan, perkataan, maupun perbuatan. Tauhid tidak akan sempurna selain dengan mencintai, loyal, dan menolong orang-orang yang mentauhidkan Alloh, dan membenci serta memusuhi orang-orang kafir dan syirik. Dalam hal ini, kata-kata atau dakwaan kosong saja tidak cukup, sebab urusan-urusan ini adalah konsekwensi, ketika satu di antaranya tidak ada maka semuanya hilang.” (Al-Qoulus Sadid Fi Maqoshidit Tauhid: hal. 33 – 34)
[46] RPG adalah senjata pelontar yang ditembakkan dari atas pundak. Biasanya dipakai untuk merontokkan alat- alat militer. Pertama kali diuji cobakan pasca perang dunia ke II. Setelah itu  Rusia mengembangkannya tahun 1959. Senjata ini memiliki kelayakan dan reaksi cukup besar, karena ia memiliki kelebihan yang jarang dimiliki jenis senjata lain. Hingga hari ini, RPG merupakan salah satu senjata pelontar ringan yang paling banyak tersebar di seluruh dunia, dan digunakan oleh pasukan yang menggunakan senjata produksi negara timur. Senjata ini banyak digunakan dalam sebagian besar operasi militer yang dilancarkan oleh pasukan Arab dan Palestina ketika melawan yahudi tahun 1973, sampai mampu menimbulkan efek begitu besar dalam menghancurkan tank-tank dan peralatan-peralatan tempur yahudi. Ia juga banyak dipakai dalam pertempuran di Afghanistan ketika melawan Rusia. Senjata ini diproduki di beberapa negara, di antaranya adalah Russia, China, Mesir dan Iran.
(Lihat Majalah Al-Battar, edisi 11 dan seterusnya)
[47] Beliau adalah salah satu pakar hadits, Abu Dawud bin Al-Asy‘ats bin Ishaq Al-Azdiy As-Sajistaniy (atau As-Sijistaniy), penulis kitab Sunan Abi Dawud. Lahir tahun 202 H, wafat hari Jumat pertengahan Syawal, tahun 275 H. Sangat mahir dalam penulisan hadits, sampai ada yang mengatakan: “Hadits dilunakkan untuk Abu Dawud, sebagaimana besi dilunakkan untuk Nabi Dawud.” Beliau berkata: “Aku telah menulis hadits dari Nabi SAW sebanyak 500.000 hadits, kemudian aku pilih di antaranya sebagai isi kitab As-Sunan (Sunan Abi Dawud).” (Ithaful Kirom, Al-Mubarokfuriy: hal. 461)
[48] Ia termasuk shahabat paling zuhud dan wadah ilmu. Masuk Islam ketika masih kecil di Mekkah, setelah itu ikut hijrah ke Madinah. Peperangan pertama yang ia ikuti adalah perang Khondaq. Wafat di Mekkah tahun 73 H, dan dimakamkan di Thuwa. (Ithaful Kirom tulisan Al-Mubarokfuri: hal. 11)
[49] Khalifah Ar-Rosyidun kedua, jarang ditemukan orang seperti beliau dalam sejarah. Ia penuhi berbagai penjuru dunia dengan kekuasaan, keadilan dan penaklukan. Beliau adalah duta Quraisy ketika jahiliyah. Masuk Islam pada bulan Dzul Hijjah tahun ke-enam kenabian. Mengikuti semua peperangan bersama Nabi. Beliau mencatat berbagai peperangan dan penaklukan di Irak, Persi, Syam, Mesir, dan yang lain. Beliau dibunuh oleh Abu Lu’lu’ah, budak dari Al-Mughiroh bin Syu‘bah, akhirnya beliau wafat sebagai syahid pada bulan Muharrom tahun 24 H. (Ithaful Kirom, Al-Mubarokfuriy: hal. 26)
[50] Beliau adalah Abu Ubaidah, Amir bin Jarroh bin Hilal Al-Qurosyi Al-Fihriy. Satu dari sepuluh shahabat yang mendapat kabar gembira masuk surga. Masuk Islam di awal-awal dan ikut dalam hijrah kedua ke Habasyah. Ikut dalam perang Badar dan semua peperangan bersama Nabi. Beliaulah yang mengeluarkan dua besi yang menusuk dua pipi Rosululloh SAW dengan menggunakan mulutnya sampai gigi-gigi depannya tanggal. Beliau memimpin pasukan Islam ketika penaklukan Syam, beliau wafat karena terkena penyakit Tho‘un yang melanda daerah ‘Awash, tahun 18 H, dalam usia 58 tahun. (Ithaful Kirom, Al-Mubarokfuri: hal. 283)
[51] Hakim meriwayatkan dari jalur Ibnu Syihab, ia berkata: Umar bin Khothob keluar ke Syam, ketika itu di tengah-tengah kami ada Abu Ubaidah bin Jarroh. Kemudian orang-orangpun datang ke sebuah genangan air ketika Umar masih berada di atas untanya. Kemudian beliau turun dan melepas kedua terompahnya serta mengalungkannya di leher. Setelah itu, beliau memegang tali untanya dan berjalan pada genangan air tersebut. Kontan Abu Ubaidah berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Anda melakukan ini?! Anda lepas terompah dan mengalungkannya di leher, kemudian Anda menuntun unta ada di genangan air? Padahal penduduk negeri ini menganggap Anda sebagai orang mulia.” Maka Umar menjawab, “Duh, kalau saja bukan engkau yang mengatakannya wahai Abu Ubaidah, engkau telah merugikan umat Muhammad SAW dengan kata-kata itu. Dulu kita adalah kaum paling hina, lalu Alloh muliakan kita dengan Islam. Maka kalau kita mencari harga diri pada selain apa yang Alloh muliakan kita dengannya, Allohpun akan hinakan kita.”
[52] Rosululloh SAW bersabda, “Maukah kutunjukkan kepadamu tentang pokok segala urusan, tiang dan puncaknya? Adapun pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat, dan puncak tertingginya adalah jihad di jalan Alloh.”
Ibnu Rojab Al-Hanbali Rahimahulloh berkata ketika menerangkan hadits ini: “Adapun Dzirwatu sanam, artinya adalah puncaknya yang paling tinggi, yaitu jihad. Ini menunjukkan bahwa jihad adalah amalan terbaik setelah amalan-amalan wajib, sebagaimana dikatakan Imam Ahmad dan ulama yang lain. Hadits-hadits yang semakna dengan ini sangatlah banyak.” (Jami‘ul ‘Ulum wal Hikam: hal. 247)
[53] Sebagai tambahan referensi mengenai kotornya sejarah Amerika, silahkan merujuk kitab berjudul: Allohu Akbar, Khorobat Amriika, tulisan Syaikh Abu Jandal Al-Azdi.
[54] Tentang masalah tatarrus (kaum muslimin yang jadi tameng musuh, pent.), Syaikh Ayman Adz-Dzowahiriy membahasnya secara terperinci dalam bukunya: Syifa’u Shuduuril Mukminin. Setelah menukil perkataan para ulama, beliau berkata: “Para mujahidin harus terus melakukan peringatan kepada kaum muslimin yang masih berbaur dengan para thoghut dan pembantunya, dan para majikannya, yaitu yahudi dan Amerika; agar menjauh dari tempat tinggal, perkantoran, rumah dan perkumpulan mereka. Kecuali peringatan tersebut berdampak kepada terbukanya rahasia mujahidin dan menimbulkan kerugian pada mereka. Dan tidak diragukan bahwa orang-orang Islam yang bercampur dengan orang-orang kafir dan murtad serta para pembantu mereka itu harga dirinya tidak lebih mahal daripada orang Islam yang dipaksa menjadi tameng, yang mana para ulama membolehkan menembak orang kafir yang bertameng dengan mereka. Adapun kaum muslimin yang terbunuh dari mereka –yakni yang bercampur dengan orang kafir— maka ada kewajiban membayar kaffaroh dan diyat, jika mujahidin tahu dia orang Islam. Pembayaran diyat bisa ditunda sampai ada dana lebih dari keperluan jihad. Dan orang-orang yang terbunuh dalam serangan atau peledakan seperti ini, menurut kami adalah syuhada. Kami menilai mereka seperti yang dikatakan seorang ulama mujahid, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh: “Kalau orang-orang Islam itu terbunuh, status mereka adalah syuhada. Dan jihad yang hukumnya sudah wajib tidak boleh ditinggalkan hanya karena akan adanya orang yang terbunuh sebagai syahid.” [Al-Fatawaa: 28/ 547].” (Dari kitab: Syifaa’ Shuduuril Mukminin, Maret 1996)
[55] Dari qashidah berjudul Washiyatu Laaji’ karya penyair Hasyim Ar-Rifa‘i.
[56] Sampai di sini berakhir sudah khutbah Syaikh Mujahid Usamah bin Ladin –hafidzahulloh—, buku ini adalah pemindahan dari kaset rekaman langsung dari beliau ke dalam tulisan. Khutbah dengan rekaman suara Syaikh Usamah bin Ladin ini bisa di down load di link: Shouthiyyat, dalam situs Mimbar Tauhid wal Jihad (www.tawhed.ws), dengan judul: “Ya Ummatal Islam.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar