Selasa, 31 Agustus 2010

MILLAH IBROHIM ( Bab II )

 

”Jangan terburu-buru wahai penduduk Yatsrib! Sesungguhnya membawa keluar beliau pada hari ini artinya adalah memisahkan diri dari seluruh bangsa Arab, membunuh para pemuka kalian dan kalian akan diacungkan pedang dari berbagai penjuru. Jika kalian sabar untuk itu maka bawalah dia dan kalian akan mendapat pahala dari Alloh, namun jika kalian takut maka tinggalkanlah dia dan katakanlah kepadanya dengan terus terang karena hal itu lebih ringan bagi kalian di sisi Alloh”
(As’ad bin Zarooroh)


PEMBAHASAN KEDUA

Oval: 26            Dan ketahuilah --- semoga Alloh ta’aalaa mengokohkan kita di atas jalan yang lurus --- bahwasanya baroo-ah dan permusuhan yang harus ditampakkan dan ditunjukkan kepada orang-orang kafir dan sesembahan mereka sesuai dengan millah Ibrohim itu akan menuntut banyak pengorbanan…..
            Maka janganlah ada yang mengira bahwa jalan ini penuh dengan bunga-bunga dan wewangian, atau dengan santai dan kenikmatan. Namun, demi Alloh ta’aalaa jalan ini penuh dengan hal-hal yang tidak enak dan ujian….akan tetapi akan berakhir dengan wewangian, nikmat dan kesenangan, sedangkan Alloh ta’aalaa tidak murka….Kami tidak mengharapkan ujian menimpa diri kami atau menimpa kaum muslimin, akan tetapi ujian itu adalah sunnatulloh ‘Azza wa Jalla dalam menempuh jalan ini untuk memisahkan antara yang baik dan yang buruk. Ini adalah jalan yang tidak disukai hawa nafsu dan penguasa karena jalan ini jelas-jelas bertentangan dengan kondisi mereka, dan karena jalan ini adalah baroo-ah yang nyata terhadap sesembahan-sesembahan dan kesyirikan-kesyirikan mereka. Adapun selain jalan ini, sungguh engkau akan dapatkan rata-rata pelakunya adalah orang yang mewah dan cenderung kepada kehidupan dunia. Tidak terlihat adanya ujian padanya, karena sesungguhnya orang itu diuji sesuai dengan kadar keimanannya. Maka orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang di bawahnya dan begitu seterusnya…sedangkan para pengikut millah Ibrohim  adalah orang-orang yang paling berat ujiannya karena mereka mengikuti manhaj para Nabi dalam berdakwah….sebagaimana yang dikatakan Waroqoh bin Naufal kepada Nabi SAW: “Tidak ada seorangpun orang yang membawa seperti apa yang engkau bawa kecuali ia pasti dimusuhi….” Ini diriwayatkan oleh Al Bukhooriy. Maka jika engkau melihat orang yang mengaku mendakwahkan apa yang didakwahkan oleh Nabi SAW dan dengan menggunakan metode dakwah beliau serta sesuai dengan manhaj beliau, namun dia tidak memusuhi para pelaku kebatilan dan penguasa, bahkan dia tenang dan santai berada di tengah-tengah mereka…. maka lihatlah kondisinya…. pasti dia tersesat jalan….dan tidak membawa apa yang dibawa Nabi SAW, dan mengikuti jalan yang bengkok… atau pengakuannya dusta, dia mengenakan pakaian yang tidak layak dia kenakan, baik karena menuruti hawa nafsu atau karena setiap orang berbangga dengan pemikirannya sendiri, karena ingin meraih materi duniawi, seperti menjadi intel dan mata-mata untuk para penguasa terhadap orang-orang yang menjalankan diin… dan apa yang dikatakan oleh Waroqoh kepada Nabi SAW tersebut telah menancap pada jiwa para sahabat ketika mereka berbai’at kepada Nabi SAW, yaitu dengan berdirinya As’ad bin Zarooroh untuk mengingatkan mereka: ”Jangan terburu-buru wahai penduduk Yatsrib! Sesungguhnya membawa keluar beliau pada hari ini artinya adalah memisahkan diri dari seluruh bangsa Arab, membunuh para pemuka kalian dan kalian akan diacungkan pedang dari berbagai penjuru. Jika kalian sabar untuk itu maka bawalah dia dan kalian akan mendapat pahala dari Alloh, namun jika kalian takut maka tinggalkanlah dia dan katakanlah kepadanya dengan terus terang karena hal itu lebih ringan bagi kalian di sisi Alloh”. Ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al Baihaqiy.
Oval: 27            Perhatikanlah ini baik-baik, karena sesungguhnya kita sangat membutuhkannya pada saat sekarang, dimana masalah ini telah dikubur oleh para da’i dan aktivitas dakwah…. Maka perhatikanlah dirimu sendiri, lalu adakanlah evaluasi … bandingkanlah dakwah tersebut dengan jalan ini, lalu buatlah perhitungan atas kelalaian yang terjadi. Jika kamu termasuk orang yang sabar untuk menjalankannya maka tempuhlah jalan itu dengan benar dan mohonkanlah kepada Alloh ‘Azza wa Jalla agar meneguhkanmu dalam menghadapi ujian yang akan menimpamu… Atau jika kamu termasuk orang-orang yang takut dan kamu melihat dirimu tidak mampu untuk melaksakannya dan untuk menyatakan millah ini secara teran-terangan maka janganlah engkau mengenakan baju da’i, tutuplah pintu rumahmu, uruslah urusan-urusan pribadimu dan tinggalkanlah urusan orang-orang banyak … Atau lakukanlah ‘uzlah (mengasingkan diri) disebuah lembah dengan domba-domba yang kamu miliki…. Karena demi Alloh seseungguhnya hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh As’ad bin  Zarooroh, lebih ringan disisi Alloh dari pada kamu mentertawakan dirimu dan mentertawakan manusia, karena kamu tidak kuat melaksanakan millah  Ibrohim  lalu kamu berdakwah dengan cara yang bengkok, dan kamu mengikuti selain petunjuk Nabi SAW, dengan berbasa-basi dan mudaahanah (kompromi) dengan thoghut, serta menutupi dan tidak menunjukkan permusuhan kepada mereka atau kepada kebatilan mereka… maka demi Alloh ta’aalaa, sesungguhnya ketika itu orang yang menyendiri disebuah lembah dengan membawa domba-dombanya itu lebih baik dan lebih lurus jalannya dari pada dirimu, dan sungguh benar orang yang mengatakan :
    Oval: 28نجس السريرة  طيب الكلمات
يرضى ويعجب كل طاغ وعات
في هذه الأيام بالكلمات
وتقدموا في سائر الحفـلات
كلا ولا كشفوا عن الهلكات
في وصل أهل الظلم و الشهوات
التقدير للمشهور بالنـزوات
في عصرنا بتوفر الرغبات
مخفوفة بالريب والشبهـات
الصمت أفضل من كلام مداهن
عرف الحقيقة ثم حاد إلى الذي
لا تعجبوا يا قوم  ممن أخضبوا
وعلوا المنابر و الصحائف سودوا
والله ما قالوا الحقيقة و الـهدى
أنى يشير إلى الحقيقة راغــب
أو طالبا للجاه في عصــر به
فنصيحتي يا قوم ألا تطمــعوا
عيشوا لدين الله لا لحضــارة
diam itu lebih utama dari pada ucapan orang yang bermudaahanah (kompromi)…
hatinya najis namun kata-katanya indah…
dia memahami kebenaran kemudian berpaling kepada sesuatu yang …
menyenangkan semua thoghut yang melampaui batas…
wahai kaumku, jangankah kalian heran dengan orang-orang yang meramaikan …
pada hari ini dengan kata-kata ….
mereka naik ke mimbar-mimbar dan memenuhi lembaran-lembaran dengan tulisan …
mereka maju dalam setiap pertemuan …
demi Alloh ta’aalaa, mereka itu tidak mengucapkan kebenaran…
sekali-kali tidak, mereka tidak menyingkap hal-hal yang merusak…
bagaimana ia bisa menunjukkan kebenaran sedangkan dia  senang…
berhubungan dengan orang dholim dengan mengumbar hawa nafsu …
atau mencari kedudukan di zaman yang …
kehormatan orang-orang ternama hanya didapatkan dengan kejahatan dan kejelekan…
maka nasehatku wahai kaumku, janganlah kalian tamak …
dengan banyaknya kesenangan pada zaman kita …
hiduplah untuk diin Alloh ta’aalaa, bukan untuk kebudayaan …
yang dipenuhi dengan keraguan dan hal-hal yang samar…
Dan sungguh kami melihat mereka sering menjelek-jelekan orang-orang yang telah melihat penyelewengan mereka dan penyimpangan jalan mereka, lalu berpaling dari mereka dan dari dakwah mereka yang tidak sesuai dengan manhaj nubuwah (metode Nabi) … kami melihat mereka mengejek orang-orang tersebut lantaran mereka ‘uzlah (mengasingkan diri) … mereka mencibir orang-orang tersebut dengan mengatakan bahwa mereka berpangku tangan, cenderung kepada dunia dan melalaikan dakwah… lalu dakwah yang bagaimanakah yang kalian gunakan sebagai sarana untuk menjadi tentara dan polisi, anggota MPR, Parlemen yang syirik dan jabatan-jabatan lain yang turut memperbanyak barisan orang-orang dholim, atau yang kalian gunakan untuk masuk ke lembaga-lembaga kekejian seperti Universitas-universitas yang di dalamnya bercampur aduk antara laki-laki dan perempuan, perguruan-perguruan, sekolahan-sekolahan yang rusak dan lain-lain, dengan alasan untuk kemaslahatn dakwah sehingga kalian tidak menyatakan diin kalian yang benar dan tidak mendakwahkannya sesuai denagn petunjuk Nabi SAW… bagaimana bisa orang-orang tersebut melalaikan dakwah yang benar, yang berarti melalaikan furqoon (pemisah secara tegas) dalam berdakwah yaitu “Millah Ibrohim” lalu mereka berhujjah dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At Tirmiidziy, dan lain-lain:
المؤمن الذي يخالط الناس ويصبر على أذاهم أفضل من المؤمن الذي لايخالط الناس ولا يصبر على أذاهم
Orang beriman yang bercampur dengan manusia dan dia bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik daripada orang beriman yang tidak bercampur dengan manusia dan tidak bersabar dangan gangguan mereka.
Kami katakan, sesungguhnya hadits ini di timur dan kalian di barat, karena bercampur dengan manusia itu harus sesuai dengan petunjuk Nabi SAW bukan dengan mengikuti hawa nafsu dan pikiran kalian serta metode-metode dakwah kalian yang bid’ah…Jika hal ini dilakukan, maksudnya sesuai dengan petunjuk Nabi SAW maka gangguan dan pahala itu akan sama-sama didapatkan...kalau tidak begitu, lalu pahala apakah yang ditunggu-tunggu orang yang tidak berdakwah sesuai dengan petunjuk Nabi SAW sedangkan dia telah melalaikan salah satu syarat yang besar dari syarat-syarat diterimanya amal yaitu ittibaa’ (mengikuti petunjuk Nabi SAW). Dan gangguan apa yang akan ditemui orang yang tidak menunjukkan permusuhan kepada orang-orang fasiq, fajir dan orang-orang yang bermaksiat, serta tidak menyatakan baroo’ kepada kesyirikan-kesyirikan mereka dan jalan-jalan mereka yang bengkok…..justru malah bergaul dengan mereka, membiarkan kebatilan mereka, bermuka senang di hadapan mereka dan tidak bermuka masam (marah) karena Alloh ta’aalaa sedikitpun ketika mereka melanggar hukum-hukum Alloh ta’aalaa dengan menggunakan dalih bersikap lembut dan hikmah, dan mau’idhoh hasanah (memberi nasehat dengan cara yang baik), tidak membikin manusia lari dari diin, kemaslahatan dakwah dan lain-lain. Ia merobohkan diin satu ikatan demi satu ikatan lantaran sikap lembut mereka yang menyimpang dan hikmah mereka yang bid’ah.
            Syaikh ‘Abdul Lathiif bin ‘Abdur Rohmaan dalam sebuah risalahnya yang terdapat dalam Ad Duror As Sunniyah, ketika menjelaskan masalah terang-terangan dalam menyampaikan diin Islam dan amar ma’ruuf nahi munkar, ia mengatakan: “Dan meninggalkan itu semua sebagai bentuk mudaahanah (kompromi), bergaul dan lain-lain sebagaimana yang dilakukan orang-orang bodoh itu lebih besar bahaya dan dosanya daripada orang yang meninggalkannya hanya karena kebodohan, karena golongan ini berpendapat bahwa ma’iisyah (sumber penghidupan) itu tidak diperoleh kecuali dengan begitu, sehingga mereka menyelisihi para Rosul dan para pengikutnya, dan mereka keluar dari jalan dan manhaj mereka. Karena mereka berpendapat berdasarkan akal mereka, untuk menyenangkan manusia dalam berbagai lapisannya, hidup damai dengan mereka dan berusaha mendapatkan cinta dan kasih sayang mereka. Namun demikian tidak ada peluang untuk itu maka dia lebih mengutamakan kesenangan hawa nafsu, kenikmatan, berdamai dengan manusia dan tidak bermusuhan karena Alloh ta’aalaa serta menghadapi gangguan karenanya. Ini semua sebenarnya hanya akan mengakibatkan kebinasaan di masa yang akan datang. Karena orang yang tidak berwalaa’ dan bermusuhan karena Alloh ta’aalaa tidak akan merasakan nikmatnya iman. Sedangkan ridlo Alloh dan RosulNya tidak akan dapat diraih dengan akal-akalan, karena ia hanya dapat diperoleh dengan cara membikin marah musuh-musuh Alloh ta’aalaa dan lebih mengutamakan ridlo Alloh ta’aalaa, serta marah apabila hukum-hukum Alloh ta’aalaa dilecehkan. Sedangkan marah itu tumbuh dari hati yang hidup, kecemburuan serta pengagungannya. Dan apabila hati tidak ada kehidupan, kecemburuan dan pengagungan, serta tidak ada kemarahan dan perasaaan muak, dan menganggap sama antara yang buruk dan yang baik dalam pergaulan, muwaalah (loyalitas) dan permusuhannya, maka kebaikan apakah yang masih tersisa dalam hati orang ini….” (juz Jihad hal. 35)
            Dan engkau akan mendapatkan sebagian mereka mentertawakan para pengikutnya dari kalangan pemuda dan mereka memerangi ‘uzlah (mengasingkan diri) secara mutlak, dan mereka menolak nash-nash yang kuat tentang masalah ini…dan mereka melantunkan syair Ibnul Mubaarok rh yang dikirim kepada Al Fudhoil:
لعلمت أنك بالعبادة تلعب
فنحورنا بدمائنا تتخضب
يا عابد الحرمين لو أبصرتنــا
من كان يخضب جيده بدموعه
wahai orang yang beribadah di dua tempat suci, seandainya engkau melihat kami…
tentu engkau mengerti bahwa engkau bermain-main dalam beribadah…
barang siapa yang membasahi lehernya dengan air matanya….
maka leher-leher kami basah dengan darah-darah kami…
……..dan seterusnya….
Padahal seandainya orang yang beribadah di dua tempat suci itu melihat aktifitas dakwah mereka yang bengkok, mungkin dia akan mengatakan: “Segala puji bagi Alloh yang telah menyelematkan aku dari apa yang menimpa kalian dan memberi banyak keutamaan kepadaku di atas makhluqNya ….”
Oval: 29Dan saya katakan: Jauh berbeda antara dakwah-dakwah dan jalan-jalan yang kalian tempuh dan antara jihadnya Ibnul Mubaarok dan orang-orang sholih tersebut, sehingga kalian tidak mungkin menandingi ibadah orang-orang sholih tersebut dengan dakwah kalian…bahkan mungkin seandainya Ibnul Mubaarok melihat dakwah mereka tentu ia akan menulis bait-bait syair berikut kepada Fudhoil:
لحمدت أنك بالعبادة غائب
فهو الجهول بدينه يتلاعب
يا عابد الحرمين لو أبصرتنا
من كان لا يدعو بهدي نبيه
wahai orang yang beribadah di dua tempat suci, seandainya engkau melihat mereka…
tentu engkau bersyukur karena engkau beribadah dan tidak ikut bersama mereka…
barang siapa yang tidak berdakwah sesuai dengan petunjuk nabinya…
maka dia adalah orang yang amat bodoh yang bermain-main dengan diinnya…





 




               




PEMBAHASAN KETIGA 
“Dan sungguh orang pasti tercengang terhadap seseorang yang menghadapi kaumnya yang meyakini ilaah-ilaah (tuhan-tuhan) palsu mereka dengan keyakinan seperti ini, lalu orang tersebut membodoh-bodohkan aqidah mereka dan menggertak mereka. Kemudian membangkitkan kemarahan mereka dengan menantang. Ia tidak meminta tenggang waktu untuk mempersiapkan sebagaimana kesiapan yang mereka miliki, dan dia tidak membiarkan kemarahan mereka dapat mereda.”
(Sayyid Quth-b)


PEMBAHASAN KETIGA

Oval: 30            Ya…sesungguhnya millah Ibrohim  itu membutuhkan banyak pengorbanan….akan tetapi padanyalah terletak pertolongan Alloh ta’aalaa dan kemenangan yang besar…dan dengannya akan terpisah manusia menjadi dua kelompok….kelompok iman dan kelompok kafir, fasiq dan maksiat…dan dengannya akan jelas siapa auliyaa-ur rohmaan dan siapa auliyaa-usy syaithoon…dan demikianlah dakwah para Nabi dan Rosul….Mereka tidak berada di tengah-tengah kondisi yang menyenangkan sebagaimana yang kita alami pada hari ini, yaitu dengan bercampurnya orang yang mulia dan orang yang hina, orang yang sholih dengan orang yang bejat, bermudaahanah (kompromi) dan bergaulnya orang-orang yang berjenggot dengan orang-orang fasiq dan jahat, menghormati dan menghargai mereka serta lebih mengutamakan mereka dari pada orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang baik…Meskipun mereka menunjukkan kebencian dan permusuhan terhadap diin dengan berbagai macam bentuk, serta mencari-cari kesempatan untuk mencelakakan para penganutnya… Akan tetapi dakwah mereka (para Nabi dan Rosul) adalah baroo-ah yang jelas kepada kaum mereka yang berpaling dari syariat Alloh ta’aalaa, dan permusuhan yang nyata terhadap sesembahan-sesembahan mereka yang batil, bukan malah bertemu di tengah jalan atau bermudaahanah (kompromi) atau mujaamalah (menunjukkan sikap yang baik) dalam menyampaikan syariat Alloh ta’aalaa
            Dan coba dengarkan perkataan Nuuh pada zaman dahulu, ketika dia mengatakan kepada kaumnya sendirian, ia tidak takut dengan kekuasaan dan kekejaman mereka… ia mengatakan:
يا قوم إن كان  كبر عليكم مقامي وتذكيري بآيات الله فعلى الله توكلت فأجمعوا أمركم وشركاءكم ثم لا يكن أمركم عليكم غمة ثم  اقضوا إلي ولا تنظرون
Wahai kaumku, jika kalian merasa berat dengan keberadaanku dan peringatanku dengan ayat-ayat Alloh, maka hanya kepada Allohlah aku bertawakkal, oleh karena itu bulatkan keputusan kalian dan kumpulkanlah sekutu-sekutu kalian kemudian putusan itu janganlah kalian tutup-tutupi lalu laksanakanlah terhadap diriku dan janganlah kalian menangguhkanku. (QS. Yuunus: 71)
            Apakah orang yang bermudaahanah akan mengatakan seperti itu kepada kaumnya….sesungguhnya perkataannya itu adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid Quth-b rh: “Sebuah tantangan yang jelas dan provokatif yang tidak akan dikatakan oleh seseorang kecuali jika dia mempunyai kekuatan penuh, yakin dengan segala kesiapan yang ia miliki, sehingga ia berani membangkitkan permusuhan para penentangnya terhadap dirinya dan menghasung mereka dengan kata-kata yang provokatif supaya mereka menyerang dirinya. Lalu apa sebenarnya kekuatan dan kesiapan yang di belakang Nuuh?…. adalah Alloh ta’aalaa bersamanya, dan cukuplah Alloh ta’aalaa sebagai pemberi petunjuk dan sebagai penolong….dan pada permulaan ayat ini Alloh memerintahkan Nabi Muhammad SAW agar menceritakan hal ini kepada kaumnya, Alloh berfirman:
واتل عليهم نبأ نوح إذ قال لقومه ...
Dan bacakanlah kepada mereka kisah Nuuh ketika ia mengatakan kepada kaumnya…… (QS. Yuunus: 71)
            Dan lihatlah Huud as ketika beliau menghadapi kaumnya yang mana mereka adalah manusia yang paling kuat dan kejam, beliau menghadapi mereka sendirian….akan tetapi beliau menghadapi mereka dengan teguh sebagaimana kokohnya gunung atau lebih dari itu….Dengarkanlah perkataan beliau ketika beliau menyatakan baroo-ah yang jelas dan nyata terhadap kesyirikan-kesyirikan mereka, beliau memperdengarkan kepada mereka kata-kata beliau yang diabadikan:
إني أشهد الله واشهدوا أني بريء مما تشركون من دونه فكيدون جميعا ثم لا تنظرون
Sesungguhnya saya bersaksi kepada Alloh dan saksikanlah oleh kalian bahwasanya saya baroo’ kepada apa-apa yang kalian sekutukan selain Alloh, maka buatlah tipu daya terhadap diriku dan janganlah kalian beri tangguh diriku
beliau mengatakan itu kepada mereka sedangkan beliau seorang diri….buatlah tipu daya terhadap diriku dengan jumlah kalian dan tentara-tentara kalian serta ilaah-ilaah (tuhan-tuhan) kalian yang batil….
إني توكلت على الله ربي وربكم ما من دابة إلا هو آخذ بناصيتها إن ربي على صراط مستقيم
Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Alloh, Robbku dan Robb kalian. Tidak ada seekor binatang melatapun kecuali Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Robbku di atas jalan yang lurus. (QS. Huud: 56)
Oval: 31            Dan kepada orang-orang yang banyak menukil perkataan Sayyid Quth-b rh dengan fasih, sedangkan mereka berlomba-lomba untuk meminta-minta kepada para thoghut yang berpaling dari syariat Alloh supaya mereka menjalankan hukum berdasarkan syariat Alloh dalam beberapa persoalan atau supaya mereka memberi ijin untuk berdakwah atau supaya mendapatkan kursi di dalam majlis syirik, fasiq dan kemaksiatan….Kepada mereka ini kami sampaikan perkataan Sayyid Quth-b seputar ayat ini…..Ia mengatakan: ”Sesungguhnya ayat ini menerangkan tentang bangkitnya sikap baroo’ terhadap sebuah kaum, padahal dia (Huud) adalah bagian dari mereka dan dia adalah saudara mereka. Dan menerangkan bangkitnya rasa khawatir untuk tetap tinggal bersama mereka karena mereka telah menempuh jalan selain jalan Alloh….Dan menerangkan bangkitnya proses perpisahan antara dua kubu yang tidak akan pernah bertemu….Dan dia (Huud) bersaksi kepada Alloh, Robbnya, atas baroo’nya terhadap kaumnya yang sesat, atas pemisahan diin dan pemutusan hubungannya dari mereka. Dan mempersaksikan baroo’nya terhadap mereka di hadapan mereka sendiri, supaya tidak tersisa lagi kesamaran dalam jiwa mereka bahwa ia telah berlepas diri dari mereka dan bahwa dia takut dirinya akan termasuk golongan mereka.
            Dan sungguh orang pasti tercengang terhadap seseorang yang menghadapi kaumnya yang meyakini ilaah-ilaah (tuhan-tuhan) palsu mereka dengan keyakinan seperti ini, lalu orang tersebut membodoh-bodohkan aqidah mereka dan menggertak mereka. Kemudian membangkitkan kemarahan mereka dengan menantang. Ia tidak meminta tenggang waktu untuk mempersiapkan sebagaimana kesiapan yang mereka miliki, dan dia tidak membiarkan kemarahan mereka dapat mereda. Sesungguhnya para juru dakwah di setiap tempat dan waktu perlu untuk banyak merenungkan sikap yang tegas ini….seorang diri, tidak ada yang beriman bersamanya kecuali sedikit. Menghadapi penduduk bumi yang paling ganas, paling kaya dan paling maju kebudayaan materinya pada zaman mereka…Mereka adalah orang-orang yang ganas dan perkasa, yang menyiksa tanpa belas kasih, yang sombong lantaran kenikmatan yang diberikan kepada mereka. Dan mereka membangun benteng-benteng dengan tujuan supaya mereka semakin perkasa dan kekal… Sungguh ini adalah iman, keyakinan dan ketenangan… Iman kepada Alloh, yakin dengan janji-janji-Nya dan tenang dengan pertolongann-Nya.
إني توكلت على الله ربي وربكم ما من دابة إلا هو آخذ بناصيتها إن ربي على صراط مستقيم
Sesungguhnya aku bertawakkal kapada Alloh Robbku dan Robb kalian. Tidak ada seekor binatang melatapun kecuali Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Robb-ku adalah di atas jalan yang lurus. (QS. Huud : 56).
Dan orang-orang yang keras dan kejam dari kaumnya itu hanyalah diantara binatang melata yang Alloh pegang ubun-ubunya, yang dengan kekuatanNya Alloh akan mengalahkannya… Lalu kenapa dia harus takut dan bersikap ramah kepada binatang melata tersebut?? Sedangkan binatang tersebut tidak akan dapat menguasainya dan jika menguasainya maka itu hanyalah atas ijin Robbnya? Dan kenapa ia harus tetap bersama mereka sedangkan jalannya dengan jalan mereka berbeda?” (Dinukil secara ringkas dari Fii dhilaalil Qur’an).
            Demikianlah sikap para Rosul SAW terhadap kaumnya yang membangkang…. dan demikianlah cara dakwah mereka. Perseteruan yang abadi dengan kebatilan, dakwah secara jelas dan menyatakan permusuhan dan baroo-ah…Dan dakwah mereka tidak mengenal mudaahanah (kompromi) atau ridlo dengan sebagian kebatilan atau bertemu di tengah jalan….
            Maka permusuhan ahlul haqq terhadap kebatilan dan para penganutnya adalah persoalan yang sudah semenjak dahulu sekali, yang telah Alloh wajibkan semenjak Alloh turunkan Adam as ke muka bumi ini…dan Alloh memang menghendakinya secara syar’iy maupun qodariy, dengan tujuan untuk memisahkan para waliNya dari musuh-musuhNya, kelompokNya dari musuhNya, dan yang buruk dari yang baik, serta untuk mengambil syuhadaa’ dari orang-orang beriman…Maka Alloh SWT berfirman:
اهبطوا بعضكم لبعض عدو
Turunlah kalian, sebagian dari kalian adalah musuh bagi sebagian yang lain. (QS. Al A’raaf:24)
Dan sesuai dengan ayat inilah barisan seluruh Rosul berlalu dan berjalan…. Dan seperti inilah diin mereka, sebagaimana yang dapat engkau pahami sendiri. Alloh Ta’aalaa berfirman:
وكذلك جعلنا لكل نبي عدوا شياطين الإنس والجن
Dan demikianlah Kami telah jadikan bagi setiap Nabi, musuh berupa syetan dari kalangan manusia dan jin. (QS. Al An’aam: 112)
Dan Alloh SWT berfirman:
وكذلك جعلنا لكل نبي عدوا من المجرمين
Dan demikianlah Kami telah jadikan bagi setiap nabi musuh dari kalangan orang-orang jahat. (QS. Al furqoon: 31)
Lalu diantara mereka ada yang Alloh ceritakan kepada kita kisah mereka bersama musuh-musuh mereka, dan diantara mereka ada yang tidak Alloh ceritakan…Hal ini juga diperkuat dengan hadits muttafaqun ‘alaihi dari Abu Huroiroh, bahwasanya Nabi SAW bersabda:
الأنبياء أولاد علات
Dan para Nabi adalah anak-anak dari beberapa istri, satu ayah…..
العلة artinya adalah الضرة (istri kedua, buah dada) diambil dari kata العلل yang artinya minum yang kedua setelah minum yang pertama; seolah seorang suami minum kedua kalinya dari istri yang kedua tersebut setelah dia pertama kali minum dari istri yang lainnya. Sedangkan أولاد العلات artinya adalah أولاد الضرات (anak  beberapa orang istri dari satu suami)…Hadits ini menguatkan bahwa para Nabi itu pokok diin, dakwah dan jalan mereka satu sedangkan cabang-cabang ajaran mereka berbeda-beda.
Oval: 32            Dan demikian pula penutup para Nabi dan Rosul SAW yang disebut dengan :
فَرْقٌ بين الناس
Pemisah antar manusia. (Ini diriwayatkan oleh Al Bukhooriy)
Dan dalam riwayat yang lain disebutkan:
فَرَّقَ بين الناس
Ia memisahkan antara manusia
Beliau menyambut perintah Alloh untuk mengikuti millah Ibrohim  as , maka beliau tidak pernah diam terhadap kesyirikan dan penganutnya atau bermudaahanah (kompromi) dengan mereka atau bersikap ramah dengan mereka atau dengan yang lainnya…Bahkan ketika di Mekah, padahal pengikutnya sedikit, dan mereka dalam keadaan lemah dan tertindas, Beliau menyatakan baroo-ah nya terhadap orang-orang kafir dan sesembahan-sesembahan mereka yang batil…… Dan membodoh-bodohkan mereka dan mengatakan sesuai dengan perintah Alloh  SWT agar menyatakan baroo’nya kepada kesyirikan dan mengungkapkan dengan terang-terangan kufurnya terhadap para penganutnya dan baroo-ahnya mereka dari diinnya serta baroo-ahnya diinnya dari mereka:
قل يا أيها الكافرون *لا أعبد ما تعبدون *ولا أنتم عابدون ما أعبد* ولا أنا عابد ما عبدتم *ولا أنتم عابدون ما أعبد* لكم دينكم و لي دين
Katakanlah: Wahai orang-orang kafir. Aku tidak beribadah kepada apa yang kalian ibadahi. Dan tidaklah kalian beribadah kepada apa yang aku ibadahi. Dan aku tidak beribadah kepada apa yang kalian ibadahi. Dan tidaklah kalian beribadah kepada apa yang aku ibadahi. Bagi kalian diin kalian dan bagiku diinku. (QS. Al Kaafiruun:1-6).
Dan menyatakan dengan terang-terangan kepada mereka bahwasanya dia tetap teguh di atas jalannya ini, dan baroo’ terhadap orang yang menyelisihi jalannya, dan bahwasanya dirinya termasuk orang-orang beriman yang mana mereka itu adalah musuh mereka dan musuh diin mereka.
قل يا أيها الناس إن كنتم في شك من ديني فلا أعبد الذين تعبدون من دون  الله ولكن أعبد الله الذي يتوفاكم وأمرت أن أكون من المؤمنين
Katakanlah: Wahai manusia, jika kalian ragu-ragu terhadap diinku, maka aku tidaklah beribadah kepada apa yang kalian ibadahi, akan tetapi aku beribadah kepada Alloh Yang Mematikan kalian. Dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang beriman. (QS. Yunus:104).
Dan Alloh SWT berfirman kepadanya:
وإن كذبوك فقل لي عملي ولكم عملكم أنتم بريئون مما أعمل وأنا بريء مما تعملون
Dan jika mereka mendustakanmu maka katakanlah: Bagiku amalanku dan bagi kalian amalan kalian, kalian baroo’ (berlepas diri) dari apa yang aku kerjakan dan aku baroo’ (berlepas diri) dari apa yang kalian kerjakan.
Dan Alloh mengajarkan orang-orang beriman supaya mereka mengatakan:
الله ربنا وربكم لنا أعمالنا ولكم أعمالكم
Alloh adalah Robb kami dan Robb kalian bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian. (QS. Asy Syuro: 15).
Disebutkan dalam sebuah hadits shohih yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya bahwasanya Rosululloh SAW bersabda kepada salah seorang sahabatnya :

اقرأ قل يا أيها الكافرون ثم نم على خاتمتها فإنها براءة من الشرك
Bacalah: Katakanlah: Wahai orang-orang kafir. (surat Al Kaafiruun) Kemudian tidurlah setelah menyelesaikannya, karena sesungguhnya surat ini adalah baroo-ah dari kesyirikan.
Dan disebutkan dalam Risaalatu Asbaabi Najatis Sa’uul Minas Saifil Masluul yang secara ringkas adalah sebagai berikut: “Sesungguhnya kalimatul ikhlaash Laa ilaaha illallah itu mempunyai syarat-syarat yang berat. Makanya Imaamul Hunafaa’ (Ibrohim as.) tidak hanya mengucapkannya saja, dan kecintaan serta walaa’ beliau tidak sempurna kecuali dengan permusuhan, padahal beliau adalah imaamul muhibbiin sebagaimana yang diceritakan Alloh bahwa ia mengatakan:
أفرأيتم ما كنتم تعبدون أنتم وآباؤكم الأقدمون  فإنهم عدو لي إلا رب العالمين
Tahukah kalian apa yang kalian dan bapak-bapak kalian dahulu sembah, sesungguhnya mereka (sesembahan-sesembahan) itu musuhku, kecuali Rabb Semesta Alam (QS. Asy Syu’aroo’:77).
Dan inilah makna kalimat Laa ilaaha illallah sebagaimana firman Alloh SWT:
وإذ قال إبراهيم لأبيه وقومه إنني براء مما تعبدون إلا الذي فطرني فإنه سيهدين وجعلها كلمة باقية في عقبه لعلهم يرجعون
Dan ingatlah ketika Ibrohim mengatakan kepada bapaknya dan kaumnya: Sesungguhnya aku baroo’ dari apa yang kalian ibadahi kecuali yang menciptakan aku karena sesungguhnya Dia akan memberi petunjuk kepadaku dan ia jadikan kata-kata itu kekal sepeninggalnya, supaya mereka kembali.” (QS. Az Zukhruf:28).
Maka kata-kata itu diwariskan kepada pengikutnya, yang kemudian para Nabi saling mewarisi antara satu dan lainnya. Lalu ketika Nabi kita SAW diutus, Alloh memerintahkannya untuk mengucapkan kata-kata yang pernah dikatakan oleh bapak kita Ibrohim. Makanya Alloh ‘Azza wa Jalla menurunkannya dalam surat Al Kaafiruun.” (Dari Majmuu’atut Tauhiid).
Dan Nabi SAW pun menyatakannya dan menyampaikannya dengan terang-terangan serta tidak menyembunyikannya. Oleh karena beliau dan para sahabatpun menghadapi dan mendapatkan gangguan. Dan beliau tidak bermudaahanah (kompomi) dalam hal ini. Dan tidak mungkin beliau bermudaahanah dengan mereka. Namun yang beliau lakukan justru menguatkan sikap mereka dan mengingatkan mereka dengan janji Alloh SWT dan jannah (Syurga). Dan juga mengingatkan sikap orang-orang yang teguh dalam memegang pendirian mereka dari kalangan orang-orang sebelum mereka. Sebagaimana sabda beliau:
صبرا آل ياسر فإن موعدكم الجنة
Sabarlah wahai keluarga Yaasir, karena kalian dijanjikan dengan jannah (syurga). (Hadits ini diriwayatkan oleh Al Haakim dan yang lainnya).
Dan sabda beliau kepada Khobaab:
قد كان من قبلكم يؤخذ الرجل فيحفر في الأرض فيجعل فيها ثم يؤتى بالمنشار فيوضع على رأسه فيجعل نصفين ويمشط بأمشاط الحديد ما دون لحمه وعظمه ما يصده عن دينه والله ليتمن الله تعالى هذا الأمر حتى يسير الراكب من صنعاء إلى حضرموت فلا يخاف إلا الله والذئب على غنمه ولكنكم تستعجلون
Sesungguhnya sebelum kalian ada orang yang ditanam di dalam tanah kemudian dibawakan gergaji dan diletakkan di atas kepalanya lalu dibelah menjadi dua bagian. Dan ada yang disisir daging dan tulangnya dengan sisir dari besi, namun hal itu tidak menjadikan mereka berbalik dari diinnya. Demi Alloh, Alloh pasti menyempurnakan diin ini sampai-sampai orang yang berkendaraan berjalan dari San’a sampai Hadramaut tidak takut kecuali kepada Alloh dan serigala terhadap kambingnya. Akan tetapi kalian tergesa-gesa.[1]
Hal itu beliau katakan kepada para sahabatnya. Dan pada waktu yang sama beliau mengatakan kepada orang-orang Quroisy sesuai dengan perintah Alloh SWT:
قل إنما أنا بشر مثلكم يوحى إلي أنما إلهكم إله واحد فاستقيموا إليه واستغفروه وويل للمشركين
Katakanlah: Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian yang mana telah diwahyukan kepadaku bahwasanya ilaah kalian adalah ilaah yang satu maka tetaplah di atas jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadaNya dan celakalah bagi orang-orang musyrik. (QS. Al Fushshilat: 6).
Dan ayat-ayat ini adalah ayat-ayat Makiyyah (turun sebelum hijroh ke Madinah). Dan Alloh SWT berfirman :
قل ادعوا شركاءكم ثم كيدون فلا تنظرون إن ولي الله الذي نزل الكتاب وهو يتولى الصالحين والذين تدعون من دونه لايستطيعون نصركم ولا أنفسهم ينصرون
Katakanlah: Panggillah sekutu-sekutu kalian kemudian buatlah tipu daya terhadap diriku dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku sesungguhnya wali (pelindung) ku adalah Alloh yang telah menurunkan kitab dan dia berwalaa’ (melindungi) orang-orang yang sholih. Sedangkan yang kalian ibadahi selain Dia tidak dapat menolong kalian dan juga tidak dapat menolong diri mereka sendiri.(Al A’roof : 195-197).
Ayat-ayat ini juga Makkiyyah.
Atas dasar itu semua, juga karena dakwahnya seperti itu maka orang-orang dholim tidak pernah rela dengannya. Juga mereka tidak pernah merasa senang atau tenang dengan dakwah beliau… akan tetapi mereka berdiri dan bangkit… dan berapa kali mereka tawar-menawar dengan beliau… akan tetapi beliau berdiri tegak memandang kepada kebatilan mereka dan kelompok mereka yang mereka gunakan untuk membuat tipu daya. Dan meskipun beliau sangat berharap untuk memberi petunjuk kepada mereka, namun beliau menolak untuk bersepakat di atas jalan kebatilan bersama mereka atau menuruti sedikit hal yang meringankan mereka atau mereka cintai  dari kebatilan mereka… Bahkan setelah itu beliau selalu mengatakan kepada mereka sesuai dengan perintah Robbnya :
قل للذين كفروا ستغلبون وتخشرون إلى جهنم وبئس المهاد
Katakanlah kepada orang-orang kafir: Kalian akan terkalahkan dan dikumpulkan kejahannam dan jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Ali ‘Imroon : 12).
Setelah menyebutkan kisah ketegasan dan keteguhan beberapa sahabat Nabi SAW Syaikh ‘Abdur Rohmaan bin Hasan mengatakan: “Demikianlah sikap para sahabat Rosululloh SAW dan kerasnya gangguan yang mereka dapatkan dari orang-orang musyrik. Lalu bagaimanakah jika hal ini dibandingkan dengan sikap orang-orang yang tertipu itu, yang bergegas-gegas menuju kebatilan, membuat-buat, berbolak-balik, mencintai, bermudaahanah (kompromi), condong, mengagungkan dan memujinya? Mereka ini sangat mirip dengan firman Alloh SWT:
ولو دخلت عليهم من أقطارها ثم سئلوا الفتنة لأتوها وما تلبثوا بها إلا يسيرا
Dan seandainya mereka diserang dari berbagai penjuru kemudian mereka diminta untuk berbuat fitnah (murtad atau memerangi orang Islam) niscaya mereka mengerjakannya dan mereka tidak menunda-nundanya kecuali sebentar”.(QS. Al Ahzaab:14)
Kami memohon kepada Alloh keteguhan diatas Islam, dan kami memohon kepada Alloh dari kesesatan dan fitnah baik yang lahir maupun yang batin. Dan termasuk hal yang sudah kita ketahui bersama bahwasanya orang-orang yang masuk Islam dan beriman kepada Nabi SAW serta kepada ajaran beliau, seandainya bukan karena baroo’ mereka terhadap kesyirikan dan penganutnya, dan meninggalkan orang-orang musyrik lantaran diin mereka serta mencela ilaah-ilaah mereka tentu mereka tidak mengganggu dengan berbagai macam gangguan……”(Dari Ad Duror, juz Jihad, hal. 124).
Syaikh Hamad bin ’Atiiq ketika berbicara mengenai surat “Al-Baroo-ah Minasy Syirki” (berlepas diri dari kesyirikan; yaitu surat Al Kaafiruun) mengatakan: ”Maka Alloh memerintahkan RasulNya SAW untuk mengatakan kepada orang-orang kafir: Aku baroo’ terhadap diin yang kalian anut dan kalian baroo’ terhadap diin yang aku anut. Dan yang dimaksud adalah menyatakan dengan terang-terangan bahwasanya mereka itu menganut kekafiran, dan bahwasanya dirinya baroo’ terhadap mereka dan diin mereka. Maka hendaknya orang-orang yang mengikuti Nabi SAW menyatakan hal itu. Dan dia tidak dikatakan telah melaksanakan idh-haarud diin kecuali dengan begitu. Oleh karena itu ketika para sahabat memahami hal itu, dan orang-orang musyrik mengganggu mereka, mereka diperintahkan untuk hijroh ke Habasyah (Ethiopia) seandainya ada rukhshoh (dispensasi) bagi mereka untuk bersikap diam terhadap orang-orang musyrik tentu mereka tidak diperintahkan untuk hijroh ke negeri asing.” (Dari Sabiilun Najaat Wal Fikaak, hal. 67).
Oval: 33Dan di sini ada syubhat yang didengung-dengungkan orang yang tidak memahami millah Ibrohim as, dan tidak mengerti kandungannya. Yaitu orang-orang bodoh yang mengatakan: Sesungguhnya millah Ibrohim itu bagi kita telah mansuukh (sudah tidak berlaku). Mereka berdalil bahwasanya berhala-berhala yang berada di sekeliling Ka’bah yang menurut sangkaan mereka tidak dihancurkan oleh Nabi SAW selama beliau tinggal di Mekkah pada masa lemah dan tertindas. Sampai-sampai saya mendengar salah seorang Syaikh terkenal yang buku-bukunya memenuhi pasar-pasar. Saya mendengar dalam sebuah kaset rekaman ceramahnya, dengan sombong ia membual yang secara global dia mengatakan: ”Sesungguhnya Rosululloh SAW orang yang pertama kali berpaling dari millah Ibrohim yang kalian maksudkan karena dia tinggal di Makkah selama 13 tahun diantara patung-patung tersebut dan beliau tidak menghancurkannya”. Maka kami katakan kepadanya dan kepada orang-orang yang seperti dia: Sesungguhnya yang menghalangi kalian untuk memahami dan mengerti millah Ibrohim adalah pendeknya nalar kalian dan sempitnya pemahaman kalian karena kalian hanya membatasi millah Ibrohim hanya dengan menghancurkan berhala-berhala, dan karena kalian menganggap bahwasanya millah Ibrohim yang kami maksudkan itu hanya terilhami dari perbuatan beliau (Nabi Ibrohim) as ketika mendatangi berhala-berhala kaumnya lalu memukulinya dengan tangan kanannya sehingga hancur lebur kecuali berhala mereka yang paling besar supaya mereka sadar. Dan karena menurut kalian Rosululloh SAW melakukan seperti itu terhadap berhala-berhala kaumnya, maka menurut pandangan kalian yang sempit itu millah Ibrohim itu bagi kita, semuanya telah mansukh (sudah tidak berlaku), dan sedikitpun tidak berlaku untuk kita. Selanjutnya maka semua ayat-ayat yang telah saya sebutkan di muka tentang anjuran untuk mengikuti millah Ibrohim dan peringatan agar tidak berpaling darinya, dan penjelasan secara terperinci tentang dakwah Nabi Ibrohim dan orang-orang yang beriman bersamanya, sikap mereka terhadap kaum mereka dan sikap para Nabi dan yang lainnya terhadap kaum mereka … berarti itu semua tidak ada manfaatnya di dalam kitab Alloh. Maha Suci Robb kami, ini adalah tuduhan yang besar semoga Alloh merahmati Ibnul Qoyyim ketika beliau mengatakan:
من كان هذا القدر مبلغ علمه     فليستتر بالصمت والكتمان
Barang siapa ilmunya hanya sebatas ini ...
hendaknya dia menutupi dirinya dengan diam…
Dan Maha Suci serta Maha Tinggi Alloh dari sesuatu yang tidak ada manfaatnya atau terdapat sesuatu yang tidak ada faedahnya yang dicantumkan dalam kitabNya. Kesalahan-kesalahan seperti ini merupakan syubhat-syubhat yang tak perlu dibantah secara panjang dan detail. Ini hanyalah perkataan-perkataan yang kontroversi dalam pandangan mereka sendiri, yang menghalangi mereka untuk memahami millah Ibrohim ini secara detil… terutama dari pembahasan yang telah lalu engkau telah memahami millah Ibrohim dan engkau telah mengerti kandungan maksudnya. Engkau telah memahami bahwasanya ia adalah dasar Islam dan merupakan makna laa ilaaha illallooh, dan bahwasanya kandungannya yang berupa an nafyu (peniadaan) dan al itsbaat (penetapan) adalah berupa baroo’ terhadap kesyirikan dan para penganutnya, menunjukkan  permusuhan kepada mereka serta memurnikan ibadah hanya kepada Alloh semata, serta berwalaa’ kepada para walinya. Dan engkau juga telah memahami bahwa pokok ajaran diin ini adalah syariat yang telah muhkam (jelas dan kokoh) yang seandainya seluruh orang dari berbagai penjuru dunia baik yang berilmu maupun yang bodoh berkumpul untuk membantahnya, pasti mereka tak akan mampu membantahnya dengan alasan apapun. Dan kami telah terangkan kepadamu bahwasanya Alloh ta’aalaa telah menjelaskan kepada kita tentang sikap Nabi Ibrohim dan orang-orang yang beriman bersamanya terhadap kaum mereka, bagaimana mereka bersikap baroo’ serta menunjukkan permusuhan dan kebencian kepada kaum mereka. Dan sebelum Alloh menerangkan sikap mereka ini. Alloh berfirman:
قد كانت لكم أسوة حسنة في إبراهيم و الذين معه
Sungguh telah terdapat suri tauladan yang baik bagi kalian pada diri Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya….. (QS. Al Mumtahanah:4)
Dan setelahnya Alloh juga berfirman:
لقد كان لكم فيهم أسوة حسنة لمن كان يرجو الله و اليوم الآخر
Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada diri mereka bagi orang-orang yang mengharap kepada Alloh dan hari Akhir. (QS. Al Mumtahanah: 6)
Kemudian Alloh berfirman ... dan perhatikanlah firmanNya:
ومن يتول فإن الله هو الغني الحميد
Dan barangsiapa berpaling maka sesungguhnya Alloh itu Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS.Al Mumtahanah:6).
Oval: 34Dan engkau telah memahami juga bahwasanya inilah pokok dari millah Ibrohim yang kami maksudkan dan kami serukan, dan yang kami lihat telah dilalaikan oleh mayoritas penduduk bumi. Dan engkau telah memahami bahwa  inilah jalan untuk meraih pertolongan Alloh, untuk memuliakan diinNya dan untuk menghancurkan kesyirikan serta para penganutnya. Jika demikian, maka apabila Syaikh tersebut ingin membantah jalan ini hendaknya ia memperbaiki ungkapannya yaitu hendaknya dia mengatakan: “Sesungguhnya Nabi SAW tinggal di Makkah selama 13 tahun diantara patung-patung tersebut. Dan beliau tidak menunjukkan sikap baroo’ dan pengingkaran serta permusuhan kepada patung-patung tersebut.” Supaya setelah itu dapat dikatakan kepadanya: ”Anggaplah dirimu sebagai seorang Nasrani atau Yahudi atau Majusi atau apa yang saja yang kamu mau, adapun kepada millah Ibrohim, maka katakanlah: ”Selamat tinggal.”
Dan kami katakan: Adapun penghancuran berhala secara haqiqi sebagaimana yang dilakukan oleh Ibrohim, telah disebutkan dalam hadits shohiih bahwasanya beliau pernah melakukannya ketika beliau mampu sedangkan orang-orang kafir Quroisy dalam keadaan lengah. Dan yang saya maksud bukanlah setelah Fat-hu Makkah (penaklukan Mekah) akan tetapi ketika masih dalam kondisi lemah dan tertindas. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Ya’laa dan Al Bazzaar dengan sanad hasan, dari ‘Aliy bin Abi Thoolib, ia mengatakan: “Aku bersama Nabi SAW pergi menuju Ka’bah. Lalu Rosululloh SAW bersabda kepadaku:
اجلس
”Duduklah!”
Kemudian beliau naik di atas pundakku lalu aku berusaha untuk bangkit mengangkat beliau. Lalu Rosululloh melihat aku lemah maka beliaupun turun dan duduk untukku, lalu beliau bersabda:
اصعد على منكبي
”Naiklah ke atas pundakku!”
Maka akupun naik ke atas pundak beliau, lalu beliau bangkit mengangkat diriku. Lalu beliau memberi isyarat kepadaku agar kalau bisa supaya aku menggapai atap. Sehingga saya naik ke atas Ka’bah, yang di atasnya terdapat patung dari kuningan atau tembaga. Lalu saya berusaha menggoyangnya ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang. Ketika aku telah berhasil Rosululloh SAW bersabda kepadaku:
اقذف به
”Lemparkan dia!”
Maka akupun melemparkannya sehingga pecah seperti kaca. Kemudian aku turun. Lalu aku dan Rosululloh SAW cepat-cepat pergi sehingga kami berlindung di antara rumah-rumah karena takut ada orang yang memergoki kami.” Dan Al Haitsamiy menaruhnya pada satu bab tersendiri dalam Majma’uz Zawaa-id, Bab Taksiiruhu SAW Al Ash-naam.” (Bab. Beliau SAW menghancurkan berhala). Dan beliau mencantumkan sebuah riwayat yang berbunyi : “Dahulu di atas Ka’bah ada beberapa berhala, lalu aku berusaha mengangkat Rosululloh SAW dan saya tidak mampu, maka beliau mengangkatku lalu aku menghancurkannya. Dan dalam sebuah riwayat diberi tambahan: ”Maka setelah itu tidak diletakkan lagi di atasnya, maksudnya adalah berhala-berhala tersebut.” Ia mengatakan: ”Semua roowiy dalam sanadnya tsiqqoh (dapat dipercaya).” Dan Abu Ja’far Ath Thobariy mencantumkannya dalam Tahdziibul Aatsaar, dan ia menerangkan tentang beberapa hukum fiqih yang dapat diambil darinya. Lihat hal : 236 sampai hal : 243 dalam Musnad ‘Aliy …. Oleh karena itu  saya sama sekali tidak merasa keberatan untuk mengatakan bahwa perbuatan seperti itu juga diperintahkan kepada kita ketika kita mampu untuk melakukanya baik pada waktu lemah dan tertindas maupun tidak… sama saja apakah berhala itu berupa patung atau kuburan atau thoghut atau sistem…. atau yang lainnya, sesuai dengan fariasi bentuknya di setiap masa dan tempat… dan yang saya maksud disini adalah jihad dan perang yang merupakan tingkatan yang tertinggi dari pernyataan permusuhan dan kebencian terhadap musuh-musuh Alloh.
Oval: 35Namun demikian kami katakan seandainya tidak ada hadits shohiih yang menyebutkan bahwasanya Nabi SAW menghancurkan berhala di Mekah pada masa lemah dan tertindas... namun sesungguhnya beliau SAW sangat kuat mengikuti millah Ibrohim… sehingga beliau tidak pernah sekejap pun bermudaahanah (kompromi) dengan orang-orang kafir dan tidak pernah beliau bersikap diam terhadap kebatilan dan ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka… akan tetapi konsentrasi dan kesibukan beliau selama 13 tahun tersebut, dan pada masa-masa yang lain adalah :
اعبدوا الله و اجتنبوا الطاغوت
Beribadahlah kepada Alloh dan jauhilah thoghut. (QS. An Nahl : 36)
Maka beliau tinggal di tengah-tengah berhala selama 13 tahun itu bukan berarti beliau memujinya atau bersumpah untuk menghormatinya sebagaimana yang dilakukan oleh para aktifis dakwah yang bodoh tersebut, terhadap El yasiq modern pada zaman ini…akan tetapi justru beliau menyatakan baroo-ah beliau terhadap orang-orang musyrik dan amalan-amalan mereka, dan beliau menunjukkan pengingkaran beliau terhadap ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka meskipun beliau dan para sahabat beliau dalam keadaan lemah dan tertindas… dan hal ini telah kami jelaskan kepadamu di muka, dan seandainya engkau perhatiakan ayat-ayat Al Qur’an yang Makkiy (turun sebelum hijroh ke Madinah) tentu banyak yang menerangkan kepadamumu tentang masalah itu … Diantara contohnya adalah firman Alloh SWT yang menerangkan keadaan Nabi Nya SAW di Mekah bersama orang-orang kafir :
وإذا رءاك الذين كفروا إن يتخذونك إلا هزوا أهذا الذي يذكر آلهتكم وهم بذكر الرحمن هم كافرون
Dan apabila orang-orang kafir melihatmu, mereka hanyalah mempermainkanmu (mereka mengatakan); “Apakah ini orang yang menyebut ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) kalian? Padahal merekalah orang-orang yang ingkar dengan sebutan Ar-Rohmaan (Alloh yang Maha Pengasih). (Al-Anbiya’ : 36).
Ibnu Katsiir berkata: “Yang mereka maksud adalah : Apakah ini orang yang mencela ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) kalian dan membodoh-bodohkan akal kalian … dan seterusnya.”
Dan juga hadits berikut ini yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad dan lainnya dengan sanad shohiih menerangkan tentang sikap dan keadaan beliau SAW di Mekah pada masa lemah dan tertindas…Perhatikan, renungkan dan lihat bagaimana Nabi kita SAW menyebut orang-orang kafir dengan mencela ilaah-ilaah mereka dan membodoh-bodohkan akal mereka dan seterusnya…. Dan lihatlah mereka, ketika mereka mengerumuni beliau sendirian untuk meminta penjelasan tentang apa yang beliau katakan. Mereka bertanya : “Apakah kamu yang mengatakan begini dan begini??” Maka beliaupun menjawab dengan tanpa mudaahanah (kompromi) atau takut atau khawatir. Akan tetapi beliau menjawab dengan tegas, teguh dan jelas: ”Ya, saya yang mengatakan seperti itu.”
‘Abdulloh bin Ahmad bin Hambal mengatakan: Bapakku telah bercerita kepadaku, Ya’kub berkata: Bapakku telah bercerita kepadaku, dan juga Yahya bin ‘Urwah bin Az Zubair bercerita kepadaku, ia dari bapaknya yaitu Urwah, ia dari ‘Abdulloh bin ‘Amr bin Al ‘Aash, aku bertanya kepadanya:
ما أكثر ما رأيت قريشا أصاب من رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما كانت تظهر من عداوته
Sejauh mana gangguan orang-orang Quroisy terhadap Rosululloh SAW yang kamu lihat?
Ia menjawab : Saya pernah hadir bersama mereka ketika pembesar-pembesar mereka berkumpul di Hijr, lalu mereka membicarakan Rosululloh SAW, mereka mengatakan :
ما رأينا مثل ما صبرنا عليه من هذا الرجل قط سفه أحلامنا وشتم آبائنا وعاب ديننا وفرق جماعتنا وسب آلهتنا، لقد صبرنا منه على أمر عظيم
Kita sama sekali belum pernah melihat sesuatu seperti apa yang kita sabarkan dari orang ini. Ia telah membodoh-bodohkan akal kita, mencaci bapak-bapak kita, menghina diin kita, memecah belah persatuan kita dan mencela ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) kita, sungguh kita telah bersabar terhadap permasalahan yang besar.
Atau kata-kata semacam itu. Ketika dalam keadaan seperti itu tiba-tiba Rosululloh SAW datang ke arah mereka dengan berjalan. Sampai beliau menyentuh rukun Ka’bah. Kemudian beliau melewati mereka ketika bertowaf di Ka’bah. Maka ketika beliau melewati mereka,  mereka mencibir beliau lantaran kata-kata yang beliau katakan. Maka saya melihat wajah beliau berubah. Kemudian beliau berlalu. Lalu beliau melewati mereka yang kedua kalinya. Maka mereka mencibir beliau sebagaimana sebelumnya. Maka saya melihat wajah beliau berubah. Kemudian beliau berlalu. Lalu beliau melewati mereka yang ketiga kalinya. Maka mereka mencibir beliau sebagaimana sebelumnya, maka beliau bersabda:
تسمعون يا معشر قريش، أما والذي نفس محمد بيده، لقد جئتكم بالذبح
Kalian dengar wahai orang-orang Quroisy. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, sesungguhnya Aku datang kepada kalian untuk menyembelih kalian.
Maka kata-kata beliau ini memukul mereka sampai-sampai tidak ada seorangpun diantara mereka kecuali seolah-olah ada seekor burung yang hinggap di atas kepalanya (maksudnya: diam tertegun-pentj). Sehingga orang yang sebelumnya paling keras diantara mereka, ia berusaha menenangkan beliau dengan perkataan yang paling baik, ia mengatakan: ”Pergilah wahai Abul Qoosim sebagai orang yang benar, Demi Alloh engkau bukan orang yang bodoh”. Lalu Rosululloh SAW pun pergi. Sampai keesokan harinya mereka berkumpul di Hijr dan saya ketika itu bersama dengan mereka. Lalu sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yang lain: ”Kalian ingat apa yang kalian telah katakan kepadanya dan apa yang telah kalian dengar darinya, sehingga ketika dia mengejutkan kalian dengan sesuatu yang tidak kalian sukai kalian tinggalkan dia?!” Lalu ketika mereka sedang seperti itu tiba-tiba muncul Rosululloh SAW lalu mereka mengerumuni dan mengepung beliau. Mereka mengatakan:
أنت الذي تقول كذا وكذا؟؟
”Apakah kamu yang mengatakan begini dan begini?”.
Yaitu perkataan beliau yang mereka dengar bahwa beliau mencela ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan)  dan diin mereka. Maka Rosululloh SAW menjawab:
نعم أنا الذي أقول ذلك
”Ya, akulah yang mengatakan hal itu.”
Lalu kulihat salah seorang diantara mereka memegang tempat pertemuan sorban beliau. Dan Abu Bak-r Ash Shiddiiq berdiri menghalangi beliau dan mengatakan sambil menangis: ”Apakah kalian akan membunuh orang hanya karena ia mengatakan Alloh Robbku?” Kemudian mereka meninggalkan beliau, dan sungguh hal itu adalah sesuatu yang paling keras apa yang didengar oleh orang-orang Quroisy dari beliau yang pernah aku lihat." (7036 dari Al Musnad yang ditahqiiq oleh Ahmad Syaakir dan ia mengatakan sanad hadits ini shohiih). Dan apa yang dia katakan ini benar (yaitu bahwa hadits ini shohiih). Dan di dalam riwayat yang lain dalam Al Musnad juga (II/204) bahwasanya ketika Nabi SAW sholat yang kedua kalinya di Ka’bah, tiba-tiba ‘Uqbah bin Abiy Mi’yath datang lalu memegang pundak Nabi SAW dan melilitkan bajunya pada leher beliau. Lalu dia mencekik beliau dengan sekeras-kerasnya. Kemudian Abu Bak-r ra datang lalu memegang pundaknya dan mendorongnya dari Rosululloh SAW, Abu Bak-r mengatakan: ”Apakah kalian akan membunuh orang karena dia mengatakan Alloh Robbku dan dia datang dengan membawa bukti-bukti dari Robb kalian.”
Coba, perhatikan peran Nabi Saw sebagaimana yang digambarkan oleh Malaikat yang diriwayatkan dalam Shohiih Al Bukhooriy:
إنه صلى الله عليه وسلم فرق بين الناس
“Sesungguhnya dia SAW telah memisahkan antar manusia”.
Perhatikanlah peran beliau terhadap orang-orang kafir pada zaman beliau, bagaimana permusuhan itu ditunjukkan terhadap setiap orang yang memusuhi diin, perpisahan jalan dan baroo-ah yang jelas. Tidak sebagaimana sikap orang-orang pada zaman kita yang nyeleneh yaitu condongnya para penganut diin kepada ahlul batil. Mereka bermudaahanah (kompromi), bersikap baik bahkan menolong dan membela ahlul baathil, dan yang terjadi adalah kerjasama dan bahu membahu untuk kepentingan Negara dan masyarakat, tinggal dalam asuhan dan menetek kepada mereka…… maka hanya kepada Alloh lah tempat memohon pertolongan.
Ketika membicarakan orang-orang semacam mereka ini, Syaikh ‘Abdur Rohmaan bin Hasan berkata: “Mereka menceburkan diri dalam lautan kesesatan. Hati mereka cenderung kepada para pelaku kedholiman dan permusuhan, mereka sering berbolak balik mendatangi mereka dengan suka rela, dan mengejar-ngejar harta duniawi yang ada di tangan mereka baik secara diam-diam atau terang-terangan. Lalu bagaimana hatinya tetap tenang dalam keimanan apabila motivasinya berjalan bersama hawa nafsunya di setiap tempat. Maka alangkah miripnya mereka ini dengan contoh yang disebutkan oleh Al ‘Allaamah Ibnul Qoyyim rh: “Dan mereka adalah orang yang paling terkena dalam firman Alloh SWT:
ولا تحسبن الذين يفرحون بما أتوا ويحبون أن يحمدوا بما لم يفعلوا فلا تحسبنهم بمفازة من العذاب ولهم عذاب اليم
Janganlah kamu mengira orang-orang yang senang dengan apa yang mereka kerjakan dan ingin dipuji dengan sesuatu yang belum mereka kerjakan. Maka janganlah kamu kira mereka lolos dari siksaan. Dan bagi mereka adalah siksa yang pedih. (QS. Ali ‘Imroon:188)
Mereka senang dengan bid’ah dan kesesatan yang mereka kerjakan, dan mereka ingin dipuji sebagai orang yang mengikuti sunnah dan berbuat ikhlas. Hal ini banyak terjadi di kalangan orang-orang yang bergelut dengan ilmu dan ibadah yang menyeleweng dari jalan yang lurus (Ad Duror, juz Jihad, hal. 127)
Oval: 36Dan di sini muncul sebuah permasalahan yang mungkin agak rancu bagi sebagian orang yaitu bagaimana mengkompromikan antara celaan yang dilakukan oleh Nabi SAW terhadap ilaah-ilaah dan diin mereka sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas dan yang lainnya, dengan firman Alloh SWT:
ولا تسبوا الذين يدعون من دون الله فيسبوا الله عدوا بغير علم
Dan janganlah kalian mencaci maki orang-orang yang beribadah kepada selain Alloh sehingga mereka mencaci Alloh secara berlebihan dan tanpa berdasarkan ilmu. (QS. Al An’aam: 108).
Maka dengan memohon petunjuk kepada Alloh, kami katakan: ”Bahwa sanya semua penjelasan tentang millah Ibrohim yang telah kami sebutkan di depan yang berupa celaan terhadap ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) yang batil, membodoh-bodohkanya dan menjatuhkan nilainya meskipun sebagian orang menyebutnya sebagai cacian…. namun sebenarnya hal ini bukanlah hanya sekedar cacian akan tetapi sebenarnya maksudnya adalah: menjelaskan tauhid kepada manusia dengan cara….
- Menerangkan batilnya sifat uluuhiyah (ketuhanan) pada robb-robb yang bermacam-macam dan palsu tersebut dan kufur (ingkar) terhadapnya serta menjelaskan kepalsuannya kepada manusia. Sebagaimana firman Alloh SWT:
إن الذين تدعون من دون الله عباد أمثالكم فادعوهم فليستجيبوا لكم إن كنتم صادقين ألهم أرجل يمشون بها أم لهم أيد يبطشون بها أم لهم أعين يبصرون بها أم لهم آذان يسمعون بها قل ادعوا شركاءكم ثم كيدون فلا تنظرون إن ولي الله الذي نزل الكتاب وهو يتولى الصالحين والذين تدعون من دونه لا يستطيعون نصركم ولا أنفسهم ينصرون
Sesungguhnya sesembahan-sesembahan yang kalian sembah selain itu Alloh itu adalah hamba-hamba juga seperti kalian maka cobalah berdoa kepada mereka dan hendaknya mereka mengabulkan doa kalian, jika kalian memang orang-orang yang benar. Apakah mereka mempunyai kaki untuk berjalan atau tangan untuk memegang dengan keras atau mata untuk melihat atau telinga untuk mendengar. Katakanlah: Panggillah sekutu-sekutu kalian itu kemudian buatlah tipu daya kepadaku dan janganlah kalian tangguhkan lagi diriku. Sesungguhnya wali (pelindung) ku adalah Alloh yang menurunkan kitab dan Dia melindungi orang-orang shalih. (QS. Al A’roof: 194-196)
Dan Ibrohim as mengatakan:
يا أبت لم تعبد ما لا يسمع ولا يبصر ولا يغني عنك شيئا
Wahai bapakku kenapa engkau beribadah kepada yang tidak dapat mendengar atau melihat atau mencukupimu sedikitpun. (QS. Maryam: 42)
Dan firman Alloh dalam surat An Najm:
أفرأيتم اللات والعزى و مناة الثالثة الأخرى ألكم الذكر وله الأنثى تلك إذا قسمة ضيزى إن هي إلا أسماء سميتموها أنتم وأباؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن يتبعون إلا الظن وما تهوى الأنفس وقدجاءكم من ربكم الهدى
Apa pendapat kalian tentang Laata dan ‘Uzza dan Manaat yang ketiganya. Apakah patut bagi kalian anak laki-laki dan bagi Alloh anak perempuan. Kalau demikian itu adalah pembagian yang tidak adil. Itu adalah nama-nama kalian dan bapak-bapak kalian namakan yang Alloh tidak menurunkan keterangan tentangnya. Mereka itu hanyalah mengikuti perkiraan dan hawa nafsu. Dan sungguh telah datang petunjuk dari Robb kalian”. (QS. An Najm:19-22)
Dan juga semua  nash yang menjelaskan tentang ilaah-ilaah tersebut. Seperti menjelaskan bahwa ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) tersebut tidak berhak untuk diibadahi, atau bahwa ilaah-ilaah tersebut adalah thogut atau bahwa beribadah kepada ilaah-ilaah tersebut berarti mentaati syetan. Dan bahwasanya ilaah-ilaah tersebut dan mereka adalah bahan bakar jahannam……dst.
- Dan begitu pula dengan melaksanakan tauhid ini secara ‘amaliy, dengan cara menunjukkan permusuhan, kebencian dan baroo-ah kepada ilaah-ilaah tersebut serta kufur kepadanya. Seperti firman Alloh tentang Ibrohim:
قل أفرأيتم ما كنتم تعبدون أنتم وآباؤكم الأقدمون  فإنهم عدو لي إلا رب العالمين
Ia mengatakan: Tahukah kalian apa yang kalian ibadahi, baik kalian dan bapak-bapak kalian dahulu. Sesungguhnya mereka (yang kalian ibadahi itu) adalah musuhku kecuali Robb semesta alam. (QS. Asy Syu’aroo: 75-77)
Dan firmanNya:
قال يا قوم إني بريء مما تعبدون
Ia mengatakan: Wahai kaumku sesungguhnya aku baroo’ kepada apa-apa yang kalian ibadahi. (QS. Al An’aam: 78)

Dan makna-makna yang terkandung dalam surat Al baroo-ah Minasy Syirki (pembebasan diri dari kesyirikan; yaitu Al Kaafiruun) dan lain-lain yang telah kami sebutkan di muka…… sesungguhnya semua itu tidaklah termasuk cacian yang dilarang dalam ayat di atas, (yaitu cacian) yang tujuannya hanya membikin marah musuh, menghina dan mencelanya saja tanpa mengandung manfaat dan penjelasan, yang menyebabkan dia mencaci Alloh SWT berdasarkan permusuhan dan kebodohan, dan mungkin tanpa ada tujuan. Terutama orang yang masih meyakini tauhid rubuubiyah seperti orang kafir Quroisy dan begitu pula para penyembah El Yasiq maka sesungguhnya millah Ibrohim mengajarkan  untuk memberi peringatan tentang El Yasiq mereka, memusuhi dan membencinya, mengajak manusia untuk mengingkarinya dan baroo’ terhadapnya, terhadap wali-walinya dan terhadap penyembah-penyembahnya yang bersikukuh untuk menjalankannya sebagai hukum, dengan cara menyebutkan kejelekan-kejelekannya, menyingkap kepalsuan dan kebatilan hukum-hukumnya yang secara nyata bertentangan dengan diin Alloh, karena ia memberikan kebebasan untuk berbuat murtad dan riba, mendukung sarana perbuatan keji dan dosa, menggugurkan pelaksanaan huduud seperti hukuman zina, qodzaf, mencuri dan minum khomer dan menggantinya dengan hukum kafir dan sesat. Dan contoh-contoh lainnya yang banyak sekali….sesungguhnya hal ini bukan termasuk yang dilarang dalam ayat tersebut, meskipun para penyembah dan pengabdi  El Yasiq itu menyebutnya sebagai cacian….. atau panjang lidah, bahkan seharusnya sebagaimana yang telah engkau fahami dari pembahasan yang lalu, bahwa para da’i (juru dakwah) haruslah menunjukkan dan menyatakannya secara terang-terangan…. Namun jika hanya murni berupa mencaci mereka, mencaci pemerintahan, penguasa dan undang-undang mereka, untuk sekedar membikin mereka dongkol…..maka ini dilarang karena hal ini mendorong orang-orang bodoh itu untuk mencaci orang yang mencaci mereka, mencaci diinnya dan jalannya. Meskipun mereka mengatasnamakan Islam sebagai bentuk kedustaan dan tuduhan. Sedangkan mereka bersaksi atas rubuubiyah Alloh dan mungkin mereka mentauhidkan Alloh dalam beberapa bentuk uluuhiyahNya selain dalam masalah hukum dan perundang-undangan….Sebagaimana yang dijelaskan para ahli tafsir tentang firman Alloh yang berbunyi:
فيسبوا الله
Sehingga mereka mencaci Alloh
Artinya: sehingga mereka mencaci (Alloh) yang memerintahkan kalian untuk mencaci ilaah-ilaah tersebut. Maka cacian itu kembali kepada Alloh karena kebodohan dan permusuhan tanpa dasar ilmu. Sebagaimana terkadang seseorang mencela bapak orang lain lalu orang tersebut balik mencela bapaknya, bahkan bisa jadi keduanya bersaudara dari satu bapak. Sebab murka, marah dan dongkol yang murni itu akan menjadikan lawan tidak berfikir dan merenung, serta mendorong dia untuk mencaci … Muhammad Rosyiid Ridloo dalam tafsirnya mengatakan: ”Yang mendorong untuk berbuat di sini adalah keinginan untuk mencaci yang tujuannya adalah menghina yang dicaci, maka sesungguhnya orang yang mencaci ini tidak mempunyai tujuan kecuali hanya ingin menghina lawan bicaranya yang ia caci.” Lain halnya jika dengan memerankan akal, memasukkan unsur dakwah, berdialog dan mamalingkan perhatiannya kepada kepalsuan ilaah-ilaah tersebut dan bahwasanya ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) tersebut tidak dapat mendengar atau melihat atau mendatangkan bahaya atau memberi manfaat atau mendekatkan diri kepada Alloh atau memberi syafaat atau menolong dirinya sendiri dan para pengikutnya sedikitpun….Dan perhatikanlah kisah Ibrohim bersama kaumnya, bagaimana beliau mamalingkan perhatian mereka kepada kepalsuan ilaah-ilaah palsu tersebut. Dan berdialog dengan mereka, tidak hanya sekedar membangkitkan kemarahan atau menghinakan mereka… Dan perhatikanlah bagaimana beliau membongkar aib mereka dengan tindakan beliau, mereka terjungkir, saling kontradiksi dan berbuat serampangan… maka ketika itu beliau mengatakan kepada mereka dengan keras:
أف لكم ولما تعبدون من دون الله أفلا تعقلون
Ah celaka kalian dan apa yang kalian ibadahi selain Alloh, tidakkah kalian berakal ? (Al Anbiyaa’: 67)
Dan jika engkau perhatikan perkataan ‘Abdulloh bin ‘Amr, rowi hadits di atas, ketika dia menyitir perkataan orang-orang Quroisy kepada Nabi SAW : “Apakah kamu yang mengatakan begini dan begini”. Kemudian ia menerangkan tentang perkataan tersebut dengan mengatakan: “Ketika mereka mendengar beliau mencela ilaah-ilaah dan diin mereka. Sedangkan celaan itu menurut orang Arab merupakan cacian atau sama dengan cacian. Dan Ibnu Taimiyah juga menganggapnya seperti itu dalam bukunya yang berjudul Ash Shoorimul Masluul ‘Alaa Syaatimir Rosuul dalam penjelasan tentang macam-macam cacian, hal. 528 dan lainnya… Akan tetapi dalam permasalahan ini bukan murni celaan sebagaimana yang telah engkau ketahui. Namun Nabi SAW adalah melaksanakan dakwah tauhid yang diperintahkan oleh Alloh dan melaksanakan millah Ibrohim yang Alloh perintahkan kepada beliau untuk mengikutinya. Dan ini dianggap oleh orang-orang musyrik sebagai cacian karena ini merupakan pernyataan yang membatalkan diin mereka dan merendahkan ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka yang semu dengan cara melepaskan sifat-sifat uluuhiyah (ketuhanan) yang mereka sandangkan kepada ilaah-ilaah mereka…Inilah yang mereka maksud dengan mencela ilaah-ilaah mereka... begitu juga menyebut sesat terhadap nenek moyang mereka, ini bukan sekedar membikin marah saja, akan tetapi untuk menghardik mereka agar tidak taqlid kepada nenek moyang mereka dan untuk menghalangi mereka agar tidak mengikuti kesesatan nenek moyang mereka…. Al Qoosimiy menukil perkataan Ar Rooziy dalam tafsirnya yang berbunyi: ”Ayat ini memberikan arahan kepada orang yang mendakwahkan diin, supaya ia tidak sibuk dengan sesuatu yang tidak ada manfaatnya dalam meraih tujuan. Karena menyebut patung-patung itu sebagai benda mati yang tidak dapat mendatangkan bahaya dan manfaat itu cukup sebagai celaan terhadap sifat uluuhiyah (ketuhanan) nya sehingga tidak diperlukan lagi untuk mencacinya….” Namun demikian hal ini tetap tidak membuat senang orang-orang kafir meskipun hal ini bukan murni cacian. Karena ini merupakan serangan dan pengingkaran terhadap ilaah-ilaah mereka…. Oleh karenanya mereka menganggapnya sebagai cacian. Sebagaimana mereka menganggap sebutan sesat terhadap nenek moyang mereka itu sebagai makian. Mereka mengatakan: ”Ia membodoh-bodohkan akal kita memaki nenek moyang kita, mencela diin kita, memecah persatuan kita dan mencaci ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) kita…”
Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab mengatakan pada point kedua dari enam point mengenai Nabi SAW yang ia sebutkan dalam siiroh bahwasanya ketika beliau terang-terangan dalam mencaci diin mereka dan membodoh-bodohkan ulama’-ulama’ mereka, ketika itulah mereka melancarkan permusuhan kepada beliau dan para sahabat, dan mereka mengatakan: ”Ia membodoh-bodohkan akal kita, mencela diin kita dan memaki ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) kita. Padahal kita tahu bahwa beliau SAW tidak memaki Isa dan ibunya, atau para Malaikat atau orang-orang sholih, akan tetapi karena beliau mengatakan bahwa mereka itu tidak boleh diibadahi atau tidak dapat memberikan manfaat dan mendatangkan bahaya, mereka menganggap hal itu sebagai makian…”
Ringkasnya, bahwa semua itu tidak termasuk murni cacian yang Alloh larang dalam ayat, dan tidak pula yang dimaksud dalam ayat tersebut. Meskipun hal itu mengakibatkan orang kafir mencaci Alloh atau diin secara berlebihan. Maka seorang muslim tidak boleh meninggalkan perintah Alloh kepadanya untuk menyatakan tauhid dan idzhaarud diin dengan alasan tersebut. Karena cacian ini merupakan permusuhan atas dasar ilmu, sebab ada hujjah dan penjelasannya. Namun jika kita berpandangan seperti diatas (yaitu bahwa semua ini masuk dalam cacian yang dilarang) niscaya kita akan meninggalkan seluruh ajaran diin kita demi untuk menyenangkan orang-orang kafir..karena diin kita semuanya tegak di atas dasar iman kepada Alloh dan kufur terhadap segala bentuk thogut…maka camkanlah ini….lalu qiyaskanlah ini kepada thogut-thogut kontemporer…yaitu yang berupa undang-undang, manhaj (peraturan hidup), hukum, pemerintahan dan lain-lain… dan pengertian ini tidak terbatas pada berhala-berhala yang terbuat dari batu sehingga menyempitkan artinya yang luas.
Maka dengan demikian kaidah ini hanya dibenarkan untuk hal-hal yang mubah dan sunnah bukan untuk hal-hal yang wajib. Sehingga sebuah kewajiban diin, seperti menerangkan tauhid dan membantah diinnya orang-orang musyrik tidak boleh ditinggalkan dengan dalih untuk menutup kemungkinan tersebut (orang kafir akan mencela Alloh dan diinNya). Sebagaimana yang mungkin dipahami oleh sebagian orang… kalau kita melonggarkan masalah ini tentu kita akan menggugurkan sebagian besar ajaran diin kita…Oleh karena itu Abu Bak-r Ibnul ‘Arobiy mengatakan dalam Ahkaamul Qur-aan, hal. 474: “Masalah kedua: Hal ini menunjukkan bahwasanya orang yang melakukan kebenaran harus menghentikan perbuatannya jika hal itu mengakibatkan sesuatu yang membahayakan diin. Dalam hal ini ada kajian yang panjang, yang intinya adalah jika kebenaran tersebut sebuah kewajiban maka bagaimanapun harus dilaksanakan dan jika perbuatan tersebut sebuah perbuatan yang jaa’iz (boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan) maka berlakulah kaidah ini. Walloohu A’lam”. Dan Muhammad Rosyiid Ridloo mengatakan: ”Dan diantaranya adalah: apa yang dinukil Abu Manshuur, ia mengatakan: Bagaimana mungkin Alloh ta’aalaa melarang kita untuk mencaci orang yang berhak untuk dicaci dengan alasan agar dia tidak mencaci orang yang tidak berhak untuk dicaci, padahal Alloh telah memerintahkan kita untuk memerangi mereka, dan padahal jika kita memerangi mereka, pasti mereka memerangi kita, sedangkan membunuh orang mukmin tanpa alasan yang benar itu adalah kemungkaran? Dan begitu pula Nabi SAW telah memerintahkan untuk menyampaikan dan membacakan (ayat Al Qur’an) kepada mereka meskipun mereka mendustakannya… Dan jawaban untuk persoalan ini adalah bahwasanya mencaci ilaah-ilaah (berhala-berhala) itu adalah mubah dan tidak diwajibkan sedangkan memerangi mereka dan juga tabliigh (menyampaikan ayat Al Qur’an) adalah wajib. Dan sesuatu yang mubah itu bisa dilarang dengan alasan hal-hal yang akan ditimbulkannya, sedangkan sesuatu yang wajib itu tidak bisa dilarang dengan menggunakan alasan hal-hal yang ditimbulkannya”. Dan demikianlah bantahan terhadap orang yang berhujjah dengan hadits shohiih yang diriwayatkan oleh Al Bukhooriy yang menyebutkan bahwa firman Alloh SWT yang berbunyi:
ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها
Janganlah engkau keraskan (bacaan)  sholatmu dan janganlah engkau lirihkan. (QS. Al Isroo’: 110)
Ayat ini turun ketika Rosulullah SAW masih sembunyi-sembunyi di Mekah. Dahulu jika beliau mengeraskan suaranya, orang-orang musyrik mendengarnya sehingga mereka mencaci Al Qur’an, mencaci yang menurunkannya (yaitu Alloh) dan mencaci orang yang membawanya (Rosul). Maka Alloh SWT berfirman:
ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها
Janganlah engkau keraskan (bacaan) sholatmu dan janganlah engkau lirihkan. (QS.Al Isroo’: 110)
Janganlah engkau keraskan (bacaan) sholatmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya dan janganlah engkau lirihkan sehingga para sahabatmu tidak dapat mendengarnya. Dan bacalah pertengahan antara keduanya. Mereka berhujjah dengan ini untuk membantah apa yang kami sebutkan di muka yaitu wajibnya idzhaarud diin.
Maka dakwah untuk beribadah kepada Alloh pun berjalan, diin kaum muslimin nampak nyata, dakwah mereka untuk mencampakkan berhala diketahui oleh setiap orang di Mekah dan baroo-ah mereka terhadap berhala-berhala tersebutpun nampak jelas. Apabila keadaanya telah semacam ini, maka tidak membaca Al Qur’an dengan suara keras untuk menghindari dampak negatif tersebut tidak akan memadamkan cahaya dakwah dan juga tidak akan berdampak negatif padanya sama sekali…Al Qur’an tersebar di setiap tempat meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya…Dan millah Ibrohim tersiar, sampai-sampai orang yang menyatakan Islam ketika itu disebut sebagai Shoobi’iy, yang artinya adalah orang yang kafir terhadap diin dan berhala-berhala mereka. Dan permasalahan ini sangatlah jelas dan tidak ada kerancuan atau kesamaran padanya. Selain itu mengeraskan bacaan sholat sampai terdengar oleh orang-orang yang tidak sholat bukanlah merupakan kewajiban dalam sholat, maka ia boleh ditinggalkan untuk mencegah akibat (yang negatif) tersebut. Berdasarkan dengan kaidah di atas (yaitu meninggalkan sebuah amalan untuk menghindari dampak yang negatif-pentj.) yang hanya berlaku untuk amalan-amalan yang mubaah dan mustahabb, dan tidak berlaku untuk amalan-amalan yang wajib, maka hal itu (tidak mengeraskan bacaan ketika sholat) bukanlah sebuah bentuk meninggalkan kewajiban, akan tetapi dalam masalah ini imam cukup memperdengarkan orang yang sholat di belakangnya. Dan inilah yang diperintahkan Alloh SWT kepada RosulNya dalam firmanNya:
ولا تخافت بها
Dan janganlah engkau lirihkan bacaan sholatmu.
Maksudnya adalah (janganlah engkau lirihkan bacaanmu) sehingga tidak terdengar oleh sahabat-sahabatmu.
Oval: 37Dan ada lagi syubhat lain yang mungkin dijadikan hujjah oleh sebagian orang….yaitu perlindungan yang dilakukan oleh Abu Thoolib terhadap Nabi SAW yang Alloh ‘Azza wa Jalla puji dalam firmanNya:
ألم يجدك يتيما فآوى
Bukankah Alloh mendapatkanmu dalam keadaan yatim lalu melindungimu… (QS. Adl Dluhaa: 6)
Dan begitu pula kisah-kisah pemberian jaminan keamanan oleh orang kafir kepada orang muslim contohnya banyak. Diantaranya adalah yang diriwayatkan oleh Al Bukhooriy dalam kitab Shohihnya tentang jaminan keamanan Ibnu Ad Daghnah kepada Abu Bak-r di Mekah…Begitu pula perlindungan An Najaasyiy kepada kaum muslimin ketika dia beragama Nasrani sebelum dia masuk Islam…..dan lain-lain…. Yang mana inti dari syubhat ini adalah: “Jika memang demikian lalu bagaimana mungkin orang muslim bisa menerima perlindungan dan jaminan keamanan dari orang-orang kafir yang aqidah dan manhajnya berbeda dengannya sebagaimana yang disebutkan dalam kisah-kisah di atas?? Apakah hal ini tidak bertentangan dengan millah Ibrohim dalam bersikap baroo’ terhadap orang-orang musyrik…?”
Maka dengan memohon petunjuk kepada Alloh kami jawab: Sesungguhnya kisah-kisah di atas tidaklah bertentangan dengan millah Ibrohim serta dakwah para Nabi dan Rosul. Hal itu karena dalam permasalahan ini ada dua hal yang berbeda sebagimana yang telah kami sebutkan di depan:
Pertama: baroo-ah terhadap ilaah-ilaah batil mereka dan kufur terhadap thogut-thogut mereka yang diibadahi selain Alloh ‘Azza wa Jalla.
Kedua: Memusuhi orang-orang musyrik yang bersikukuh diatas kebatilan mereka… Dan telah kami terangkan juga di depan bahwa point yang pertama di atas harus laksanakan oleh setiap muslim sejak langkah pertamanya di atas jalan ini tanpa mengulur-ngulur waktu atau menunda-nundanya. Bahkan ini harus ditunjukkan dan dinyatakan oleh sekelompok dari umat Islam supaya manusia mengetahui pokok dakwah, dan terkenal sehingga menjadi ciri khas bagi setiap orang yang masuk diin ini…
Adapun yang kedua, tidaklah ditampakkan atau ditunjukkan kecuali jika mereka bersikukuh di atas kebatilan dan memusuhi kebenaran dan penganutnya. Abu Thoolib misalnya…meskipun dia tetap dalam kekafirannya namun ia tidak menampakkan permusuhan dan kebencian kepada kebenaran dan penganutnya. Bahkan sebaliknya dia menjadi penopang dan pembela pelaku dan pembawa kebenaran SAW sebagaimana yang diterangkan oleh Al ’Abbaas ra dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhooriy, ia mengatakan kepada Nabi SAW:
ما أغنيت عن عمك فإنه يحوطك وينصرك ويغضب لك ...
Aku tidak bisa seperti pamanmu, karena dia melindungimu, membelamu dan marah untukmu….”
Meskipun hal itu dilakukan karena fanatisme dan ikatan kekeluargaan. Dalam hal ini silahkan lihat keterangan Al ‘Allamah Asy Syinqiithiy dalam Adl-waa-ul Bayaan III / 41, 43, 406, 407 tentang dibelanya diin ini dengan orang yang fajir, karena ikatan-ikatan fanatisme kelompok dan hubungan-hubungan kekeluargaan meskipun ikatan-ikatan tersebut batil dan meskipun kasih sayang tersebut batil ditinjau dari landasan dan batasannya… Sehingga itu semua menunjukkan bahwa pelindung dan pembela seperti ini… masih tersisa harapan ia akan mendapat hidayah dan mengikuti kebenaran sampai akhir hayatnya selama dia tidak berdiri di barisan yang memusuhi dan memeranginya, bahkan dia berdiri sebagai pembela bagi sebagian pengikutnya… Apalagi selain itu dia merupakan orang khusus atau kerabat seorang da’i yang mencintainya…. Oleh karena itu Nabi SAW tidak pernah berputus asa untuk mendakwahi pamannya yang mengatakan:
حتى أوسد في التراب دفينا
أبشر بذاك وقر منه عيونـا
و الله لن يصلوا إليك بجمعهم
فاصدع بأمرك  ما علــيك
demi Alloh mereka semua tidak akan dapat menyentuhmu…
sampai aku terbaring dikuburkan dalam tanah...
maka sampaikanlah ajaranmu, tidak masalah...
bergembiralah dengan hal itu dan senanglah…
Namun sebelum itu semua, di sana ada permasalahan lain…yaitu point yang pertama dan yang penting dalam pembahasan ini… yaitu bahwasanya Nabi SAW menghadapi sikap pamannya yang membela ini, beliau tidak pernah bermudaahanah (kompromi) dengannya dalam masalah dakwah dan diinnya. Justru paman beliau memahami dakwah beliau SAW dan mendengar permusuhan beliau dan celaan beliau terhadap ilaah-ilaah batil mereka. Dan orang-orang Quroisy telah berusaha bersamanya untuk menekan Nabi SAW supaya berhenti berdakwah dan mencela terhadap ilaah-ilaah mereka serta membodoh-bodohkan akal mereka. Dan ketika Abu Thoolib berusaha melakukan hal itu, beliau SAW tidak bermudaahanah (kompromi) dengannya dan tidak mundur sedikitpun dari ajaran diinnya, untuk menyenangkan hati pamannya yang telah melindungi, menjaga dan membelanya. Bahkan beliau mengucapkan kata-kata yang terkenal:
والله ما أنا بأقدر أن أدع ما بعثت به من أن يشعل أحد من هذه الشمس شعلة من نار
Demi Alloh, saya tidak lebih mampu meninggalkan ajaran yang Alloh perintahkan untuk saya sampaikan dari pada orang ingin menyalakan api dari matahari.
 Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ath Thobrooniy dan yang lainnya. Dan beliau SAW sama sekali tidak ada ikatan kasih sayang atau cinta dengan pamannya yang kafir. Bagaimana mungkin sedangkan beliau SAW adalah suri tauladan dan panutan kita yang paling tinggi dalam melaksanakan firman Alloh تعا لى yang berbunyi:
لا تجد قوما يؤمنون بالله واليوم الآخر يوادون من حاد الله ورسوله ولو كانوا آباءهم...
Kamu tidak akan mendapatkan sebuah kaum yang beriman kepada Alloh dan Hari Akhir berkasih sayang dengan orang yang menentang Alloh dan RosulNya meskipun mereka adalah bapak-bapak mereka.
Meskipun beliau sangat berkeinginan untuk memberikan hidayah kepadanya…. karena hal ini tidak ada hubungannya dengan cinta dan kasih sayang….Dan Nabi SAW tidak pernah menyolatkannya ketika meninggal meskipun ia melindungi, membela dan menjaga beliau… Bahkan Alloh ‘Azza wa Jalla melarang beliau meskipun hanya sekedar memintakan ampun untuknya, yaitu dengan diturunkannya ayat yang berbunyi:
ما كان للنبي والذين آمنوا معه أن يستغفروا للمشركين
Tidak sepatutnya Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun untuk orang-orang musyrik. (QS. At Taubah: 113)
Dan ketika ‘Aliy ra datang kepada beliau SAW dan mengatakan:
إن عمك الشيخ الضال قد مات فمن يواريه ؟
Sesungguhnya pamanmu, orang tua yang sesat itu telah mati, lalu siapa yang akan menguburkannya?
Beliau hanya menjawab:
اذهب فواره
Pergilah dan kuburkan dia. (Ini diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasaa-iy dan yang lain).
Hal ini sama dengan roh-th (suku, sanak kerabat) nya Nabi Syu’aib yang membela beliau dari orang-orang kafir. Alloh berfirman mengenai perkataan musuh-musuh NabiNya ini:
ولو لارهطك لرجمناك
Seandainya bukan karena roh-th (suku, sanak kerabat) mu pasti kami akan merajammu.” (QS. Huud: 91)
Padahal mereka adalah orang-orang kafir…Begitu pula kisah Nabi Shoolih as dengan waliy (pembela) nya yang ditakuti oleh orang-orang kafir.
قالوا تقاسموا بالله لنبيتنه وأهله ثم لنقولن لوليه ما شهدنا مهلك أهله وإنا لصادقون
Oval: 38Mereka mengatakan: Bersumpahlah kalian atas nama Alloh bahwa kita benar-benar akan menyerangnya beserta keluarganya pada malam hari kemudian kita akan katakan kepada waliy-nya : Kami tidak menyaksikan binasanya keluarganya dan kami adalah benar-benar orang yang jujur. (QS. An Naml: 49)
Selain itu ada perbedaan yang jelas yang harus diperhatikan dan diperhitungkan antara orang kafir yang menolong atau melindungi, membela dan menjaga seorang muslin atas kemauannya sendiri tanpa orang muslim tersebut menyandarkan diri kepadanya atau merendahkan diri dan mencintai kepadanya, akan tetapi hal itu hanyalah dilakukan oleh orang kafir dengan sendirinya karena motivasi kesukuan atau fanatisme golongan atau kekerabatan atau yang lain…dan antara orang muslim yang memintanya dari orang kafir dan permintaannya itu mengandung unsur merendahkan diri, takut, mudaahanah (kompromi) atau membiarkan dan mendiamkan kebatilannya atau ridlo terhadap kesyirikannya…Tidak diragukan lagi bahwa perbedaan antara keduanya jelas dan nyata yang dapat dilihat oleh orang yang mempunyai penglihatan. Dan kalau engkau perhatikan peristiwa-peristiwa di atas tentu engkau dapat melihat bahwa peristiwa-peristiwa tersebut termasuk jenis yang pertama…Dan ada perkataan lembut Abu Ja’far Ath Thohaawiy yang mirip dengan masalah ini dalam Musykilul Aatsaar III / 239. Beliau membedakan antara meminta bantuan orang-orang musyrik dalam peperangan yang termasuk dilarang oleh Alloh SWT dalam firmanNya:
يا أيها الذين آمنوا لاتتخذوا بطانة من دونكم لا يألونكم خبالا..
Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan orang yang di luar kalian sebagai teman kepercayaan, mereka tidak henti-hentinya mendatangkan bahaya kepada kalian. (QS. Ali ‘Imroon: 118)
Dan antara orang-orang kafir yang dengan sendirinya memerangi musuh-musuh kaum muslimin tanpa permintaaan bantuan dari kaum musllimin. Silahkan kaji pembahasan tersebut karena bermanfaat dalam masalah ini… Begitu pula jaminan keamanan Ibnu Ad Daghnah kepada Abu Bak-r… semuanya termasuk bagian ini….
Dan juga termasuk hal ini adalah menjalin hubungan, bergaul secara baik dan menjalin ikatan hati dengan kedua orang tua yang musyrik. Sebab ada harapan keduanya akan terpengaruh dengan anaknya dan dengan kebenaran yang diserukannya itu selama keduanya ada ikatan dengan anak….. sampai meskipun keduanya berusaha keras agar ia menyekutukan Alloh….selama keduanya tidak berada di dalam barisan yang memerangi dan memusuhi yang menghalangi jalan Alloh…Jika keduanya melakukan hal itu maka ia harus baroo’ kepada keduanya secara terang-terangan sebagaimana yang dilakukan Ibrohim kepada bapaknya ketika dia mengetahui bahwa bapaknya adalah musuh Alloh…Bahkan kedua orang tua itu dimusuhi dan diperangi sebagaimana yang dilakukan oleh Abu ‘Ubaidah dan sahabat-sahabat yang lainnya ketika perang Badar…. Demikian pula Nabi Ibrohim as, sebagaimana yang telah kami terangkan di depan, beliau berusaha menjinakkan hati bapaknya, mengajaknya dengan cara yang paling baik dan lembut, dan beliau menunjukkan keinginan keras beliau untuk memberikan hidayah kepadanya dan rasa takutnya kepada siksa Alloh terhadap wali-wali (pengikut-pengikut) syetan…. akan tetapi beliau baroo’ dan memisahkan diri darinya ketika beliau mengetahui permusuhannya yang nyata kepada Alloh….Dan Alloh mengecualikan permohonan ampun beliau untuk bapaknya, dalam perintahNya agar meneladani Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya dalam surat Al Mumtahanah. Sedangkan dalam surat At Taubah Alloh melarang orang-orang beriman memintakan ampun untuk orang-orang musyrik meskipun mereka itu adalah kerabat mereka, kemudian Alloh berfirman mengenai Ibrohim:
فلما تبين له أنه عدو لله تبرأ منه إن إبراهيم لأواه حليم
Maka tatkala Ibrohim mengetahui ternyata ia adalah musuh Alloh, Ibrohimpun baroo’ kepadanya, sesungguhnya Ibrohim itu hatinya sangat lembut lagi penyantun.
Dan senada dengan ini firman Alloh ta’aalaa:
ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن
Dan janganlah kalian berbantah dengan ahlul kitab kecuali dengan cara yang paling baik…
kemudian Alloh ta’aalaa mengecualikan:
إلا الذين ظلموا منهم ...
Kecuali orang-orang yang dholim di antara mereka. (QS. Al ‘Ankaabut: 64)
Begitu pula jaminan keamanan yang diberikan oleh An Najaasyiy kepada para sahabat yang hijroh…Silahkan kaji kisah Ja’far dan sikapnya dalam menyatakan diin dan keyakinannya tentang Isa as secara terang-terangan, yang bertentangan dengan diin orang-orang yang ia tinggal di tengah-tengah mereka. Meskipun ia dan orang-orang yang bersamanya dalam keadaan lemah dan tertindas, dan meskipun ia dan orang-orang yang bersamanya berada dalam jaminan keamanan mereka…Bahkan An Najaasyiy menangis ketika mendengar firman Alloh dibacakan, dan ia menunjukkan sikap mendukung dan menerima, dan ia memberikan jaminan keamanan kepada mereka. Sehingga mereka pun menunjukkan diin dan keyakinan mereka kepada setiap orang. Maka Islamnya An Najaasyiy dan penduduk Habasyah yang masuk Islam adalah lantaran petunjuk Alloh ta’aalaa kemudian lantaran para sahabat menunjukkan diin mereka… Dan untuk membantah syubhat ini silahkan kaji risalah Al Mauridul ‘Adzbuz Zallaal, karangan Syaikh ‘Abdur Rohmaan bin Hasan bin Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab rh dalam Ad Duror As Sunniyah, juz Mukhtasorootur Ruduud, hal. 124, dan juga hal. 197 dalam juz yang sama. Risalah ini penting untuk membantah syubhat tersebut dan dan syubhat lainnya, yaitu alasan mereka dengan orang beriman yang berada dalam keluarga fir’aun, dan demikian juga hal 212.
Dan ringkasan dari semua itu adalah … bahwasanya bermusuhan dengan ahlul baathil, dan menunjukkan baroo-ah kepada mereka, kepada ilaah-ilaah palsu mereka, diin batil mereka dan undang-undang busuk mereka… merupakan prinsip yang agung dan rukun yang kokoh dalam dakwah para Nabi dan Rasul … dan sebagaimana yang telah engkau fahami bahwa masalah ini merupakan syari’at yang jelas yang bersandar kepada pokok ajaran dan pondasi Islam … Maka seandainya seluruh penduduk bumi berkumpul untuk membantah dan meggugurkannya niscaya mereka tidak akan mampu…. Sedangkan orang yang tidak sependapat dalam permasalahan ini tidaklah berdalil kecuali dengan peristiwa-peristiwa tertentu yang menurut mayoritas ushuuliyyuun (ahli ushul fiqih) dan para peneliti tidak berlaku secara umum. Akan tetapi kisah-kisah tersebut terjadi dengan pengecualian dan pengkhususan … Dan apabila telah ditetapkan  bahwasanya jalan ini adalah prinsip yang agung dan muhkam (jelas) … maka dalil-dalil parsial dan yang lainnya, yang dianggap sebagai dalil-dalil yang bertentangan oleh orang-orang yang tidak sependapat dalam masalah ini … adalah dalil-dalil mutasyaabih (samar) yang harus dirujuk kepada dalil-dalil yang muhkam, bukan malah membenturkan sebagian ayat Alloh dengan ayat yang lain atau dengan sunnatul Musthofaa (hadits). Camkanlah masalah ini dan janganlah engkau tertipu dengan syubhat-syubhat orang-orang yang mencampur adukkannya.
“Dan demikianlah, para aktivis dakwah harus mengambil sikap memisahkan diri secara sempurna dari kaumnya…. Dan ketika pemisahan ini terlaksana, maka akan terwujud janji Alloh untuk menolong para wali-Nya terhadap musuh-musuhNya… Dan di sepanjang sejarah dakwah, Alloh tidak akan memisahkan antara wali-waliNya dan musuh-musuhNya kecuali setelah wali-waliNya sendiri  yang memisahkan diri dari musuh-musuhNya atas dasar aqidah, sehingga mereka hanya memilih Alloh saja… Dan para aktivis dakwah mendapatkan suri tauladan yang baik dari para Rasul Alloh…Dan sesungguhnya hati mereka harus dipenuhi dengan tsiqqoh (keyakinan kepada Alloh) sampai mati…. Dan mereka harus bertawakkal kepada Alloh saja di hadapan thoghut, apapun bentuknya…Dan thogut itu tidak akan dapat membahayakannya kecuali hanya gangguan….sebagai bentuk ujian dari Alloh, dan bukan karena Alloh tidak mampu untuk membela wali-waliNya, dan bukan pula karena Alloh menterlantarkan mereka dan menyerahkan mereka kepada musuh-musuhNya. Akan tetapi ini adalah ujian untuk menyaring hati dan menyaring barisan… Kemudian kejayaan itu adalah milik orang-orang beriman dan terwujudlah janji Alloh kepada mereka untuk memberikan kemenangan dan kekuasaan.” (Dinukil dari Fii Dhilaalil Qur-aan dengan sedikit perubahan).
Oval: 39Dan yang terakhir hendaknya engkau memahami bahwa manusia dalam menyikapi kebenaran ini ada empat macam:
·         Orang yang teguh dan secara tegas mengikuti millah Ibrohim dan diin seluruh Rosul sesuai dengan yang telah diterangkan di muka. Ia tidak takut terhadap celaan orang dalam menjalankan perintah Alloh. Orang semacam ini termasuk dalam golongan Ath Thoo-ifah Adh Dhoohiroh Al Manshuuroh (kelompok yang nampak dan mendapat pertolongan). Dia mendakwahkan kebenaran, ia berbaur dengan manusia dan bersabar terhadap gangguan mereka. Dialah orang yang sukses meraih kemuliaan di dua alam (dunia dan akhirat), yang Alloh sebutkan dalam firmanNya:
ومن أحسن قولا ممن دعا إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang menyeru (untuk beribadah) kepada Alloh dan beramal sholih, dan dia mengatakan: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Alloh). (QS. Fush-shilat: 33)
Dan orang semacam inilah yang dimaksud dalam hadits yang berbunyi:
المؤمن الذي يخالط الناس ويصبر على أذاهم خير ...
Orang beriman yang berbaur dengan manusia dan bersabar terhadap gangguan mereka itu lebih baik…..
Dan sesungguhnya dia mendapatkan gangguan itu disebabkan karena ia menyampaikan apa yang disampaikan oleh para Rosul…ia tidak bermudaahanah (kompromi) dengan ahlul baathil atau rukuun (sidikit condong) kepada mereka atau ridlo dengan kebatilan mereka, akan tetapi dia baroo’ kepada mereka, menunjukkan permusuhan kepada mereka dan menjauhi segala apa yang membantu mereka untuk berbuat batil, seperti kedudukan dan jabatan atau pekerjaan atau sarana. Maka barang siapa bersikap seperti ini dia tidak berdosa untuk tetap tinggal di antara mereka dan di negeri mereka, dan dia tidak wajib untuk hijroh dari negeri manapun dia berada. Syaikh Hamad bin ‘Atiiq dalam Ad Duror As Sunniyah ketika membahas firman Alloh yang berbunyi:
قد كانت لكم أسوة حسنة في إبراهيم و الذين معه
Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada diri Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya”. (QS. Al Mumtahanah: 4).
Ia mengatakan: “Makna dari firmanNya yang berbunyi   بدا adalah ظهر (nampak) dan بان  (jelas), dan maksudnya adalah terang-terangan untuk terus menerus memusuhi dan mebenci orang yang bertauhid kepada Robbnya. Barang siapa telah merealisasikan ini dengan ilmu dan amal, dan telah menyatakannya dengan terang-terangan sehingga penduduk negerinya mengetahuinya, maka dia tidak wajib hijroh dari negeri mana saja dia berada. Adapun orang yang tidak melaksanakan seperti itu, lalu dia menyangka bahwa apabila dia dibiarkan mengerjakan sholat, shoum (puasa) dan haji berarti telah gugur kewajiban hijroh baginya, maka ini merupakan bentuk kebodohan terhadap diin dan kelalaian terhadap inti ajaran para Rosul….” (hal. 199 dari juz Jihad). Orang semacam ini apabila dia telah menyampaikan kebenaran dengan terang-terangan lalu dia diancam untuk dibunuh dan disiksa, sedangkan tidak ada negara yang ia dapat hijroh ke sana, maka suri tauladan yang baik baginya adalah ash-haabul kahfi (orang-orang yang bersembunyi di goa) yang mempertahankan diinnya dan mereka melarikan diri ke gunung……dan ada suri tauladan yang lain yaitu ash-haabul ukhduud yang dibakar karena mempertahankan aqidah dan tauhid mereka, sedangkan mereka tidak merasa lemah atau tunduk... dan juga ada suri tauladan pada sahabat-sahabat Nabi yang berhijroh, berjihad, berperang dan terbunuh. Dan cukuplah bagimu Robbmu sebagai pemberi petunjuk dan pembela.
ولكن رواسيها وأوتادها هم
ولكن هم فيها بدور وأنجـم
ولو لاهم كادت تميد بأهلها
ولو لاهم كانت ظلاما بأهلها
kalau bukan karena mereka, hampir saja penduduknya goncang…
akan tetapi merekalah yang menjadi gunung-gunung dan pasak-pasaknya. ..
kalau bukan karena mereka, pasti penghuninya akan diselimuti kegelapan. ..
akan tetapi merekalah yang menjadi rembulan dan bintang di sana
·         Atau orang yang lebih rendah tingkatannya daripada yang pertama. Ia tidak mampu menempuh jalan yang dipenuhi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut. Ia khawatir terhadap diinnya namun dia tidak mampu untuk menyatakannya dengan terang-terangan….Maka dia ‘uzlah (mengasingkan diri) dengan membawa kambing-kambing miliknya di tempat-tempat turunnya hujan (lembah) dan perbukitan. Di sana dia beribadah kepada Alloh dan lari menyelamatkan diinnya dari fitnah (ujian, kerusakan)….
·         Atau orang mustadl’af (yang lemah dan tertindas), yang menutup pintu rumahnya dan dia urusi urusan-urusan pribadinya (keluarganya). Ia berusaha untuk menyelamatkan dan menjaga keluarganya dari kesyirikan, dari orang-orang musyrik, dan dari naar (neraka) yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….Ia menjauhi dan memalingkan diri dari orang kafir. Ia tidak menampakkan sikap ridlo terhadap kebatilan mereka dan tidak pula mendukungnya dalam bentuk apapun…. Dan untuk menyelamatkan tauhidnya, hatinya harus tetap memendam permusuhan dan kebencian terhadap kesyirikan dan orang-orang musyrik. Ia menunggu-nunggu hilangnya penghalang… Dan mencari-cari kesempatan untuk lari menyelamatkan diinnya dan hijroh ke tempat yang lebih ringan kejahatannya…. yang ia dapat melaksanakan idz-haarud diin (menunjukkan diin), sebagaimana hijrohnya para sahabat ke Habasyah (Ethiopia).
·         Atau orang yang menunjukkan sikap ridlo terhadap ahlul baathil, bermudaahanah (kompromi) dengan kedustaan dan kesesatan mereka. Orang semacam ini ada 3 macam keadaannya sebagaimana yang diterangkan oleh Syaikh Ibnu ‘Atiiq dalam Sabiilun Najaat wal Fikaak, hal. 62, ia mengatakan:
a.       Keadaan Pertama: ia mengikuti mereka baik lahir maupun batin. Orang semacam ini kafir dan keluar dari Islam. Sama saja apakah dia mukroh (dipaksa) atau tidak. Dia ini termasuk dalam firman Alloh:
ولكن من شرح بالكفر صدرا فعليهم غضب من الله ولهم عذاب عظيم
Akan tetapi barang siapa yang dadanya lapang terhadap kekafiran, maka baginya adalah murka dari Alloh dan siksa yang besar. (QS. An Nahl: 106).
b.      Keadaan Kedua: ia mengikuti dan cenderung kepada mereka dalam hati, namun secara dhohir ia menyelisihi mereka. Ini juga kafir dan mereka inilah yang disebut orang-orang munafiq.
c.       Keadaan Ketiga: ia mengikuti mereka secara dhoohir namun hatinya tidak setuju dengan mereka. Orang semacam ini ada 2 macam:
·         Pertama: dia melakukannya karena ia berada di bawah kekuasaan mereka dan mereka memukul, memenjarakan dan mengancamnya untuk dibunuh. Dalam keadaan seperti ini dia boleh mengikuti mereka secara dhohir namun hatinya harus tetap dalam keadaan iman, sebagaimana yang terjadi dengan ‘Ammaar. Alloh berfirman:
إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان
Kecuali orang yang mukroh (dipaksa) sedangkan hatinya tetap beriman. (QS. An Nahl: 106).
Saya katakan: Dalam kadaan seperti ini hendaknya ia senantiasa berusaha untuk lari menyelamatkan diinnya, sebagaimana yang dilakukan para sahabat Nabi SAW yang lemah dan tertindas, dan senantiasa berdoa dengan:
ربنا أخرجنا من هذه القرية الظالم أهلها واجعل لنا من لدنك وليا واجعل لنا من لدنك نصيرا
Oval: 40Wahai Robb kami keluarkanlah kami dari negeri yang penduduknya dholim ini, dan jadikanlah bagi kami penolong dari sisiMu dan jadikanlah bagi kami pembela dari sisiMu. (QS. An Nissa’: 75).
·         Kemudian ia (Syaikh Ibnu ‘Atiiq) mengatakan: “Kedua: Ia mengikuti mereka secara dhohir namun hatinya tidak setuju dengan mereka, padahal dia tidak berada di bawah kekuasaan mereka. Akan tetapi yang mendorongnya bersikap seperti itu adalah tamak terhadap kekuasaan atau harta atau cinta terhadap Negara atau keluarga atau khawatir terjadi apa-apa dengan hartanya. Orang semacam ini murtad dan kebenciannya dalam hati kepada mereka tidak ada manfaatnya. Orang semacam ini termasuk yang Alloh maksud dalam firmanNya:
ذلك بأنهم استحبوا الحياة الدنيا على الآخرة وإن الله لا يهدي القوم الكافرين
Hal itu disebabkan karena mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada Akherat. Dan sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dholim. (QS. An Nahl: 107)
Dalam ayat ini Alloh menerangkan bahwasanya yang mendorong mereka untuk melakukan kekafiran bukanlah kebodohan atau kebenciannya atau kecintaannya kepada kebatilan, akan tetapi nilai-nilai duniawi yang lebih dia utamakan daripada diin….” Ia (Syaikh Ibnu ‘Atiiq) juga mengatakan: “Dan inilah yang dimaksud dalam perkataan Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab rh.”
Saya katakan: “Perkataan Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab yang dimaksud oleh Ibnu ‘Atiq tersebut terdapat di banyak tempat dalam buku-buku dan risalah-risalahnya. Sebagai contoh adalah perkataannya dalam Majmuu’atur Rosaa-il An Najdiyah, hal. 42, yaitu yang berbunyi: “Ketahuilah bahwasanya dalil-dalil yang menunjukkan atas kafirnya orang muslim yang shohih apabila ia menyekutukan Alloh atau berada dalam barisan orang-orang musyrik dalam memusuhi orang-orang yang bertauhid, meskipun dia tidak menyekutukan Alloh, sangat banyak untuk disebutkan, baik dari firman Alloh, sabda RosulNya dan perkataan para ulama’. Dan di sini saya sebutkan sebuah ayat yang penafsirannya telah disepakati oleh para ulama’, yaitu bahwasanya ayat tersebut turun mengenai kaum muslimin dan juga bahwasanya apabila seseorang mengucapkannya maka dia telah kafir, kapanpun dia mengucapkannya. Alloh Ta’ala berfirman:
من كفر بالله بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان
Barang siapa yang kafir kepada Alloh setelah dia beriman, kecuali orang yang mukroh (dipaksa) sedangkan hatinya tetap beriman. (QS. An Nahl: 106).
Dalam ayat ini disebutkan bahwasanya mereka lebih mencintai kehidupan dunia dari pada akherat. Maka apabila para ulama’ mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai para sahabat yang disakiti oleh penduduk Mekkah, dan para ulama’ juga mengatakan bahwasanya apabila seseorang sahabat mengucapkan kata-kata syirik dengan lisannya, meskipun ia membencinya dan memusuhi penganutnya, akan tetapi dia mengucapkannya karena takut kepada mereka maka dia telah kafir setelah dia beriman”.
Ini sesuai dengan perkataan Syaikh Ibnu ‘Atiiq sebelumnya dan perkataan Syaikh Sulaimaan yang tercantum setelahnya. Dan ini adalah perkataan yang sangat sensitif. Dan saya yakin betul seandainya ini perkataan kami dan bukan perkataan para imam tersebut pasti akan dikatakan: khowaarij dan takfiir.. Padahal ayat tersebut merupakan nash yang jelas menunjukkan padanya…Permasalahan ini berbeda dengan permasalahan ikrooh (dipaksa) atau dipukul atau disiksa yang mana pelakunya akan Alloh maafkan. Akan tetapi di sini kami berbicara mengenai orang-orang yang tidak dipaksa, tidak dipukul dan tidak disiksa, akan tetapi yang mendorong mereka mengikuti dan berwalaa’ kepada orang-orang musyrik adalah cinta dunia, khawatir dengannya, tamak dengan harta dan cinta kepada tempat tinggal (yang mereka sebut sebagai tanah dan tabungan). Ini berarti ia lebih mencintai kehidupan dunia daripada akherat dan menukar kesenangan yang fana dengan mengorbankan diin, tauhid dan aqidah…Dan terkadang mereka beralasan dengan ikrooh dan mengaku karena dloruuroh padahal sebenarnya tidak demikian. Oleh karena itu Alloh Taa’alaa berfirman dalam surat Ali ‘Imoon setelah melarang berwalaa’ (loyal) kepada musuh-musuhNya dan memperbolehkan untuk taqiyah bagi orang yang benar-benar mukroh. Alloh mengingatkan dengan firmanNya:
ويحذركم الله نفسه وإلى الله المصير * قل إن تخفوا ما في صدوركم أو تبدوه يعلمه الله
Dan Alloh mengingatkan kalian terhadap diriNya. Dan hanya kepadaNyalah tempat kembali. Katakanlah: Jika kalian menyembunyikan apa yang ada dalam dada-dada kalian atau kalian menampakkannya niscaya Alloh mengetahuinya. (QS. Ali ‘Imroon: 28-29)
Dan Alloh langsung berfirman pada ayat setelahnya:
يوم تجد كل نفس ما عملت من خير محضرا وما عملت من سوء تود لو أن بينها وبينه أمدا بعيدا  ويحذركم الله نفسه ...
Pada hari dimana tiap-tiap jiwa mendapatkan kebaikan yang ia lakukan dihadapkan kepadanya, dan begitu pula kejelekan yang ia lakukan. Ia berharap seandainya antara dirinya dan hari itu ada jarak waktu yang lama. Dan Alloh mengingatkan kalian dari diriNya. (QS. Ali ‘Imroon: 30)
Oval: 41Ini merupakan ancaman yang paling besar bagi orang yang merenungkan dan memikirkan Al Qur’an….Akan tetapi barang siapa yang Alloh ingin menyesatkannya, maka engkau sama sekali tidak berkuasa menghalangiNya sedikitpun… Hal itu disebabkan karena banyak orang yang tidak ada nilainya beralasan dengan ikrooh padahal mereka bukanlah orang yang mukroh (dipaksa) … Dan para ulama’ telah menyebutkan syarat-syarat syahnya ikrooh, yaitu diantaranya:
·         Hendaknya orang yang mukrih (memaksa) mampu untuk melakukan apa yang dia ancamkan, dan orang yang mukroh (dipaksa) tidak mampu melawan meskipun dengan lari….
·         Hendaknya ia mempunyai perkiraan kuat seandainya ia menolak, pasti ancaman itu ditimpakan kepadanya.
·         Hendaknya ancaman itu bersifat segera. Sehingga kalau dia mengatakan:”Jika kamu tidak melakukan begini pasti kamu akan aku pukul besok.” Ini tidak dianggap sebagai mukroh (orang yang dipaksa).
·         Orang yang disuruh itu tidak menunjukkan tindakan berlebih-lebihan dengan melakukan perbuatan melebihi apa yang dapat menghindarkan dirinya dari siksaan.
Para ulama’ juga membedakan antara ancaman untuk perbuatan maksiat dan antara ancaman untuk mengucapkan kata-kata kafir atau untuk berwaala’ kepada orang-orang kafir dan hal-hal yang semisal dengannya. Bagian yang kedua ini tidak boleh dilakukan kecuali bagi orang yang disiksa dengan siksaan yang ia tidak mampu menanggungnya. Para ulama’ menyebutkan sebagai contohnya adalah dibunuh, dibakar dengan api, dipotong anggota badannya, dipenjara selamanya dan lain-lain. Dan ‘Ammaar ra adalah orang yang menjadi penyebab turunnya ayat taqiyah. Padahal kita tahu bahwa dia tidak mengucapkan kata-kata kafir kecuali setelah melihat pembunuhan terhadap bapak dan ibunya dan setelah ia merasakan berbagai macam siksaan. Sehingga tulang rusuknya patah dan ia mendapatkan siksaan di jalan Alloh dengan siksaan yang keras…Dan mayoritas orang-orang yang beralasan dengan taqiyah, yang menimbulkan fitnah dan tenggelam dalam kebatilan dan kesyirikan itu belum mendapatkan sepersepuluhpun dari apa yang didapatkan oleh ‘Ammaar. Akan tetapi sebagaimana yang saya katakan sebelumnya, barang siapa yang Alloh ingin menyesatkannya maka sekali-kali engkau tidak akan dapat menghalang-halangiNya sedikitpun.
Selain itu, sesungguhnya para ulama’ selain menerangkan itu semua dalam bab-bab ikrooh untuk mengucapkan kata-kata kafir, mereka juga mengatakan bahwasanya memilih ‘aziimah (hukum asal) dan bersabar menghadapi siksaan sambil mengharap pahala di sisi Alloh SWT itu lebih agung dan lebih utama. Dan sikap-sikap para sahabat, tabi’in dan para imam memperkuat hal ini. Karena dengan sikap-sikap seperti ini idz-haarud diin (menampakkan diin) dan memuliakannya terwujud. Lihat juga Shohiih Al Bukhooriy, Bab “Orang yang memilih dipukul, dibunuh dan dihinakan daripada melakukan kekafiran”. Dan banyak hal yang memperkuat hal ini. Begitu pula sikap para imam sangat banyak jika mau disebutkan seperti sikap Imam Ahmad dalam menghadapi fitnah Kholqul Qur’an (paham yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluq) dan banyak lagi yang lain….
Dan merka menyitir firman Alloh Ta’aalaa:
ومن الناس من يقول آمنا بالله فإذا أوذي في الله جعل فتنة الناس كعذاب الله
Dan diantara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Alloh, namun apabila mendapat gangguan di jalan Alloh ia menganggap gangguan manusia itu seperti siksaan Alloh. (QS. Al ‘Ankaabut:10)
Mereka juga menerangkan bahwasanya jika masih ada alternatif (pilihan) untuk menggugurkan ikrooh, sebagaimana kondisi Nabi Syu’aib bersama kaumnya ketika mereka memberikan pilihan kepadanya antara kembali kepada kekafiran atau keluar dari negeri mereka, bahwa dalam keadaan seperti ini para ulama’ tidak memperbolehkan menuruti mereka untuk menunjukkan kekafiran. Semua ini kami paparkan supaya orang yang diberikan karunia akal dan tauhid oleh Alloh mengetahui keterasingan diin ini pada zaman ini dan keterasingan para da’inya serta penganutnya yang benar-benar memahaminya … dan bahwasanya mayoritas manusia pada hari ini telah masuk diin (agama) pemerintah dan diin para thoghut dengan sukarela tanpa ada ikrooh yang haqiqi, akan tetapi karena lebih mencintai kehidupan dunia, tempat tinggal, harta, kesenangan dan kedudukan dari pada diin Alloh. Mereka mengorbankannya dan menjualnya dengan harga yang sangat murah. Maka jangan sampai engkau seperti mereka sehingga engkau akan menyesal…
Oval: 42Dengan semua ini dan juga hal-hal yang semisalnya, sirnalah apa yang dianggap aneh dan jahat oleh kebanyakan manusia, seperti perkataan Syaikh Ibnu ‘Atiiq diatas mengenai orang yang secara dhohir mengikuti orang musyrik meskipun secara batin dia menyelisihi mereka ketika dia tidak berada di bawah kekuasaan mereka. Akan tetapi yang mendorongnya berbuat seperti itu adalah hal-hal yang ia sebutkan yang bersifat duniawi dan bukan ikrooh…Dan perkataannnya yang berbunyi: ”Meskipun dalam hatinya dia menyelisihi mereka”. Maksudnya adalah, walohu a’lam: ”Hal itu menurut anggapan dirinya” karena bagaimana kita dapat mengetahui hakekat isi hatinya ketika itu, kecuali melalui wahyu sebagaimana dalam kisah Haathib bin Abiy Balta’ah…Dan Alloh ‘Azza wa Jalla tidak membebani kita dengan hal-hal yang ada dalam hati, akan tetapi kita menghukuminya berdasarkan yang dhohir. Sebagaimana kita menahan pedang-pedang kita dari orang  yang memendam kemunafiqan namun menunjukkan walaa’ (loyal) kepada Islam dan menampakkan syi’ar-syi’arnya, maka begitu pula kita menyikapi orang yang menunjukkan walaa’ (loyal) nya kepada orang-orang kafir dan bergabung dengan mereka, meskipun ia mengaku memendam Islam dalam hatinya…Karena di dalam hukum dunia ini Alloh ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita beribadah dengan berdasarkan hal-hal yang dhohir. Dan hanya Alloh sajalah yang mengurusi apa yang tersembunyi dalam hati, dan yang mengetahui siapa yang jujur dan siapa yang dusta. Lalu Alloh menghitung amalan-amalan manusia dan membangkitkan mereka sesuai dengan niat-niat mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Ummul Mu’miniin yang muttafaqun ‘alaihi tentang sebuah pasukan yang ditenggelamkan ke dalam bumi sedangkan diantara mereka ada yang melakukannya dengan kesadaran dan ada yang dipaksa, maka di dunia Alloh binasakan mereka semua dan pada Hari Qiyamat Alloh bangkitkan mereka sesuai dengan niatnya…Dan inilah yang dimaksud dalam perkataan ‘Umar ibnul Khoththoob ra yang terdapat dalam Shohiih Al Bukhooriy:
إن أناسا كانوا يؤخذون بالوحي في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فمن أظهر لنا خيرا أمناه وقربناه وليس إلينا من سريرته شيء الله يحاسب سريرته. ومن أظهر لنا سوءا لم نأمنه ولم نصدقه وإن قال إن سريرته حسنة
Dahulu pada zaman Rosulullah SAW seseorang dihukum berdasarkan wahyu. Maka barang siapa menampakkan kebaikan kepada kami maka akan kami jamin keamanannya dan kami dekati dia, sedangkan apa yang ada dalam hatinya bukanlah tanggung jawab kami akan tetapi Allohlah yang akan memperhitungkannya. Dan barang siapa menunjukkan kejahatan kepada kami maka kami tidak menjamin keamanannya dan kami tidak mempercayainya, meskipun ia mengatakan bahwa hatinya baik.
Dan demikianlah Nabi SAW dalam bersikap terhadap manusia dalam peperangan dan lainnya. Coba perhatikan Al ‘Abbaas bin ‘Abdul Mutholib, ia mengaku telah memeluk Islam. Sebagai contoh lihat VI/88,89 dan 91 dalam Majma’uz Zawaa-id, IV/242-246 dalam Musykilul Aatsaar, dan lain-lain…Akan tetapi dia tetap tinggal di Mekah yang ketika itu adalah Daarul Kufri (Negara kafir) dan dia tidak berhijroh ke Daarul Islam, kemudian dia keluar berperang bersama orang-orang musyrik pada perang Badar. Lalu ia ditawan oleh kaum muslimin dan diperlakukan berdasarkan dhohirnya dan bukan berdasarkan pengakuannya bahwa dia dalam hatinya Islam, karena dia ikut dalam barisan orang-orang musyrik dan memperbanyak jumlah mereka. Dan dalam suatu riwayat disebutkan bahwa dia mengaku mukroh (dipaksa) untuk ikut bersama mereka sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar di atas. Diantara riwayat tersebut menyebutkan bahwasanya Nabi SAW mengatakan kepadanya ketika dia beralasan dengan ikrooh (dipaksa) dan dia mengaku menganut Islam:
الله أعلم بشأنك إن يك ما تدعي حقا فالله يجزيك بذلك فأما ظاهر أمرك فقد كان علينا فافد نفسك
Allah lebih mengetahui tentang dirimu. Jika apa yang kau katakan itu benar maka Alloh akan memberimu pahala sesuai dengan itu. Namun secara dhohir kamu memusuhi kami maka tebuslah dirimu. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan sanadnya tsiqqoh (terpercaya), namun ada satu rowi yang tidak ia sebutkan).
Namun bagaimanapun bagi kita cukup apa yang terdapat dalam Shohiih Al Bukhooriy dan lainnya yaitu bahwasanya memperlakukannya sesuai dengan dhohirnya dan beliau tidak membebaskannya kecuali setelah ia menebus dirinya sebagaimana tawanan-tawanan musyrik yang lain…Dan mungkin juga termasuk dalam masalah ini apa yang disebutkan dalam Shohiih Muslim, yaitu Hadits dari ‘Imroon bin Hushoin tentang seseorang dari Baniy ‘Uqoil yang merupakan sekutu Baniy Tsaqiif, ia ditawan oleh Nabi Saw dan beliau tidak melepaskannya meskipun ia mengaku Islam. Lihat dalam Mukhtashor Al-Mundziriy no: 1008.
Berdasarkan ini semua dapat dipahami bahwa dalam muamalat dan hukum dunia kita diperintahkan bersikap berdasarkan yang nampak, bukan yang berada dalam hati. Dan ini merupakan karunia Alloh kepada kita, karena kalau tidak demikian tentu Islam dan penganutnya akan menjadi permainan dan bahan tertawaan bagi setiap intel (mata-mata), orang jahat dan zindiiq (munafiq). Termasuk dalam hal ini adalah apa yang dilakukan oleh Haathib ketika penaklukkan Mekah. Maka pada prinsipnya, seseorang itu divonis kafir sesuai dengan perbuatan dhohirnya, dan kaum muslimin melaksanakan konsekuensi-konsekuensinya pada pelakunya berupa hukum-hukum di dunia seperti membunuh dan menawannya. Dan barang siapa memperhatikan orang-orang murtad, bentuk-bentuknya, alasan-alasan mereka, penakwilan-penakwilan mereka, dan alasan-alasan orang yang terkecoh dengan kesaksian orang-orang atas kenabian Musailamah, dan kisah Tsumaamah, Al Yasykuriy dan lain-lain…dan bagaimana Ash Shiddiiq memperlakukan mereka semua sesuai dengan dhohirnya… iapun membunuh dan menawan mereka … dan bahwasanya ini merupakan keutamaan, sikap dan kebaikan Abu Bak-r yang paling besar; barangsiapa memperhatikan ini semua pasti ia memahami kebenaran apa yang kami maksudkan dan kami lontarkan. Dan dalam hal ini silahkan kaji perkataan Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab rh, perkataan beliau dalam hal ini banyak … sebagai contoh lihat 6 poin yang ia sebutkan dalam kata pengantar siirohnya, dan banyak lagi yang lain … Dan ini persis dengan apa yang di pahami ‘Umar ra dalam kisah Haathib dan yang ia nyatakan dihadapan Nabi SAW, dan sebagaiman yang kita ketahui bahwasanya Nabi SAW tidak mengingkari pemahaman ‘Umar ini. Beliau ketika itu juga tidak besabda kepadanya :
Oval: 43إذا قال الرحل لأخيه يا كافر فقد باء به أحدهما
Apabila seseorang mengatakan kepada saudaranya : wahai orang kafir, maka perkataan itu akan menimpa kepada salah seorang diantara keduanya.
Bahkan beliau membiarkan vonisnya dan tidak mengingkarinya untuk orang yang tidak terdapat maani’ (penghalang) sebagaimana yang terdapat pada diri Haathib. Dan beliau memuji apa yang ada dalam hati Haathib dengan bersabda :
وما يدريك لعل الله قج اطلع على أهل بدر
Tahukah kamu, mungkin Alloh telah melihat kepada Ahlul Badar (orang-orang yang ikut perang Badar)….dst.
Dan dalam Shohiih Al Bukhooriy dan lainnya Haathib ra mengatakan:
ما فعلت ذلك كفرا ولا ارتدادا ولا رضى بالكفر بعد الإسلام
Saya melakukan hal itu bukan karena saya kafir atau murtad atau ridlo terhadap kekafiran, setelah saya Islam…
Dan beliau SAW membenarkannya dengan bersabda:
قد صدقكم
Dia telah berkata benar kepada kalian
Ia ra segera mengatakan seperti itu. Hal ini jelas menunjukkan bahwasanya dalam jiwa para sahabat itu telah tertanam pemahaman bahwa pada dasarnya perbuatan tersebut adalah kemurtadan dan kekafiran …. Sedangkan dalam riwayat Abu Ya’laa dan Ahmad, ia mengatakan:
أما إني لم أفعله غشا لرسول الله صلى الله عليه وسلم ولا نفاقا قد علمت أن الله مظهر رسوله ومتم له نوره
Sesungguhnya aku melakukannya bukan karena berkhianat kepada Rosulullah SAW atau berbuat kemunafikan. Saya tahu bahwasanya Alloh akan memenangkan RosulNya dan menyempurnakan cahayaNya. (Lihat Majma’uz Zawaa-id IX/306).
Dan perhatikanlah sabda Nabi SAW dalam riwayat Al Bukhooriy yang berbunyi:
قد صدقكم
Dia telah berkata jujur kepada kalian
Seorang sahabat yang mengikuti perang Badar ini dikecualikan, dipuji dan diberi kesaksikan mengenai isi hatinya oleh Nabi SAW bahwasanya dia melakukannya bukan karena murtad atau kafir, akan tetapi baginya adalah dosa besar yang diampuni karena dia ikut perang Badar…Lalu apakah orang-orang yang menganggap enteng masalah berwalaa’ kepada orang-orang kafir yang berlebih-lebihan dalam memandang kisah Haathib, apakah ada diantara mereka hari ini yang pernah ikut perang Badar, yang telah Alloh lihat hatinya, sehingga mereka menjadikan perbuatan ini merupakan dosa besar secara mutlak, mereka meremehkannya serta berguguran di dalamnya…??
            Dan ini tidak kita tanyakan kecuali setelah kita mengetahui kejujuran hati mereka dan bahwa mereka melakukannya bukan karena murtad atau kafir…dan untuk itu….dari mana kita mengetahui kebenaran isi hati mereka setelah wahyu terputus, dan siapakah yang akan memuji mereka dan memberikan kesaksikan hal itu sepeninggal Rosulullah SAW. Karena ini merupakan maani’ (penghalang vonis) kafir yang bersifat baathin…dan bukan bersifat dhoohir. Dan kita tidak dibebani dengannya setelah wahyu terputus. Oleh karena itu pada prinsipnya orang yang condong, setuju dan berwalaa’ kepada orang kafir kita vonis dia berdasarkan dhohirnya sebagaimana penjelasan di depan, dan Alloh lah yang mengurusi isi hatinya, jika berbeda dengan dhohirnya, dan ia akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya jika dia dibunuh kaum muslimin pada saat ia berada dalam barisan orang-orang kafir. Dan jika tertawan maka diberlakukan kepadanya hukum-hukum yang berlaku pada orang-orang kafir, sebagaimana yang telah dijelaskan di depan. Sedangkan kaum muslimin ma’dzuur (dimaafkan) untuk membunuh orang yang menunjukkan perbuatan seperti ini, meskipun ia mengaku bahwa dalam hati ia Islam dan berwalaa’ (loyal) kepada para pemeluknya. Dan dalam masalah ini silahkan lihat perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rh tentang sebuah pasukan yang menyerang Ka’bah kemudian ditenggelamkan ke bumi. Dan kisah penawanan Al ‘Abbaas pada perang Badar dan pengakuannya sebagai orang Islam… dalam Majmu’ Fatawa XXVIII / 537, dan perkataan muridnya yaitu Al ‘Allaamah Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Ma’aad III / 422 dan ulama’-ulama’ muhaqqiqiin yang lain. Dan perhatikan pula sebab turunnya firman Alloh Ta’aalaa yang berbunyi:
إن الذين توفاهم الملائكة ظالمي أنفسهم
Sesungguhnya orang-orang yang dimatikan oleh para Malaikat dalam keadaan mendholimi diri mereka sendiri...(QS. An Nissa’: 97).
Lihatlah dalam Shohiih Al Bukhooriy dan yang lainnya karena ini bermanfaat dalam masalah ini….Giatlah  dan perhatikanlah semua itu, dan singkirkanlah debu-debu tidur dari kedua matamu, dan janganlah kamu bersama orang-orang malas yang taqlid….
            Dan terakhir, Al Haafidz menyebutkan dalam kitab Fat-hul Baariy VII / 521 riwayat dari beberapa ahli sejarah perang, yaitu yang terdapat dalam Tafsiir Yahyaa bin Salaam, bahwa surat Haathib itu bunyinya:
أما بعد يا معشر قريش، فإن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد جاءكم بجيش كالليل يسير كالسيل، فوالله لو جاءكم وحده لنصره الله وأنجز له وعده، فانظروا لأنفسكم والسلام
Amma ba’du: Wahai orang-orang Quroisy, sesungguhnya Rosululloh SAW telah datang kepada kalian dengan pasukan seperti malam yang mengalir seperti air bah. Demi Alloh seandainya ia datang sendirian saja pasti Alloh akan memenangkannya dan menepati janjiNya kepada beliau, maka berpikirlah untuk diri kalian sendiri, Wassalam
Inilah yang diriwayatkan oleh As Suhailiy.
            Saya katakan: Seandainya orang yang berakal memperhatikan isi surat Haathib dan keyakinannya terhadap pertolongan Alloh kepada Nabi-NYa SAW ini, serta penghormatannya kepada beliau. Namun demikian lantaran perbuatannya itu Alloh menurunkan ayat yang agung yang membikin kulit orang-orang beriman bergetar, yang berbunyi:
يا أيها الذين آمنوا لاتتخذوا عدوي و عدوكم أولياء تلقون إليهم بالمودة وقد كفروا بما جاءكم من الحق يخرجون الرسول وإياكم أن تؤمنوا بالله ربكم إن كنتم خرجتم جهادا في سبيلي وابتغاء مرضاتي تسرون إليهم بالمودة وأنا أعلم بما أخفيتم وما أعلنتم ومن يفعله منكم فقد ضل سواء السبيل
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan musuh-musuhKu dan musuh-musuh kalian sebagai wali (kawan-kawan dekat) kalian, dengan cara membocorkan rahasia kepada mereka karena kalian sayang kepada mereka, padahal mereka telah kafir kepada ajaran yang datang kepada kalian. Mereka mengusir Rosul dan mengusir kalian lantaran kalian beriman kepada Alloh, Robb kalian, jika kalian memang benar-benar keluar untuk berjihad di jalan Ku dan mencari ridloKu. Kalian bocorkan rahasia kepada mereka secara diam-diam karena kalian sayang kepada mereka. Dan Aku mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan. Dan barang siapa diantara kalian yang berbuat seperti itu maka dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al Mumtahanah: 1)
Seandainya engkau memperhatikan ayat ini tentu Alloh memberi petunjuk kepadamu, bagaimana dalam ayat ini Alloh Ta’aalaa berbicara keras dan menganggap perbuatan tersebut sebagai walaa’ (loyal) dan sayang kepada musuh-musuhNya…kemudian engkau lihat keadaan orang-orang yang mengaku sebagai juru dakwah dan sebagai orang Islam pada jaman sekarang, serta apa yang mereka lakukan berupa memberi restu, dan bermudaahanah (kompromi) bahkan membela dan mendukumg para penyembah undang-undang… dan kaki tangan orang-orang Eropa serta musuh-musuh syariat dan tauhid. Juga sikap-sikap yang mereka tunjukkan berupa berwalaa’ kepada hukum dan pemerintahan mereka, dan bersumpah untuk menghormati undang-undang mereka; tentu engkau memahami hakekat keterasingan diin ini dan keterasingan penganutnya yang memahaminya dengan benar. Maka janganlah engkau melalaikan diin…jangan….sekali-kali jangan.
Oval: 44Syaikh Hamad bin ‘Atiiq mengatakan: ”Dan adapun apa yang diyakini oleh kebanyakan manusia sebagai udzur (alasan) sebenarnya hanyalah tipu daya dan bujukan syetan. Hal itu karena jika diantara mereka di takut-takuti oleh para wali (kawan-kawan) syetan dengan gertakan dan bukan sungguhan, ia menyangka dengan begitu ia diperbolehkan untuk menampakkan sikap setuju dan tunduk kepada orang musyrik…dst”. Kemudian ia menyebutkan perkataan Ibnu Taimiyah mengenai bentuk ikrooh untuk mengucapkan kata-kata kafir, yaitu bahwasanya tidak ada ikrooh kecuali dengan dipukul atau disiksa atau dibunuh, dan bukan dengan sekedar dengan ucapan atau ditakut-takuti untuk dipisahkan dengan istrinya atau hartanya atau keluarganya… Kemudian ia rh  mengatakan : “Apabila engkau telah mamahami hal ini dan memahami apa yang dilakukan oleh kebanyakan manusia tentu engkau memahami sabda Nabi SAW yang berbunyi :
بدأ الإسلام غريبا وسيعود غريبا كما بدأ
Islam itu bermula dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana semula.
Dan sungguh ia telah kembali asing, dan lebih asing lagi orang yang memahaminya dengan benar. Wabillaahit Taufiiq. (Dari Sabiilun Najaat, pada tempat yang sama)
Oval: 45            Dan Syaikh Sulaimaan bin ‘Abdulloh bin Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab (penulis buku Taisiirul ‘Aziizi Hamiid) mengatakan dalam pengantar risalah Hukmu Muwaalaati Ahlil Isyrook: “Ketahuilah --- semoga Alloh merahmatimu --- jika seseorang menunjukkan persetujuan dengan orang-orang musyrik tentang diin mereka karena takut atau mudaarooh (basa-basi) atau mudaahanah (kompromi) kepada mereka dengan tujuan untuk menghindar dari kejahatan mereka, maka dia kafir seperti mereka meskipun dia membenci diin mereka, membenci mereka dan mencintai Islam dan kaum muslimin…”
            Kemudian ia menyebut hal yang lebih parah lagi yaitu membantu orang-orang musyrik dengan harta, berwalaa’ (loyal) kepada mereka dan memutuskan walaa’ nya kepada kaum muslimin … Sampai ia mengatakan : “Dan dari semua itu tidak ada yang dikecualikan selain mukroh (orang yang dipaksa), yaitu orang yang dikuasai oleh orang-orang musyrik, lalu mereka mengatakan kepadanya : Kafirlah, atau berbuatlah begini, kalau kamu tidak mau maka kami akan berbuat sesuatu kepadamu dan kamu akan kami bunuh. Atau mereka menangkapnya lalu menyiksanya sampai dia mau menyetujui mereka. Dalam keadaan seperti ini dia diperbolehkan  setuju dengan mereka secara lisan namun hatinya tetap beriman. Dan para ulama’ telah bersepakat bahwasanya barangsiapa mengucapkan  kata-kata kafir secara main-main (tidak serius) maka dia kafir. Lalu bagai mana dengan orang yang menunjukkan perbuatan kafir karena takut atau karena tamak dengan dunia.??” Kemudian ia memaparkan lebih dari 20 dalil tentang masalah ini… Oleh karena itu bukunya tersebut terkenal dengan nama Ad Dalaa-il. Hendaknya itu semua direnungkan oleh para aktifis dakwah yang menunjukkan walaa’ (loyalitas) nya kepada para penyembah Elyasiq dan orang-orang yang sepaham dengan mereka, membela undang-undang mereka, pemerintahan mereka dan tentara-tentara mereka … Dan hendaknya para aktifis dakwah tersebut merenungkan ini semua… karena hal ini sangat penting bagi mereka, terutama apabila mereka mengetahui bahwa ini semua ditulis berkenaan dengan tentra-tentara Mesir ketika menyerang Nejd pada masa Syaikh Ahmad bin ‘Atiiq dan  Syaikh Sulaimaan yang mana ketika itu keduanya menulis buku Sabiilun Najaat Wal Fikaak dan buku Ad Dalaa-il untuk mengingatkan manusia agar tidak berwalaa’ (loyal) kepada para tentara tersebut, yang mana mereka banyak melakukan bid’ah, khurofat dan syirik-syirik kuburan. Lihat Ad Duror As Sunniyah, juz Jihad hal. 309 dan lainnya…. Dan  telah kita ketahui bersama bahwa para ulama’ Nejd yang terkenal dari anak-anak Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab rh dan para pengikutnya pada masa itu, mereka mengkafirkan pemerintah Mesir dan tentaranya yang tunduk kepada negara Turki, sebagaiman yang masyhur dalam berbagai risalah-risalah mereka. Bahkan mereka mengkafirkan setiap orang yang berwalaa’ (loyal) kepada mereka atau menta’ati mereka dan ridho terhadap mereka, menjadikan mereka sebagai waliijah (sahabat karib) selain orang-orang beriman… Dan sekarang pertanyaan yang sangat mendesak untuk dijawab  adalah: Apabila seperti ini vonis para imam besar terhadap para tentara yang tunduk kepada sebuah daulah yang kejatuhannya banyak di tangisi oleh mayoritas kaum muslimin pada zaman ini … lalu apa kiranya yang akan mereka katakan mengenai para penyembah Elyasiq modern??
            Dan apa kiranya vonis mereka terhadap orang yang menunjukkkan walaa’nya kepada tentara serta aparat kepolisian mereka karena takut tidak mendapatkan tempat tinggal dan bagian atau pekerjaan atau hal-hal lain yang merupakan kulit dan kesenangan dunia?? Dan apa kiranya vonis mereka terhadap orang yang bersumpah untuk bekerja secara tulus kepada mereka atau untuk menghormati undang-undang mereka … seandainya para ulama’ itu melihat zaman ini???
            “Oleh karena itu waspadalah dan waspadalah wahai orang-orang yang berakal. Bertaubatlah dan bertaubatlah wahai orang-orang yang lalai. Karena fitnah (bencana) itu telah terjadi pada pokok ajaran diin (Islam) dan bukan pada cabang-cabangnya, atau pada masalah duniawi. Oleh karena itu seharusnya keluarga, istri, harta, perdagangan dan tempat tinggal itu dijadikan sebagai penjaga dan tumbal untuk diin bukan malah diin  dijadikan tumbal dan penjaga untuk semua itu. Alloh SWT berfirman :
قل إن كان آباؤكم وأبناؤكم و إخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموها وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحب إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربصوا حتى يأتي الله بأمره والله لا يهدي القوم الفاسقين
Katakanlah jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, keluarga kalian, harta benda yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerusakannya, dan tempat tinggal yang kalian senangi, lebih kalian cintai dari pada Alloh, Rasul-Nya dan jihad dijalanNya maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan kepetusanNya dan Alloh tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq. (At Taubah: 24)
Renungkanlah dan perhatikanlah ayat ini karena sesungguhnya Alloh telah mewajibkan agar Alloh, Rasul-Nya dan jihad dijalan-Nya itu lebih dicintai dari pada delapan hal tersebut. Secara keseluruhan, apalagi kalau cuma satu diantaranya atau lebih dari itu atau lebih remeh dari pada itu semua. Maka hendaknya diin itu engkau jadikan sesuatu yang paling mahal dan paling tinggi…” (Dari Ad Duror, juz Jihad hal. 128)




PEMBAHASAN KEEMPAT 
Diantara Cara-cara Thoghut Untuk Melunakkan Millah Ibrohim Dan Mematikannya Dari Jiwa Para Da’i
Dan diantara pengemban dakwah ini ada yang menyeleweng dari dakwahnya lantaran tertipu dengan bujukan ini karena dia melihat hal ini hanyalah masalah sepele. Para penguasa tersebut tidak akan menuntut kepadanya untuk meninggalkan dakwahnya secara keseluruhan, akan tetapi mereka hanya meminta sedikit penyesuaian saja supaya kedua belah fihak dapat menemukan kata sepakat.
(Sayyid Quth-b)


PEMBAHASAN KEEMPAT
Diantara Cara-cara Thoghut Untuk Melunakkan Millah Ibrohim Dan Mematikannya Dari Jiwa Para Da’i
Oval: 46
   Waba’du…. Jika engkau telah memahami millah Ibrohim dengan baik…. Dan engkau telah memahami bahwa ia merupakan manhaj para Rasul dan pengikut-pengikut mereka …. dan bahwasanya ia merupakan jalan  untuk meraih kemenangan, kesuksesan dan kebahagiaan di dua alam (dunia dan akhirat) … Maka engkau setelah itu harus benar-benar paham dan yakin bahwasanya thoghut di setiap masa itu tidak akan pernah rela dengannya, bahkan mereka takut dan khawatir terhadap millah yang agung ini…. Dan mereka sangat ingin untuk mematikan dan mencabutnya dari jiwa para Da’i (juru dakwah) dengan berbagai tipu daya dan cara …
Sebagaimana yang Alloh telah beritahukan hal itu sejak dulu dalam surat Al Qolam : yang merupakan surat Makkiyah :
ودوا لو تدهن فيدهنون
Mereka berharap seandainya engkau mau bermudaahanah (kompromi) sehingga mereka juga akan bermudaahanah (kompromi). (QS.Al-Qolam: 9)
  Mereka berharap supaya para da’i itu menempuh jalan-jalan lain yang menyeleweng dari metode dakwah para Nabi yang kokoh dan lurus itu…. kepada jalan-jalan yang mendiamkan berbagai kebatilan mereka, yang menyenangkan hati mereka … atau bersepakat dengan mereka pada beberapa permasalahan .… demikianlah…. Sehingga dakwah menjadi mati, sikapnya melunak dan para dai’i  (juru dakwah) nya menyimpang dari jalannya yang jelas, terang dan lurus. Karena para thoghut itu mengetahui bahwa langkah mundurnya yang pertama kali itu … akan disusul dengan langkah-langkah berikutnya… Yang akan melupakan para da’i tersebut dari manhaj dakwah yang kokoh…. Kemudian penyelewengan ini dipastikan akan mengakibatkan … bersepakat dengan ahlul baathil pada berbagai atau sebagian kebathilan mereka … dan inilah yang mereka harapkan sejak pertama …. Oleh karena itu sesungguhnya jika mereka melihat para da’i tersebut mundur… mereka akan menunjukkan sikap ridho terhadap para da’i tersebut dan terhadap dakwah mereka, juga akan mendekati mereka dan memuji kerja keras mereka serta menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada mereka ….
Alloh berfirman :
وإن كادوا ليفتنونك عن الذي أوحينا إليك لتفتري علينا غيره وإذا لاتخذوك خليلا
Dan hampir saja mereka memalingkanmu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu supaya kamu membuat kebohongan yang lain kepada Kami dan kalau sudah begitu tentu mereka menjadikanmu sebagai kekasih. (Al Isroo’: 73)
Oval: 47   Sayyid Quth-b rh mengatakan ketika membahas ayat ini, telah ia menyebutkan usaha-usaha orang musyrik untuk tawar-menawar dengan Rasululloh SAW terhadap permasalahan diin dan dakwahnya yang diantaranya adalah: Supaya dia tidak menyesat-nyesatkan ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka dan apa saja yang dianut oleh nenek moyang mereka dan yang lainnya …Ia (Sayyid Quth-b) mengatakan: “Usaha-usaha tersebut yang mana Alloh telah menjaga Rasul-Nya dari usaha-usaha tersebut, senantiasa dilakukan oleh para penguasa terhadap para da’i. Yaitu usaha untuk membujuk mereka agar mereka menyeleweng dari keteguhan dan kemurnian dakwah meskipun hanya sedikit. Dan agar mereka mau menerima penyelesaian jalan tengah, untuk membujuk mereka supaya menerimanya sebagai ganti dari keberuntungan yang banyak (jannah-pentj)… Dan diantara pengemban dakwah ini ada yang menyeleweng dari dakwahnya lantaran tertipu dengan bujukan ini karena dia melihat hal ini hanyalah masalah sepele. Para penguasa tersebut tidak akan menuntut kepadanya untuk meninggalkan dakwahnya secara keseluruhan, akan tetapi mereka hanya meminta sedikit penyesuaian saja supaya kedua belah fihak dapat menemukan kata sepakat. Dan terkadang syetan masuk kepada pengemban dakwah lewat celah ini. Lalu ia menggambarkan bahwa sebaik-baik dakwah adalah merekrut para penguasa tersebut supaya bergabung dengan gerakan dakwah, meskipun pada satu sisi ia harus melakukan sebuah kompromi! Akan tetapi sedikit penyelewengan yang ia lakukan pada langkah pertama tersebut akan berakhir dengan penyelewengan secara total pada akhir perjalanan. Dan seorang aktivis dakwah yang telah menerima untuk berkompromi pada sebagian dari dakwahnya walaupun hanya sedikit, dan melalaikannya walaupun hanya pada masalah sepele, ia tidak akan mampu bertahan sejak pertama kali dia berkompromi. Karena kesediaannya untuk berkompromi itu akan terus bertambah setiap kali ia melangkah mundur! Sedangkan para penguasa membujuk para aktivis dakwah tersebut secara berangsur-angsur. Lalu apabila mereka menyerah pada satu bagian maka mereka telah kehilangan kewibawaan dan kekenyalannya. Dan orang-orang yang berkuasa memahami bahwa tawar-menawar akan terus berlanjut dan harganyapun akan terus naik, sehingga akan mengakhiri usaha para da’i tersebut untuk merekrut penguasa ke dalam barisan dakwah. Ini adalah bentuk kelemahan mental yang berupa menggantungkan diri kepada penguasa dalam memperjuangkan dakwah.
   Ya…. dan sungguh kami telah melihat banyak para da’i  pada hari ini yang telah dijadikan sebagai sahabat karib oleh para thoghut, sehingga mereka tidak diganggu dan tidak di musuhi …. Karena para da’i tersebut telah menunjukkan sikap ridho terhadap berbagai kebatilan mereka maka merekapun menemui kata sepakat di tengah jalan… dan mereka duduk berdampingan di berbagai forum, upacara dan kehancuran….
Oval: 48   Dan diantara cara-cara yang digunakan thoghut pada zaman kita sekarang ini adalah:
Oval: 49   Apa yang telah kami jelaskan yaitu berupa hal-hal yang diadakan oleh para thoghut yang berupa parlemen, dewan perwakilan rakyat dan lain-lain …. Untuk mengumpulkan lawan-lawannya dari kalangan para da’i dan yang lainnya, sehingga mereka di ajak duduk bersama dan bercampur baur sampai akhirnya permasalahan antara mereka dapat dicairkan. Maka permasalahannya pun bukan lagi permasalahan baroo’ terhadap mereka atau kufur terhadap undang-undang mereka dan hukum mereka atau menjauhkan diri dari seluruh kebatilan mereka … akan tetapi yang ada adalah kerjasama, bahu-membahu dan duduk bersama di meja perundingan untuk kepentingan negara, perekonomiannya, keamanannya dan lain-lain… Untuk kepentingan negara yang diperintah oleh thoghut dengan menggunakan hawa nafsunya dan kekafirannya… dan ini merupakan ketergelinciran orang-orang yang kami telah hidup bersama mereka dan yang kami lihat kebanyakan mereka mengaku bermanhaj salaf atau orang-orang yang bersemangat membawakan perkataan Sayyid Quth-b dan orang-orang yang semisalnya….Namun setelah mereka tergelincir dalam lobang ini mereka bertepuk tangan untuk para thoghut dan berdiri untuk menghormati para thoghut tersebut, serta menyebut mereka dengan menggunakan gelar-gelar mereka bahkan menyerukan loyalitas (walaa’) kepada pemerintahan mereka, tentara-tentara mereka dan aparat kepolisian mereka…Mereka juga bersumpah untuk menghormati undang-undang dan hukum mereka…dan lain-lain….lalu apa yang mereka sisakan untuk dakwah mereka? Kami berlindung kepada Alloh dari kesesatan….
Oval: 50   Dan diantara cara yang lain adalah apa yang dilakukan oleh para thoghut tersebut yaitu memanfaatkan dan menyibukkan para ulama’ tersebut untuk kepentingan mereka dalam memerangi musuh-musuh mereka dan memerangi siapa saja yang mereka takuti sistem dan pemerintahannya, seperti komunis misalnya atau syi’ah atau yang lain yang mengancam mereka dan mengancam kekuasaan mereka. Maka para thoghut tersebutpun memanfaatkan sebagian dari para ulama’ tersebut yang bersemangat dan membenci aliran-aliran sesat tersebut …. Thoghut tersebut membantu mereka untuk memerangi musuh-musuh yang musyrik tersebut, dan menipu para ulama’ tersebut dengan menampakkan antusiasnya terhadap diin dan para penganutnya, dan juga menampakkan kekhawatirannya terhadap kehormatan kaum muslimin dari mereka. Ia juga menyokong para ulama’ tersebut dengan bantuan dan dukungan materi serta sarana-sarana untuk memerangi mereka. Maka terperosoklah para ulama’ yang malang itu ke dalam perangkap, dan habislah waktu, umur dan dakwah mereka untuk membantu musuh dalam menghadapi musuh…Bahkan banyak diantara mereka yang melalaikan permusuhan mereka terhadap thoghut yang dekat dan bersahabat dengannya bahkan terkadang pada suatu saat mereka menjadi tentara dan pembantu-pembantunya yang setia kepadanya dan kepada pemerintahannya…Mereka mempersembahkan hidup mereka dalam rangka mengabdi kepadanya dan memperkokoh singgasana, kekuasaan dan negaranya ... baik mereka sadar atau tidak ... Dan alangkah baiknya jika mereka memikirkan perkataan seorang hamba yang sholih:
رب بما أنعمت علي فلن أكون ظهيرا للمجرمين
Wahai Robbku, lantaran nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, maka sekali-kali aku tidak akan menjadi pembela bagi orang-orang yang jahat (banyak berbuat dosa). (QS. Al Qoshosh: 17)
Tentang ayat ini Al Qurthubiy menukil beberapa riwayat yang mengatakan bahwasanya seorang bani Isroil yang meminta pertolongan kepada Musa adalah orang kafir. Ia dikatakan sebagai orang dari kelompoknya hanya karena ia orang bani Isroil dan maksudnya bukan orang yang menganut diin yang sama dengan diin Musa … Oleh karena itu ia menyesal karena ia telah membela orang kafir melawan orang kafir, maka setelah itu Musa mengatakan: “Setelah ini aku tidak akan menjadi “dhohiir” bagi orang-orang kafir”. Dhohiir artinya adalah mu’iin (pembela/pembantu). Dan alangkah baiknya jika mereka memikirkan firman Alloh ta’aalaa:
يا أيها الذين آمنوا قاتلوا الذين يلونكم من الكفار وليجدوا فيكم غلظة ..
Wahai orang-orang beriman perangilah orang-orang kafir yang berada di dekat kalian, dan hendaknya mereka mendapatkan sikap keras dari kalian. (QS. At Taubah: 123)
Jadi ketika mereka terjerumus dalam perbuatan mereka ini….sesungguhnya orang-orang komunis atau yang lainnya, meskipun mereka ini musuh-musuh Islam dan para penganutnya…dan memusuhi mereka, baroo’ kepada mereka dan kufur terhadap kebatilan mereka juga diperintahkan…Namun memulai dengan yang paling penting dan yang paling dekat adalah merupakan prinsip yang telah ditetapkan dan dipahami dalam sejarah Nabi kita Muhammad SAW, bahkan akal sehatpun akan menolak hal yang bertentangan dengan ini. Hal itu karena ancaman yang berada paling dekat yang berhubungan langsung, dampak dan kerusakannya lebih besar daripada yang jauh atau yang dekat tapi tidak berhubungan secara langsung oleh karena itu jihad melawan hawa nafsu dan syetan itu dilakukan terlebih dahulu daripada jihad melawan musuh secara umum. Dan Rosulullah SAW pun tidak memulai dengan melawan Persi dan Romawi atau dengan melawan Yahudi dan melalaikan orang-orang yang berada di sekeliling beliau.
Oval: 51   Bahkan mungkin kebanyakan thoghut menggunakan perangkap bahaya semacam ini…mereka banyak memanfaatkan para ulama yang bodoh semacam mereka ini…untuk menghalangi para da’i dan berusaha untuk menjauhkan manusia dari jama’ah Islam mereka, yang menjadi seteru para ulama’ tersebut dalam dakwah atau madzhab atau manhaj … atau dalam hal yang lain …. Bahkan terkadang mereka mengumpulkan fatwa untuk menghancurkan mereka (para da’i dan ulama’ yang berseteru dengan mereka) dan menghancurkan dakwah mereka dengan alasan mereka itu adalah khowarij atau bughoot yang keluar dari Islam dan yang membikin kerusakan di muka bumi….
ألا إنهم هم المفسدون
ketahuilah bahwasanya mereka sendirilah yang membuat kerusakan.
… atas sepengetahuan dan kesadaran mereka …. Dan sungguh ketergelinciran para ulama’ ini telah banyak kami saksikan pada zaman ini, dan hanya kepada Alloh sajalah tempat mengadu. Sedangkan para ulama’ yang malang tersebut atau saudara-saudara mereka dari kalangan para da’i tidak memahaminya meski seberapapunpun penyelewengan mereka …. sesungguhnya ini adalah penyelewengan yang muncul dari kebodohan atau pentakwilan …. bahkan meskipun penyelewengan tersebut muncul berdasarkan ilmu dan pembangkangan, namun penyelewengan ini tidak akan menyamai penyelewengan para thoghut dan penentangan mereka terhadap Alloh dan diinNya…
Oval: 52   Dan diantara cara yang lainnya adalah membujuk orang-orang beriman dan para da’i dengan kedudukan, kantor, pekerjaan dan gelar. Dan memberi mereka hadiah-hadiah, harta dan tempat tinggal serta melimpahkan kepada mereka berbagai kebaikan dan lain-lain sehingga mereka terkekang dan terbebani, dan mulut mereka tersumbat dengan semua itu…sehingga posisis mereka dengan para thoghut tersebut adalah sebagaimana pepatah yang mengatakan:
لاتعضه
الثدي الذي يرضعك
Janganlah kamu gigit payudara yang menyusuimu.
Dan demikian seterusnya sampai para da’i tersebut atau para ulama’ tersebut dapat mereka sesatkan dan merekapun tersesat lantaran kekuasaan mereka, sampai mereka membela kebatilan para thoghut dengan fatwa-fatwa yang saling kontroversi….dan dengan pujian-pujian yang senantiasa mereka agung-agungkan siang dan malam….
   Ibnul Jauziy mengatakan dalam Talbiisul Ibliis hal. 121: ”Dan diantara tipu daya iblis terhadap para fuqohaa’ (ahli fiqih) adalah  bergaulnya mereka dengan para penguasa dan pemimpin dan bermudaahanah (kompromi) serta tidak mengingkari para penguasa tersebut padahal mereka mampu melakukannya”. Dan pada hal. 122, ia mengatakan: “Intinya mendatangi para penguasa adalah bahaya besar, karena mungkin pada awalnya ia mendatangi dengan niat yang baik, namun kemudian berubah lantaran penghormatan dan kenikmatan yang diberikan oleh para penguasa tersebut atau lantaran tamak terhadap apa yang mereka miliki, lalu dia bermudaahanah (kompromi) dengan mereka dan tidak mengingkari mereka”. Dan Sufyaan Ats Tsauriy pernah mengatakan: “Aku tidak takut mereka menghinakanku, namun yang aku takutkan adalah penghormatan yang mereka berikan kepadaku sehingga membuat hatiku condong kepada mereka.”
   Dan seandainya orang yang berakal itu berfikir tentang kondisi orang-orang yang dikhawatirkan oleh Sufyaan hatinya akan condong kepada mereka, tentu ia akan mendapatkan perbedaan yang jauh antara mereka dan para thoghut pada zaman sekarang….Maka hanya kepada Allohlah kita memohon pertolongan…Dan semoga Alloh merahmati orang yang mengatakan:
لعبت به الدنيا مع الجهال
ويزيله حرصا لجمع المال
تبت يداه ومالـــه وال
لا شيء أخسر صفقة من عالم
فغدا يفرق دينه أيد سـبا
من لا يراقب ربه ويخلــه
tidak ada yang lebih rugi perniagaannya dari pada ulama’ …
yang dipermainkan oleh dunia bersama orang-orang bodoh…
lalu diinnya dicerai-beraikan oleh tangan-tangan bocah…
dan dimusnahkan oleh ketamakan untuk mengumpulkan harta…
orang yang tidak merasa diawasi oleh Robbnya dan ia meninggalkannya…
Oval: 53celakalah ia, dan tidak ada penolong baginya…
   Diantara cara yang lain lagi adalah para thoghut tersebut menunjukkan antusias mereka kepada beberapa sisi diin dan mendakwahkannya. Hal ini untuk merekrut banyak da’i dan ulama’ yang mereka khawatirkan keikhlasan para da’i dan ulama’ tersebut dan yang mereka khawatirkan manusia akan mencintai para da’i dan ulama’ tersebut. Oleh karena itu mereka membangunkan pondok-pondok pesantren, pustaka-pustaka dan radio-radio untuk para ulama’ dan da’i tersebut serta menempatkan mereka di dalam Kementrian Wakaf, proyek-proyek wakaf, perluasan-perluasan wakaf dan lain-lain yang tidak bersinggungan dengan kedholiman dan kerusakan para thoghut.
   Dan termasuk juga dalam hal ini adalah lembaga-lembaga dan yayasan-yayasan pengrusak yang didirikan oleh para thoghut tersebut…seperti Roobithotul ‘Aalam Al Islaamiy yang banyak menipu para ulama’ kita yang malang, meskipun programnya telah tersingkap jelas-jelas berkompromi dengan negara-negara rusak secara umum, dan dengan pemerintah Saudi serta para thoghutnya secara khusus…sampai-sampai jarang sekali bulletin atau buku yang mereka terbitkan kecuali isinya penuh dengan mencari muka dan sikap munafiq terhadap pemerintah tersebut. Belum lagi hubungan lembaga tersebut dan para penanggung jawabnya dengan para thoghut dari berbagai negara yang lain….sedangkan perselisihan dan kritikannya terhadap beberapa negara itu hanyalah mengikuti negara induknya….Namun apabila para thoghut tersebut sesuai dengan keinginannya maka lembaga tersebut pun bersama mereka. Dan apabila ada seorang thoghut seperti Qodzafiy, menyerang negaranya atau thoghut-thoghutnya dan perpolitikannya maka fatwa-fatwa dan pengingkaran-pengingkaran keluar secara bertubi-tubi…..kemudian apabila kondisi telah kembali seperti semula antara para thoghut tersebut maka fatwa-fatwa tersebut akan tenang dan membisu dan kita tidak akan mendengar lagi sikap kritisnya. Padahal thoghut tetaplah thoghut. Keadaannya tidak akan berubah dan tidak akan berganti, bahkan terkadang keadaannya semakin parah dari yang sebelumnya….dan bahkan seandainya mereka melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri, ia melakukan thowaf di Ka’bah dengan kenajisan dan kelalimannya….tentu dia tidak akan bergerak sedikitpun. Maka hanya kepada Alloh lah tempat mengadu….dan ‘ala kulli haal (bagaimanapun) lembaga ini dan juga lembaga-lembaga yang semisal dengannya adalah lembaga pemerintah, tidak lebih dari itu dan kami telah terbiasa untuk tidak percaya dengan apa yang datang dari pemerintah…..dan ini adalah kebiasaan yang baik….
   Diantara cara yang lain juga adalah ijin-ijin yang diberikan kepada para da’i untuk berdakwah dan berkhotbah, dan lembaga-lembaga amar ma’ruf nahi mungkar yang mereka dirikan yang menghimpun para da’i yang bersemangat untuk memalingkan mereka dari kemungkaran-kemungkaran, politik, kebatilan dan kerusakan thoghut-thoghut pemerintah yang besar…dengan cara menyibukkan mereka dengan kenungkaran-kemungkaran orang-orang awam…..Yang intinya kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah kemungkaran-kemungkaran yang bisa mengancam keamanan dan ketenangan kekuasaan thoghut…..dan mereka tidak akan melampaui tingkatan yang lebih tinggi dan lebih besar selama mereka mengikatkan diri dengan lembaga-lembaga tersebut atau dengan ijin tersebut yang mengatur mereka dan dakwah mereka…dan mengikat erat mereka….
Oval: 54   Diantara cara yang lainnya adalah usaha mereka untuk menghancurkan, merobohkan dan membunuh ajaran ini dari jiwa para generasi orang-orang yang beriman melalui sekolah-sekolah, pondok-pondok, media-media massa dan lembaga-lembaga thoghut mereka yang bermacam-macam … Namun karena para thoghut tersebut lebih keji dan lebih licik makarnya dari pada Fir’aun … maka mereka tidak mengikuti cara fir’aun dengan membunuhi anak laki-laki, kecuali pada cara terakhir, ketika mereka tidak mampu menggunakan cara-cara keji yang lain. Oleh karena itu sebelumnya mereka berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membunuh millah Ibrohim ini dalam jiwa mereka. Sebagai ganti  pemusnahan generasi secara fisik sebagaimana yang dilakukan Fir’aun, mereka membunuh millah ini dari jiwa mereka sehingga mereka binasa dengan sebenar-benarnya. Hal ini dilakukan dengan cara mendidik mereka agar cinta dan berwalaa’ kepada mereka dan kepada undang-undang serta pemerintahan mereka melalui sekolah-sekolah mereka yang rusak dan juga media-media massa lain yang oleh kaum muslimin yang bodoh dimasukan ke dalam rumah-rumah mereka …. Dan sebagai gantinya dari cara yang dapat membikin marah manusia, para thoghut itu mempercepat kematian mereka yang haqiqi …. dengan menggunakan strategi jahat ini supaya manusia memuji dan menyanjung mereka lantaran jasa mereka, yaitu bahwa mereka telah memberantas buta huruf dan menyebar luaskan ilmu dan peradaban … Dan lebih dari itu semua dengan menggunakan dalih ini, mereka mendidik generasi kaum muslimin untuk menjadi pengikut dan pembantu mereka, undang-undang mereka dan keluarga penguasa mereka … Atau minimal mereka mendidik generasi yang telah jinak, bodoh dan menyeleweng serta membenci dakwah yang kokoh dan millah yang lurus … yang mau berkompromi dengan kebatilan … yang tidak mampu, bahkan tidak layak lagi untuk menghadapi mereka atau berfikir untuk itu … Dan permasalahan ini telah kami ungkap secara terperinci dalam risalah kami yang berjadul “I’daadul Qoodaatil Fawaaris Bi Hajri Fasaadil Madaaris”.
   Dan berapa banyak para da’i yang berjatuhan dan berguguran disebabkan terperosok dalam perangkap-perangkap ini. Dan sesungguhnya apa yang kita alami pada hari ini, berupa ketidak percayaan manusia terhadap para pemimpin Islam dan para ulama’nya hanyalah salah satu dampak dari perangkap ini … Dan berapa banyak jiwa mereka yang mengecil di mata para thoghut dan tercabut rasa gentar dari dada para thoghut tersebut sehingga mereka tidak takut kepadanya atau kepada dakwahnya … dan merekapun tidak memperhitungkannya lagi … Namun jika para thoghut tersebut melihatnya tegar dan teguh sebagaimana gunung, dan baroo’, menolak dan tidak mau berkompromi dengan mereka pada titik manapun pada manhaj mereka yang bertentangan dengan manhaj dakwah yang lurus, maka ketika itulah mereka akan membuat seribu perhitungan terhadapnya, dan Alloh akan menumbuhkan rasa gentar dan takut dalam hati para thoghut tersebut sebagaimana hati orang-orang kafir gentar terhadap Nabi SAW … dan juga sebagaimana beliau dimenangkan lantaran rasa gentar musuh terhadapnya dalam jarak sebulan perjalanan … Maka waspadalah terhadap perangkap ini … dan waspadalah agar tidak terjerumus ke dalam permainan para thoghut …
Oval: 55   Terakhir … sesungguhnya Alloh ‘Azza wa Jalla telah menjelaskan siasat para thoghut tersebut, dan menyingkap permainan-permainan tersebut di hadapan kita serta memerintahkan kita agar mewaspadainya … dan juga telah memberikan solusi dan jalan keluar kepada kita … dan telah menunjuki kita jalan yang benar. Maka Alloh secara langsung, sebelum berfirman:
ودوا لو تدهن فيدهنون
Mereka berharap seandainya engkau mau kompromi sehingga merekapun akan kompromi. (QS. Al Qolam: 9).
Alloh berfirman:
فلا تطع المكذبين
Maka janganlah kamu mentaati orang-orang yang mendustakan. (QS. Al Qolam: 8).
Jangan kau taati mereka … jangan kau condong kepada mereka dan jangan kau terima solusi yang mereka tawarkan … Karena Robbmu telah memberikan kepadamu diin (agama) yang haqq, dan menunjukimu jalan yang lurus serta kepada millah Ibrohim..
   Dan persis dengan ini, firman Alloh yang terdapat di dalam surat Al Insaan yang merupakan surat makkiyah juga:
إنا نحن نزلنا عليك القرآن تنزيلا فاصبر لحكم ربك ولا تطع منهم آثما أو كفورا
Sesungguhnya kami telah menurunkan Qur’an kepadamu secara berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu terhadap hukum Robbmu dan jangan kamu taati orang yang berdosa atau kafir diantara mereka. (QS. Al Insan: 24)
Disebutkannya Al Qur’an dan anugrah Alloh kepada Nabi-Nya dengan menurunkan Al Qur’an kepadanya, sebelum larangan untuk mentaati orang-orang kafir yang berdosa ini, merupakan penjelasan mengenai metode dakwah yang benar … sesungguhnya metode ini bukanlah pilihan para da’i sendiri, dan mereka juga tidak berhak untuk menggariskan atau menetapkan rambu-rambunya sesuai dengan kemauan dan keinginan mereka … Sesungguhnya ini adalah millah Ibrohim dan metode dakwah para Nabi dan Rosul yang disebutkan secara terperinci dalam Al Qur’an.
   Dan serupa dengan itu pula firman Alloh ta’aalaa yang terdapat di dalam surat Al Furqoon yang juga merupakan surat makkiyah:
فلا تطع الكافرين وجاهدهم به جهادا كبيرا
Maka janganlah kamu taati orang-orang kafir dan berjihadlah melawan mereka dengannya dengan jihad yang besar. (QS. Al Furqon: 52)
“Dan berjihadlah melawan mereka dengannya”, maksudnya adalah dengan Al Qur’an yang mulia … Maka janganlah kamu menempuh manhaj atau metode atau jalan dakwah selain jalan yang diperintahkan di dalam Al Quran, dan janganlah kamu mengikuti selainnya yang merupakan jalan-jalan yang melenceng dan bengkok yang mengandung unsur taat kepada orang-orang kafir atau diam terhadap sebagian dari kebatilan mereka.
   Dan yang serupa lagi adalah firman Alloh kepada Nabinya setelah memerintahkannya untuk tilaawatul qur-aan[2]:
ولا تطع من أغفلنا قلبه عن ذكرنا واتبع هواه وكان أمره فرطا  وقل الحق من ربكم فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر ..
Dan janganlah kamu mentaati orang yang kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, dan mengikuti hawa nafsunya dan perkaranya melampaui  batas. Dan Katakanlah: Kebenaran itu dari Robb  kalian, maka barangsiapa mau beriman silahkan beriman dan barangsiapa mau kafir silahkan kafir. (QS. Al Kahfi: 28-29)
Dan ayat-ayat ini adalah makkiyah.
   Dan yang serupa juga adalah firman Alloh yang terdapat di dalam surat Asy Syuro yang juga makkiyah, setelah menyebutkan syariatNya kepada kita dan kepada para Nabi sebelumnya, yaitu Nuuh, Ibrohim, Musa dan ‘Isa……
فلذلك فادع واستقم كما أمرت ولا تتبع أهواءهم ..
Maka oleh karena itu berdakwalah kepada syariat tersebut dan istiqomahlah sebagaimana yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu mereka. (QS. Asy Syuro :15)
Dan setelah itu Alloh memerintahkan kepada NabiNya untuk mengatakan kepada orang-orang kafir:
لنا أعمالنا ولكم أعمالكم
Bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian. (QS. Asy Syuro: 15)
Ini merupakan baroo-ah yang jelas kepada mereka dan kepada hawa nafsu, manhaj dan jalan mereka yang bengkok.
Dan juga serupa denganya firman Alloh ta’aalaa kepada Nabi-Nya dalam surat Al Jaatsiyah, yang juga merupakan surat makkiyah:
ثم جعلناك على شريعة من الأمر فاتبعها ولا تتبع أهواء الذين لا يعلمون إنهم لن يغنوا عنك من الله شيئا وإن الظالمين بعضهم أولياء بعض والله ولي المتقين
Kemudian Kami jadikan kamu di atas syariat yang berupa perintah, maka ikutilah syariat tersebut dan janganlah kamu ikuti  hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka itu tidak akan dapat menolak siksa Alloh sedikitpun darimu. Dan sesungguhnya orang-orang dholim itu sebagian mereka merupakan wali (pelindung) bagi sebagian yang lain, dan Alloh adalah wali (pelindung) orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al Jaatsiyah: 18-19)
Oval: 56   Demikianlah, dan seandainya kita meneliti ayat-ayat Al Qur’an, tentu kita akan dapatkan puluhan bahkan ratusan ayat yang menunjukkan makna-makna penting seperti ini. Alloh ‘Azza wa Jalla tidaklah menciptakan hamba-hambaNya dengan sia-sia dan tidak akan membiarkan mereka begitu saja … Apakah belum cukup bagi para da’i, jelas dan lurusnya manhaj ini…?? Tidakkah mereka dapat menerimanya dengan lapang dada sebagaimana Rosulullah SAW dan para Nabi??
Belumkah tiba saatnya mereka sadar dari kelalaian?? Dan meluruskan penyelewengan-penyelewengan … Belumkah cukup mereka terjerumus dalam permainan-permainan para thoghut … menyembunyikan kebenaran … menyesatkan manusia … menyia-nyiakan usaha dan umur?? Demi Alloh, sesungguhnya kita harus memilih salah satu.
Syariat Alloh atau hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui … dan tidak ada pilihan yang ketiga, dan tidak ada jalan tengah antara syariat yang lurus dan hawa nafsu yang berbolak-balik …
   Dan sesungguhnya ayat-ayat ini benar-benar menentukan dan menunjukkan jalan bagi juru dakwah. Dan dengan ini ia tidak memerlukan lagi kepada perkataan atau komentar atau penjelasan yang lain … sesungguhnya hanya satu syariat saja yang berhak memiliki sifat seperti ini, adapun selainnya adalah hawa nafsu yang bersumber dari kebodohan … Dan bagi juru dakwah hendaknya hanya mengikuti syariat saja dan meninggalkan semua hawa nafsu … Dan hendaknya dia jangan berpaling sedikitpun dari syariat kemudian mengikuti hawa nafsu walaupun sedikit … Sesungguhnya para pengikut hawa nafsu tersebut saling bantu membantu melawan pengikut syariat … Maka kita tidak boleh mengharapkan pertolongan dari sebagian mereka … karena mereka berkomplot dalam memusuhi syariat tersebut, sebagian mereka adalah wali (penolong) bagi sebagian yang lain … Namun demikian mereka sangat lemah untuk dapat membahayakannya … dan mereka tidak akan dapat memberikan  bahaya kecuali hanya sekedar gangguan, karena Alloh adalah wali dan pelindungnya, dan seberapakah nilainya pertolongan tersebut jika dibandingkan dengan pertolongan Alloh? Dan seberapakah nilainya orang-orang lemah yang bodoh lagi kurus yang saling tolong-menolong tersebut jika dibandingkan dengan pengikut syariat yang dilindungi oleh Alloh …”[3]
والله ولي المتقين
Dan Alloh adalah wali (pelindung) orang-orang yang bertaqwa…
                                   Inilah jalan yang benar … lalu adakah orang-orang yang perwira??
Abu Muhammad
Thn. 1405 H






[1] Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhooriy dan yang lainnya. Demikianlah sikap Nabi SAW, beliau selalu meneguhkan dan mengingatkan para sahabat beliau dengan cerita orang-orang yang teguh pendirian. Sehingga apabila diantara mereka mendapatkan ujian yang sangat berat di jalan Alloh, yang tidak mampu ditanggung sebagaimana yang menimpa ‘Amaar ra, beliau menyampaikan ampunan Alloh atas perbuatannya dan keringanan untuknya … tidak sebagaimana yang dilakukan oleh para da’i pada zaman sekarang ini. Mereka menggembar-gemborkan hadits yang menyebutkan tentang rukhshoh (keringanan) dan ikrooh (keterpaksaan) serta keadaan-keadaan darurat sepanjang hidup mereka. Padahal semua hari-harinya tidak sesuai dengan hadits tersebut. Mereka melakukan segala kebatilan dengan menggunakan hadits-hadits tersebut sebagai alasan. Dan mereka memperbanyak jumlah barisan pemerintah kafir dan musyrik dengan tanpa ada ikrooh atau keadaan darurat yang hakiki…..lalu kapan diin ini akan terang.
[2] Diantara pengertian tilaawah adalah ittibaa’ (mengikuti) dari kata: تلا الشيء Artinya adalah: mengikutinya.
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya tilaawatul qur-aan dengan cara membaca, mempelajari, berpegang teguh dan mengikuti perintah-perintahnya adalah diantara sarana yang paling besar untuk tetap teguh diatas jalan ini sebagaimana yang telah kami terangkan di depan. Dan hal itu diiringi dengan selalu berdzikir kepada Alloh, merasa selalu diawasi Alloh dan qiyaamullail … sebagaimana firman Alloh ta’aalaa  setelah ayat yang terdapat dalam surat Al Insaan di depan secara langsung:
واذكر اسم ربك بكرة وأصيلا ومن الليل فاسجد له وسبحه ليلا طويلا
Dan sebutlah nama Robbmu pada waktu pagi dan petang. Dan dari sebagian malam bersujudlah kepadaNya dan bertasbihlah kepadaNya pada malam yang panjang. (QS. Al Insaan: 25).
[3] Dari Fii Dhilaalil Quran dengan sedikit perubahan