Selasa, 31 Agustus 2010

SYIRIK DEMOKRASI MENGHANTAM ISLAM ( Bab II )

SYUBHAT PERTAMA
Jabatan Yusuf di sisi raja Mesir

Ketahuilah sesungguhnya syubhat ini dilontarkan oleh sebagian orang yang sudah kehabisan dalil.
Mereka mengatakan: Bukankah Yusuf pernah menjabat sebagai menteri di sisi raja kafir yang tidak berhukum dengan apa yang Allah subhaanahu wa ta'aala turunkan? Dengan demikian bolehlah ikut serta dalam pemerintahan kafir, bahkan bolehlah masuk menjadi anggota dalam parlemen dan majelis permusyawaratan/perwakilan rakyat dan yang sebangsanya.
Kita jawab dengan taufiq Allah subhaanahu wa ta'aala:
Pertama: Sesungguhnya berhujjah dengan syubhat ini  untuk bisa masuk dalam perlemen-parlemen pembuat hukum dan kebolehannya adalah batil dan rusak, karena parlemen-parlemen syirik ini berdiri di atas dasar agama/paham yang bukan agama Allah subhaanahu wa ta'aala, yaitu agama demokrasi yang dimana wewenang (‘ulluhiyyah) tasyrii' (pembuatan perundangan) dan wewenang tahlil (pembolehan) serta tahrim (pelarangan) di dalam agama ini adalah milik rakyat bukan milik Allah saja. Sedangkan Allah subhaanahu wa ta'aala mengatakan:
ومن يبتغ غير الإسلام دينا فلن يقبل منه وهو في الآخرة من الخاسرين.
“Barangsiapa  mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”
 (QS. Ali- Imran: 85).
            Apakah ada orang yang berani yang mengatakan bahwa Yusuf 'alaihissalam telah mengikuti agama selain agama Islam, atau mengikuti millah selain millah bapak-bapaknya al muwahhidun….atau (apakah ada yang berani mengatakan bahwa) Yusuf bersumpah untuk menghormati undang-undang kafir? Atau dia membuat hukum sesuai dengan undang-undang itu?..sebagaimana keadaan orang-orang yang terpedaya dengan parlemen-parlemen itu[1]…???
            Bagaimana itu boleh dikatakan sedangkan Yusuf dengan terang-terangan mengumumkan pada saat dia tertindas:
إني تركت ملة قوم لا يؤمنون بالله وهم بالآخرة هم كافرون . واتبعت ملة آبائي إبراهيم وإسحاق و يعقوب ماكان لنا أن نشرك بالله من شيئ .
Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan ya'qub. Tidaklah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. (QS. Yusuf: 37-38)
Dan dia juga berkata:
يا صاحبي السجن ءأرباب متفرقون خير أم الله الواحد القهار ما تعبدون من دونه إلا أسماء سميتموها أنتم وآباؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم  ولكن أكثر الناس لا يعلمون
“Hai kedua penghuni penjara manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.”  (QS. Yusuf: 39-40)
            Apakah Yusuf mengumumkan itu dan terang-terangan menyatakannya sedangkan dia dalam masa ketertindasan….. atau dia justru menyembunyikannya kemudian melanggarnya setelah Allah memberikan kepadanya kekuasaan ??? !!!
Jawablah wahai para penyeru maslahat (yang sedikit-sedikit mengatakan ini untuk masalahat)… !!![2]
            Kemudian apakah kalian tidak mengetahui wahai para pakar politik bahwa wizaarah (kementerian) ini adalah kekuasaan tanfidziyyah (eksekutif) sedangkan parlemen adalah sulthah tasyrii'iyyah (kekuasaan legislatif). Dan di antara kedua hal ini terdapat perbedaan yang sangat jauh, sehingga tidak sah melakukan qiyas di sini menurut orang-orang yang mengatakan ada qiyas[3]….dari sinilah diketahui bahwa berdalih dengan kisah Yusuf 'alaihissalam atas bolehnya (masuk) parlemen adalah tidak benar sama sekali.
            Dan tidak ada salahnya bila kita lanjutkan bantahan untuk menggugurkan dalih mereka dengan kisah Yusuf atas bolehnya menjabat sebagai menteri karena samanya dua jabatan pada zaman kita ini dengan kekafiran..
            Kedua: Sesungguhnya banyak orang-orang yang tergiur dan terpedaya dengan jabatan menteri di payung negara-negara thaghut yang di mana negara-negara itu membuat hukum bersama Allah, memerangi para auliyaaullaah serta memberikan loyalitas kepada musuh-musuh-Nya, mereka (orang-orang yang menjabat menteri itu) mengqiyaskan perbuatan mereka kepada perbuatan Yusuf 'alaihissalam (yang menjabat sebagai menteri bagi raja yang kafir), dan qiyas mereka itu adalah batil lagi rusak ditinjau dari beberapa sisi:
1. Sesungguhnya orang yang menjabat jabatan menteri pada pemerintahan-pemerintahan yang berhukum dengan selain apa yang Allah subhaanahu wa ta'aala turunkan ini wajib atas dia untuk menghormati undang-undang mereka, dia harus loyalitas dan ikhlas bekerja untuk thaghut yang padahal itu adalah sesuatu yang paling pertama Allah perintahkan untuk kufur kepadanya, Dia subhaanahu wa ta'aala berfirman:
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ
“Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu.”  (QS. An-Nisaa': 60).
Bahkan sebelum menjabat jabatan ini mereka diharuskan untuk bersumpah untuk menghormati kekufuran ini, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh para anggota parlemen[4]. Dan siapa orangnya yang mengklaim bahwa Yusuf Ibnu Ya'qub Ibnu Ishaq Ibnu Ibrahim 'alaihissalam memang melakukan hal itu padahal Allah telah mensucikannya dan mengatakan tentangnya:
كذلك لنصرف عنه السوء والفحشاء إنه من عبادنا المخلصين
“Demikianlah agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih." (QS.Yusuf: 24)
maka orang yang mengatakan itu adalah termasuk makhluk yang paling kafir dan paling busuk, dia telah berlepas diri dari millah ini dan keluar dari dien Islam, bahkan dia itu lebih busuk dari Iblis terlaknat yang telah mengecualikan saat bersumpah:
فبعزتك لأغوينهم أجمعين إلا عبادك منهم المخلصـين
Demi Kukuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka." (QS. Shad: 82-83)
            Sedangkan Yusuf 'alaihissalam secara pasti dan sesuai nash Firman Allah adalah termasuk hamba-hamba Allah yang terpilih, bahkan tergolong penghulunya.
2. Sesungguhnya orang yang menjabat jabatan menteri pada payung pemerintahan ini – baik dia bersumpah dengan sumpah dustuur itu atau tidak – dia wajib tunduk patuh kepada undang-undang kafir dan tidak boleh keluar dari relnya atau menyalahinya. Dia itu tidak lain adalah hamba yang mukhlis (patuh/setia) kepadanya, pelayan yang taat kepada yang mengangkatnya baik dalam yang hak atau yang batil, kefasikan, kedhaliman, dan kekafiran.
Maka apakah Yusuf Ash Shiddiiq 'alaihissalam seperti itu sehingga perbuatannya bisa dijadikan hujjah untuk membolehkan jabatan-jabatan kafir mereka itu…??? SESUNGGUHNYA ORANG YANG MENGATAKAN BAHWA NABIYYULLAH IBNU NABIYYILLAH IBNU NABIYYILLAH IBNU KHALILILLAH DENGAN SEBAGIAN TUDUHAN ITU, MAKA KAMI TIDAK MERAGUKAN KEKAFIRAN ORANG ITU, KEZINDIKANNYA, DAN KELUARNYA DIA DARI ISLAM, karena Allah subhaanahu wa ta'aala mengatakan:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An Nahl: 36)
Ini adalah pokok segala pokok dan maslahat yang paling agung dalam kehidupan ini bagi Yusuf 'alaihissalam dan para Rasul lainnya.
Apakah masuk akal bila Yusuf mengajak orang-orang kepada Tauhid saat situasi lapang dan sempit saat bahaya dan saat berkuasa, kemudian dia melanggarnya sehingga menjadi golongan orang-orang musyrik? Bagaimana itu bisa terjadi – Demi Allah – sedangkan Allah telah menggolongkannya dalam jajaran hamba-hamba-Nya yang terpilih?? Sebagian ahli tafsir telah menyebutkan bahwa firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
ما كان ليأخذ أخاه في دين الملك
“Tidaklah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja." (QS. Yusuf 76)
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil bahwa Yusuf 'alaihissalam tidak pernah menerapkan undang-undang raja, tidak pernah tunduk kepadanya, dan tidak diharuskan untuk menerapkannya.
            Apakah ada dalam kementerian - kementerian thaghut -thaghut itu atau parlemen-parlemen mereka hal seperti ini?? Yaitu keadaan sang menteri di dalamnya seperti pernyataan (Negara dalam Negara)…??? Kalau tidak ada maka janganlah melakukan qiyas di sini.
            3. Sesungguhnya Yusuf 'alaihissalam telah menjabat sebagai menteri dengan  tamkiin dari Allah subhaanahu wa ta'aala, Dia berfirman:
وكذلك مكنا ليوسف في الأرض
“Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri mesir."
( QS.Yusuf: 56)
Jadi kedudukan itu adalah tamkiin (anugrah) dari Allah subhaanahu wa ta'aala, sehingga si raja atau yang lainnya tidak kuasa untuk mengganggunya atau mencopotnya dari kedudukan itu meskipun menyalahi perintah raja atau undang-undang dan keputusannya.
            Apakah orang-orang hina yang memiliki jabatan di sisi thaghut-thaghut pada masa sekarang memiliki sedikit bagian dari itu (kebebasan seperti Yusuf dan tamkiin dari Allah) dalam jabatan-jabatan mereka yang kotor yang pada hakikatnya itu adalah bola mainan di tangan thaghut itu, sehingga bisa pantas diqiyaskan kepada jabatan Yusuf 'alaihissalam dan kedudukannya yang Allah berikan kepadanya?.
4.Sesungguhnya Yusuf 'alaihissalam menjabat jabatan menteri itu dengan perlindungan penuh lagi sempurna dari sang raja, Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
فلما كلمه قال إنك اليوم لدينا مكين أمين
“Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata:"Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada kami.”
(QS. Yusuf: 54)
Si raja memberikan kebebasan penuh tanpa dikurangi kepada Yusuf dalam jabatannya:
وكذلك مكنا ليوسف في الأرض يتبوأ منها حيث يشاء
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir ini." (QS.Yusuf: 56)
Sehingga tidak ada orang yang protes kepadanya, tidak ada orang yang meminta pertanggung jawabannya, dan tidak ada orang yang mengawasi segala bentuk kebijaksanaan dan perbuatannya apapun hasil dan bentuknya.
            Maka apakah kebebasan seperti ini ada di kementerian thaghut-thaghut pada masa sekarang atau yang ada justeru perlindungan yang dusta lagi palsu. Jabatan itu dicabut dan dicopot dengan cepat bila si menteri berani bermain-main dengan ekornya, atau nampak dari dia sedikit penyimpangan atau keluar dari garis amir (presiden) atau undang-undang raja?? Si menteri di sisi thaghut-thaghut itu tak ubahnya seorang pelayan bagi politik amir (presiden) atau raja, dia hanya melaksanakan perintah tuannya itu dan hanya mau berhenti bila tuannya melarang, dan dia sama sekali tidak memiliki hak untuk menyalahi sedikitpun dari perintah-perintah raja atau undang-undang buatan meskipun itu bertentangan dengan perintah Allah dan hukum-Nya.
            Barangsiapa mengklaim bahwa sesuatu dari hal ini menyerupai keadaan Yusuf 'alaihissalam dalam jabatannya, maka sungguh dia telah melakukan kedustaan yang maha besar, kafir kepada Allah, dan telah mendustakan tazkiyah (penilaian suci) Allah subhaanahu wa ta'aala terhadap Yusuf 'alaihissalam.
            Bila telah diketahui bahwa keadaan Yusuf 'alaihissalam dan kedudukannya itu tidak ada pada masa sekarang di kementerian thaghut-thaghut, maka tidak ada tempat untuk melakukan qiyas di sini. Dan kalau masih tetap ngotot biarkanlah orang-orang kebelinger itu terus berbicara ngawur dalam masalah ini.
            Ketiga: Di antara bantahan yang mematikan akan syubhat ini adalah apa yang disebutkan oleh sebagian mufassiriin bahwa si raja itu telah masuk Islam, dan ini diriwayatkan dari Imam Mujahid murid Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma. Pendapat ini menghancurkan syubhat tersebut dari pangkalnya.
            Kami tunduk kepada Allah dan meyakini bahwa mengikuti keumuman atau dhahir ayat dalam Kitabullah subhaanahu wa ta'aala adalah lebih utama daripada perkataan, penafsiran, lontaran, dan istinbath-istinbath makhluk seluruhnya yang kosong dari dalil-dalil dan bukti. Dan di antara dalil yang menguatkan hal ini adalah firman Allah subhaanahu wa ta'aala  tentang Yusuf 'alaihissalam:
وكذلك مكنا ليوسف في الأرض يتبوأ منها حيث يشاء
“Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir ini."  (QS.Yusuf: 56)
            Ini adalah mujmal (global) yang telah Allah subhaanahu wa ta'aala jelaskan di tempat lain dalam Kitab-Nya, di mana Dia menjelaskan ciri-ciri orang-orang yang Dia beri kedudukan di bumi ini dari kalangan kaum mukminin:
الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة وأتووا الزكاة  وأمروا بالمعروف ونهوا عن المنكر ولله عاقبة الأمور
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS.Al Hajj :41)
            Dan tidak diragukan lagi bahwa Yusuf 'alaihissalam adalah termasuk mereka itu bahkan beliau termasuk para penghulunya, yaitu orang-orang yang jika Allah teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menyuruh berbuat yang ma ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar. Dan tidak diragukan lagi oleh orang yang mengetahui ashlul Dienul Islam (pokok ajaran Islam) bahwa sesungguhnya ma'ruf yang paling agung di dalamnya adalah Tauhid yang merupakan inti ajaran dalam dakwah Yusuf 'alaihissalam, sedangkan kemungkaran yang paling besar adalah syirik yang telah dihati-hatikan oleh Yusuf, dia mengutuk, membenci, dan memusuhi para pelakunya. Dan ini merupakan dalil yang paling jelas lagi pasti bahwa Yusuf setelah Allah meneguhkan kedudukannya dia langsung terang-terangan mendakwahkan millah bapak-bapaknya yaitu Ya'qub, Ishaq dan Ibrahim seraya dia memerintahkan untuk bertauhid serta melarang lagi memerangi segala sesuatu yang menyalahi dan membatalkannya. Dia tidak berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dia tidak ikut membantu untuk menghukumi dengan selain apa yang Allah turunkan, dia juga tidak membantu para arbaab yang membuat hukum dan perundang-undangan dan thaghut-thaghut yang disembah selain Allah, serta dia tidak menyokong mereka atau berloyalitas kepada mereka sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang-orang yang terpedaya dalam jabatan-jabatan mereka saat ini.
            Apalagi kalau dia (Yusuf) ikut serta dengan mereka dalam membuat hukum dan perundang-undangannya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang terpedaya itu di parlemen-parlemennya, bahkan dikatakan dengan pasti bahwa sesungguhnya Yusuf telah mengingkari keadaan mereka, merubah kemungkarannya, menghukumi dengan Tauhid, mengajak (orang) kepadanya, meninggalkan dan menjauhkan orang yang menyalahi dan melanggarnya, siapapun orangnya, ini dengan penegasan firman Allah subhaanahu wa ta'aala. Dan tidak ada yang mensifati Yusuf yang jujur putra dari orang-orang yang jujur dengan selain ini kecuali orang kafir yang busuk yang telah lepas dari ajarannya yang suci lagi bersih.
            Dan di antara dalil yang menyatakan hal ini dan sekaligus menguatkannya adalah penjelasan dan penafsiran kalimat global firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
وقال الملك ائتوني به أستخلصه  لنفسي فلما كلمه قال إنك اليوم لدينا مكين أمين
“Dan raja berkata:" Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata:"Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada kami.”  (QS.Yusuf: 54)
            Apa kiranya perkataan yang diucapkan oleh Yusuf kepada sang raja di sini, sehingga membuatnya terkagum-kagum, memberinya kedudukan dan mempercayainya?? Apakah engkau kira Yusuf sibuk menyebutkan kisah isteri al Aziz, padahal itu sudah selesai dan jelas siapa yang benar… atau apakah engkau mengira Yusuf berbicara kepada sang raja tentang persatuan nasionalisme!!! krisis ekonomi!!!... ini… itu… atau apa yang dia katakan ???
            Tidak seorangpun boleh menduga-duga dalam hal ini tanpa ada dalil, dan jika ada yang melakukannya maka dia adalah termasuk para pendusta, akan tetapi yang menjelaskan lagi menafsirkan firman Allah subhaanahu wa ta'aala: “Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia" adalah jelas lagi terang dalam firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An Nahl: 36)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
ولقد أوحي إليك وإلى الذين من قبلك لئن أشركت ليحبطن عملك ولتكونن من الخاسرين
“Dan sungguh telah diwahyukan kepada engkau dan kepada orang-orang sebelum engkau:"Sungguh bila kamu berbuat syirik maka hapuslah amalanmu dan sungguh kamu pasti tergolong orang-orang yang rugi." (QS.Az-Zumar: 65)
Dan firman Allah subhaanahu wa ta'aala tentang sifat inti dakwah Yusuf 'alaihissalam:
إني تركت ملة قوم لا يؤمنون بالله وهم بالآخرة هم كافرون . واتبعت ملة آبائي إبراهيم وإسحاق و يعقوب ماكان لنا أن نشرك بالله من شيئ .
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya'qub. Tidaklah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.” (QS. Yusuf: 37-38)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala tentangnya:
ءأرباب متفرقون خير أم الله الواحد القهار ما تعبدون من دونه إلا أسماء سميتموها أنتم وآباؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم  ولكن أكثر الناس لا يعلمون
“Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengert.i”
(QS.Yusuf: 39-40)
            Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah perkataan yang paling agung bagi Yusuf 'alaihissalam, ini adalah agama yang lurus baginya, pokok segala pokok dakwahnya, millahnya, dan millah bapak-bapaknya. Bila dia memerintahkan yang ma'ruf maka tauhid adalah hal ma'ruf yang paling agung yang dia ketahui. Bila dia melarang dari yang mungkar, maka tidak ada yang lebih besar kemungkaran baginya selain apa yang membatalkan dan bertentangan dengan pokok segala pokok ini (Tauhid). Bila ini sudah jelas dan ternyata jawaban sang raja terhadapnya," Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada kami" maka ini merupakan dalil yang sangat jelas yang menunjukan bahwa si raja itu telah mengikutinya dan merestuinya, serta sesungguhnya dia telah meninggalkan ajaran kekafiran dan mengikuti millah Ibrahim, Ishaq, ya'qub dan Yusuf 'alaihimussalam.
            Atau katakan bila engkau mau mengatakannya: Minimal keadaan raja itu telah mengakui Yusuf atas tauhidnya dan millah bapak-bapaknya, dan dia memberikan kebebasan penuh tanpa batas untuk berbicara dan mendakwahkannya, menjelek-jelekan orang yang menyalahinya, si raja tidak sedikitpun merintanginya atas hal itu, tidak memerintahkan dia untuk melakukan hal yang membatalkannya atau menyalahinya. Cukuplah ini sebagai perbedaan yang sangat besar antara keadaan Yusuf 'alaihissalam dengan orang-orang yang tertipu dari kalangan pembantu thaghut-thaghut dan kaki tangannya dalam kementerian-kementerian masa sekarang, atau orang-orang yang ikut serta bersama thaghut dalam  pembuatan hukum dan perundang-undangan di parlemen-parlemen tersebut.[5]
            Keempat: Bila engkau telah mengetahui semua yang lalu dan engkau merasa yakin bahwa jabatan Yusuf 'alaihissalam akan kementerian itu sama sekali tidak menentang Tauhid dan tidak menohok Millah Ibrahim, sebagaimana penohokan dan penentangan itu terjadi pada jabatan-jabatan itu sekarang, maka seandainya si raja itu tetap di atas kekafirannya maka jadilah masalah penjabatan Yusuf akan posisi ini sebagai satu masalah dari masalah-masalah furuu' yang tidak ada isykaal di dalam ashuluddien, berdasarkan apa yang telah pasti sebelumnya bahwa Yusuf tidak pernah muncul darinya kekafiran atau kemusyrikan, atau tawalli (loyalitas penuh) terhadap orang-orang kafir, atau tasyrii' bersama Allah, akan tetapi dia selalu memerintahkan akan Tauhid lagi melarang akan hal itu semua. Allah subhaanahu wa ta'aala telah mengatakan dalam masalah furuu'ul ahkaam (hukum-hukum furuu'):
لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا
“Dan bagi tiap-tiap umat dari kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang." (QS.Al- Maidah: 48)
Syari'at-syari'at para nabi itu sangat beragam dalam furuu'ul ahkaam, akan tetapi dalam masalah Tauhid hanya satu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
نحن معاشرَ الأنبياء إخوةٌ لعلات ديننا واحد
“Kami sekalian para nabi adalah saudara sebapak sedangkan agama (tauhid) kami satu" (HR Al Bukhari dari Abu Hurairah)
 maksudnya saudara-saudara dari ibu-ibu yang berbeda sedangkan ayahnya satu…ini merupakan isyarat akan kesatuan dalam pokok tauhid dan beragam dalam furuu' syarii'ah dan hukum-hukumnya. Terkadang sesuatu dalam masalah hukum pada syari'at sebelum kita diharamkan kemudian dihalalkan dalam syari'at kita, dan terkadang sebaliknya. Bisa jadi dalam syari'at terdahulu dipersulit sedangkan dalam syari'at kita dipermudah,,,dan seterusnya. Oleh sebab itu tidak setiap syari'at yang ada pada syari'at sebelum kita menjadi syari'at bagi kita, apalagi bila bertentangan dengan dalil dalam syari'at kita.
            Sedangkan telah ada dalil yang shahih dalam syari'at kita yang menyelisihi apa yang disyari'atkan bagi Yusuf 'alaihissalam, dan mengharamkannya atas kita, Ibnu Hibban telah meriwayatkan dalam Shahihnya, juga Abu Ya'Laa dan Ath Thabraniy bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata:
ليأتين عليكم أمراء سفهاء يقربون شرار الناس ويؤخرون الصلاة عن مواقيتها فمن أدرك ذلك منكم فلا يكونن عريفا ولا شرطيا و لا جابيا ولا خازنا
“Sungguh akan datang kepada kalian para penguasa yang tidak baik, mereka mendekatkan orang-orang yang paling jahat dan mengakhirkan shalat dari waktu-waktunya, maka siapa saja yang mendapatkan keadaan itu, janganlah dia menjadi pejabat, janganlah menjadi aparat keamanan, janganlah menjadi petugas pengambil harta, dan janganlah menjadi penyimpan perbendarahaan".

            Dan yang raajiih (yang kuat) sesungguhnya penguasa-penguasa dalam hadits itu bukanlah orang-orang kafir, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang durjana lagi bodoh, karena biasanya orang yang memperingatkan bila dia memperingatkan hanyalah dengan menyebutkan keburukan dan kerusakan yang paling besar, dan seandainya mereka itu adalah orang-orang kafir tentu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menjelaskannya. Akan tetapi perbuatan durjana terbesar yang beliau sebutkan di sini adalah mendekatkan orang-orang paling jahat dan mengakhirkan shalat dari waktu-waktunya. Namun demikian Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam telah melarang dengan larangan yang sangat dari keberadaan seseorang menjadi khaaziin (petugas logistik) bagi mereka. Bila saja menjabat sebagai khaaziin di samping para penguasa muslim yang dhalim adalah dilarang dengan larangan yang amat keras dalam syari'at kita, maka apa gerangan dengan jabatan kementerian logistik/keuangan di sisi para penguasa yang kafir dan pemerintah yang syirik?
Firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
قال اجعلني  على خزائن الأرض إني حفيظ عليم
“Yusuf berkata:"jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman." (QS. Yusuf: 55)
 merupakan dalil yang tegas dan bukti yang terang bahwa hal ini adalah bagian dari syari'at sebelum kita, dan hal itu sudah dimansukh (dihapus) dalam syari'at kita. Wallahu A'lam.
            Ini adalah cukup bagi orang yang menginginkan hidayah, akan tetapi orang yang lebih mendahulukan anggapan baik, kepentingan (yang dia klaim sebagai maslahat), dan perkataan manusia atas dalil-dalil dan bukti-bukti itu, maka  orang seperti ini meskipun gunung-gunung meletus di hadapannya dia itu tidak bakal mendapatkan hidayah…
ومن يرد الله فتنته فلن تملك له من الله شيئاً..
Barangsiapa yang Allah kehendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah." (QS. Al-Maidah: 41)
            Pada akhirnya dan sebelum saya menutup bantahan terhadap syubhat ini, saya ingin mengingatkan bahwa sebagian orang-orang yang terpedaya yang membolehkan syirik dan kekafiran dengan anggapan baik mereka, dengan alasan maslahat dakwah untuk masuk di kabinet-kabinet kafir dan parlemen-parlemen syirik, mereka dalam dalih-dalih dan syubhat-syubhatnya mencampurkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah tentang jabatan menteri yang dipegang Yusuf 'alaihissalam… ini sebenarnya termasuk perbuatan mencampuradukan yang hak dengan yang batil, berdusta atas nama Syaikhul Islam, dan mengada-ada atas beliau apa yang tidak pernah beliau katakan, karena beliau tidak berhujjah dengan kisah itu atas bolehnya ikut serta dalam tasyrii', kekafiran, atau dalam memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan. Mustahil beliau melakukan hal itu, bahkan kami mensucikan beliau, agamanya, bahkan kami mensucikan akalnya dari ucapan yang keji ini, yang di mana tidak ada seorangpun berani berkata seperti itu kecuali mereka orang-orang hina pada zaman-zaman mutakhir ini. Kami katakan ini… meskipun kami belum membaca ungkapan beliau pada masalah ini, karena ucapan seperti ini tidak mungkin dikatakan oleh orang yang berakal, apalagi sampai bisa bersumber dari 'aalim rabbaniy selevel Syaikhul Islam rahimahullah. Bagiamana itu bisa terjadi sedangkan perkataan beliau dalam masalah ini sangatlah jelas lagi gamblang… di mana perkataan beliau berkisar akan kaidah menolak kerusakan paling besar dari dua kerusakan serta upaya mendapatkan maslahat paling tinggi dari dua maslahat saat bersebrangan, sedangkan engkau sudah mengetahui bahwa maslahat paling besar dalam kehidupan ini adalah Tauhid, sedangkan kerusakan paling besar adalah kerusakan syirik dan Tandid  (menjadikan tandingan bagi Allah). Beliau telah menyebutkan bahwa Yusuf telah menegakan keadilan dan ihsan sesuai dengan kemampuan beliau, sebagaimana dalam Al Hisbah[6] di mana beliau berkata saat menyebutkan sifat kekuasaan beliau: “Dan dia melakukan dari keadilan dan ihsan apa yang beliau mampu, serta beliau mengajak mereka kepada keimanan sesuai dengan kesempatan/kemungkinan." Dan beliau mengatakan lagi: “Akan tetapi beliau melakukan apa yang mungkin dari keadilan dan ihsan."[7]
            Dan beliau sama sekali tidak menyebutkan bahwa Yusuf 'alaihissalam membuat undang-undang menandingi Allah subhaanahu wa ta'aala atau ikut serta dalam memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan atau mengikuti paham demokrasi atau paham-paham lainnya yang bersebrangan dengan Dienullah, sebagaimana halnya keadaan mereka orang-orang yang terpedaya yang mencampurkan perkataan beliau rahimahullah dengan hujjah-hujjah mereka yang kotor dan syubhat-syubhatnya yang rendahan dalam rangka menyesatkan orang-orang bodoh dan untuk mengaburkan yang hak dengan yang batil serta cahaya dengan kegelapan.
            Kemudian kita wahai saudara setauhid, panutan dan dalil kita yang di mana kita merujuk kepadanya saat terjadi perselisihan adalah wahyu, yaitu firman Allah dan sabda Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak yang lainnya, adapun setiap orang selain Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam maka ucapannya itu bisa diterima dan bisa ditolak. Seandainya seperti apa yang mereka klaim itu bersumber dari Syaikhul Islam – dan itu tidak mungkin terjadi – tentu kita tidak akan menerimanya darinya dan bahkan dari ulama yang lebih agung darinya, sehingga dia datang kepada kami dengan membawa dalil dari wahyu atas hal itu,
قل إنما أُنذِركم  بالوحي
"katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepadamu sekalian dengan wahyu" (QS. Al-Anbiyaa: 45)
قل هاتوا بُرهانكم  إن كنتم  صادقين
"Katakanlah: Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar." (QS. Al-Baqarah: 111)
Perhatikanlah hal itu dan pegang eratlah Tauhidmu, janganlah engkau tertipu atau peduli dengan talbiis-talbiis (pengkaburan) dan dalih-dalih murahan para penghusung kemusyrikan dan musuh-musuh Tauhid atau janganlah engkau merasa tidak enak dengan sebab menyalahi mereka, dan jadilah engkau dari golongan yang menegakkan Dienullah yang telah disebutkan ciri-cirinya oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam,
لا يضرّهم من خالفهم ولا من خذلهم حتى يأتيَ أمرُ الله وهم كذلك
" orang-orang yang mengucilkan dan menyelisihi mereka tidak membuat mereka gentar hingga datang ketentuan Allah sedang mereka dalam keadaan seperti itu,"[8]


SYUBHAT KEDUA
Sesungguhnya Najasyi tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, namun demikian dia tetap muslim

            Ahlul ahwaa berhujjah juga dengan kisah Najasyi dalam rangka melegalitas thaghut-thaghut mereka yang membuat hukum dan perundang-undangan, baik mereka itu sebagai penguasa, para wakil rakyat di parlemen atau yang lainnya.
            Mereka mengatakan: Sesungguhnya Najasyi tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan setelah dia masuk Islam hingga meningal dunia, namun demikian Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menamakannya sebagai hamba yang shalih, beliau menshalatkan (ghaib) untuknya dan memerintahkan para sahabat untuk menshalatkannya.
            Kita katakan dengan taufiq Allah subhaanahu wa ta'aala:
            Pertama: Orang yang berdalih dengan syubhat yang rendahan ini sebelum apa-apa dia harus menetapkan bagi kami dengan nash yang shahih lagi sharih qath'iyy dilalahnya bahwa Najasyi itu tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan setelah keislamannya. Sungguh saya sudah mengamati ucapan mereka (para penebar syubhat) dari awal sampai akhir, ternyata saya tidak mendapatkan di kantong mereka itu kecuali sekedar istinbath dan klaim-klaim yang kosong lagi kering dari dalil shahih dan bukti benar yang menguatkannya, sedangkan Allah subhaanahu wa ta'aala telah mengatakan:
قل هاتوا بُرهانكم  إن كنتم  صادقين
"Katakanlah: Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar." (QS. Al Baqarah: 111)
Dan bila ternyata mereka tidak mampu membawa bukti kuat atas klaimnya itu, maka mereka itu bukanlah tergolong orang-orang yang jujur, akan tetapi mereka itu tergolong orang-orang yang dusta.
            Kedua: Sesungguhnya termasuk sesuatu yang sudah diterima antara kami dengan musuh-musuh kami adalah bahwa Najasyi itu telah meninggal dunia sebelum sempurnanya tasyrii', jadi beliau secara pasti meninggal sebelum turunnya firman Allah subhaanahu wa ta'aala:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridlai Islam itu sebagai agamamu." (QS. Al-Maidah: 3)
Sebab ayat ini diturunkan pada hajji wadaa', sedangkan Najasyi meninggal dunia jauh sebelum penaklukan kota Mekkah sebagaimana yang disebutkan oleh Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah dan yang lainnya.[9]
            Berhukum dengan apa yang diturunkan Allah saat itu bagi dia adalah menghukumi, mengikuti dan mengamalkan ajaran agama yang telah sampai kepadanya, karena nadzarah (peringatan) dalam masalah seperti ini harus adanya buluughul Qur'an (sampainya wahyu Al Qur'an kepadanya), Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
وأوحي إلي هذا القرآن لأنذركم به ومن بلغ
“Dan Al Qur'an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya itu aku memberikan peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang Al Qur'an sampai (kepadanya)."
 (QS. Al-An'am: 19)
            Sarana-sarana perhubungan dan informasi saat itu keadaannya tidak seperti zaman sekarang, di mana saat itu sebagian hukum syari'at tidak bisa sampai kepada seseorang kecuali setelah bertahun-tahun dan bisa jadi dia tidak mengetahuinya kecuali bila memaksakan diri datang kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Agama ini saat itu masih baru, Al Qur'an masih terus turun, dan tasyrii' masih belum sempurna. Dan ini dibuktikan kuat oleh apa yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan yang lainnya dari Abdullah Ibnu Mas'ud bahwa beliau berkata: "Kami dahulu mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam di dalam shalat maka beliau terus menjawabnya, dan tatkala kami pulang dari negeri Najasyi kami mengucapkan salam kepada beliau, namun ternyata beliau tidak menjawab salam kami, dan justeru setelah itu beliau berkata: Sesungguhnya di dalam shalat itu terdapat kesibukan." jika para sahabat yang dahulu pernah berada di negeri Najasyi Ethiopia sedang mereka itu mengerti bahasa arab dan selalu memantau berita tentang Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, belum sampai kepada mereka berita dinasakhnya berbicara dan salam di dalam shalat padahal shalat itu urusannya adalah nampak, sebab Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat bersama para sahabatnya sebanyak lima kali sehari semalam…maka apa gerangan dengan ibadah-ibadah yang lain, tasyrii'-tasyrii', dan huduud yang tidak berulang-ulang seperti diulang-ulangnya shalat??.
            Maka apakah ada seorang dari kalangan yang berpaham syirik demokrasi pada masa sekarang dia mampu mengklaim bahwa Al Qur'an, Islam, atau agama ini belum sampai kepada dia sehingga dia bisa mengqiyaskan kebatilannya dengan keadaan Najasyi sebelum sempurnanya tasyrii’ ???
            Ketiga: Bila ini telah ditetapkan lagi pasti, maka wajib diketahui bahwa sesungguhnya Najasyi telah menghukumi dengan apa yang diturunkan Allah yang sampai kepada dia dan siapa yang mengklaim selain ini, maka tidak boleh dipercayai dan diterima perkataannya kecuali dengan bukti yang terang.
قل هاتوا بُرهانكم  إن كنتم  صادقين
"Katakanlah: Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar." (QS. Al Baqarah: 111)
            Dan semua yang disebutkan oleh orang-orang yang menceritakan kisahnya, menunjukan bahwa dia itu menghukumi dengan apa yang sampai kepadanya dengan apa yang Allah turunkan saat itu…
1.    Di antara yang menjadi kewajiban dia saat itu  berupa mengikuti apa yang diturunkan Allah adalah: (Merealisasikan Tauhid, Iman kepada kenabian Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam dan iman bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah)…dan dia sudah melakukannya. Lihatlah hal itu dalam dalil-dalil yang digunakan orang-orang (untuk kepentingannya)… surat Najasyi yang dikirimkan kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam... surat itu disebutkan oleh Umar Sulaiman Al Asyqar dalam buku kecilnya (kutaib) yang berjudul hukmul musyarakah fil wizarah wal majaalis anniyabiyyah.[10]
2.    Dan begitu juga bai'atnya terhadap Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan untuk hijrah, dalam suratnya itu Najasyi menyebutkan: “Sesungguhnya dia telah membai'at Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam beserta anaknya yang bernama Ja'far dan teman-temannya telah membai'at pula serta masuk Islam di tangannya lillaahi rabbil'aalamiin, dan di dalam suratnya itu dia menegaskan bahwa ia mengirim kepada Nabi anaknya Arihaa Ibnu Ashhum Ibnu Abjur, dan ucapannya: Bila engkau berkehendak saya datang kepadamu tentu saya melakukannya wahai Rasulullah, karena sesungguhnya saya bersaksi bahwa apa yang engkau katakan adalah benar”. Maka mungkin saja dia meninggal dunia setelah itu langsung, atau mungkin saja Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak menginginkan hal tersebut saat itu…semua ini tidak begitu jelas dan tidak ditegaskan dalam kisah itu, sehingga tidak halal memastikan sesuatupun darinya dan tidak halal berdalil dengannya, apalagi kalau dijadikan senjata untuk melawan Tauhid dan Ashluddien.
3.    Dan begitu juga pertolongannya terhadap Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, agamanya, dan para pengikutnya. Najasyi telah menolong kaum muhajiriin yang datang kepadanya, dia memberi mereka tempat serta memberikan jaminan keamanan dan perlindungan, dia tidak mengecewakan mereka dan tidak menyerahkan mereka kepada orang-orang Quraisy, dia juga tidak membiarkan orang-orang nasrani Habasyah mengganggu mereka, padahal para muhajirin itu telah menampakkan keyakinan mereka yang benar tentang Isa 'alaihissalam. Bahkan terdapat dalam risalah lain yang dia kirimkan kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam (yang dituturkan oleh Umar Al Asyqar dalam kutaibnya itu hal 73) bahwa dia mengirimkan anaknya yang disertai enam puluh laki-laki dari penduduk Habasyah kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Semua ini dilakukan sebagai bentuk dukungan, ittibaa, serta bantuan.
Meskipun ini adalah sangat jelas, namun Umar Al Asyqar telah ngawur dalam kutaibnya itu (hal:73) dengan seenaknya dia memastikan bahwa Najasyi tidak berhukum dengan syari'at Allah. Ini sebagaimana yang engkau ketahui adalah dusta dan mengada-ada atas nama Najasyi yang Muwahhid itu, akan tetapi yang benar adalah bahwa dia menghukumi dengan apa yang Allah turunkan yang telah sampai kepadanya saat itu. Dan siapa yang mengatakan selain ini maka janganlah dipercayai kecuali dengan dalil yang shahih lagi qath'ii dilalahnya, dan kalau tidak maka dia itu adalah tergolong orang-orang yang dusta,
قل هاتوا بُرهانكم  إن كنتم  صادقين
"Katakanlah: Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar." (QS. Al Baqarah: 111)
Sedangkan Umar Al Asyqar ini tidak mendatangkan dalil yang shahih lagi sharih atas klaimnya itu, akan tetapi dia mengais-ngais dan meraba-raba dari kitab-kitab tarikh (sejarah) hal-hal yang dia duga sebagai dalil (layaknya orang yang mencari kayu bakar di malam hari), sedangkan sejarah itu keadaannya telah diketahui…
Al Qahthaniy Al Andalusiy berkata dalam syairnya:
Janganlah engkau menerima dari sejarah ini
Segala yang dikumpulkan dan ditulis oleh para perawinya
Riwayatkanlah hadits yang terpilih dari ahlinya
Apalagi orang yang pandai dan berpengalaman
            Maka dikatakan kepada Umar Al Asyqar dan para pengikutnya: Tetapkan ‘arsy terlebih dahulu, baru kemudian diskusikan.

            Keempat: Sesungguhnya gambaran dalam kisah Najasyi adalah bagi seorang penguasa yang asalnya kafir dan baru masuk Islam di atas jabatannya, terus dia menampakkan kejujuran Islamnya dengan cara istislaam secara sempurna kepada perintah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan cara mengutus anaknya yang disertai rombongan kaumnya, dia mengutus mereka kepada Nabi untuk meminta izin hijrah kepadanya dan menampakkan nushrahnya dan nushrah akan agama dan para pemeluknya, bahkan menampakkan baraa'ah dari segala yang menyalahi agama barunya ini, berupa keyakinan dia, keyakinan kaumnya dan nenek moyangnya. Dia berusaha mencari kebenaran dan mempelajari agama ini, serta berusaha semaksimal mungkin untuk bertemu Allah di atas keadaan ini, dan ini terjadi sebelum sempurnanya tasyrii' dan sebelum sampai kepadanya secara sempurna. Ini adalah gambaran sebenarnya yang ada dalam hadits-hadits, atsar-atsar yang shahih lagi tsabit tentangnya. Kami menantang orang yang bersebrangan dengan kami agar mereka menetapkan selain hal ini…akan tetapi dengan dalil yang sharih lagi shahih, dan adapun sejarah-sejarah maka ini tidak bisa memuaskan dan mengenyangkan dari rasa lapar dengan sendirinya tanpa adanya sanad.
            Adapun gambaran yang hendak di dalili dan hendak di qiyaskan, maka ini adalah gambaran yang buruk lagi berbeda jauh sekali, karena ini adalah gambaran sekawanan gerombolan orang-orang yang mengaku beragama Islam tanpa berlepas diri dari hal-hal yang membatalkan keislamannya, dan justeru mereka itu dalam waktu yang bersamaan berintisab kepada Islam dan kepada hal-hal yang membatalkannya, serta mereka merasa bangga dengannya. Mereka tidak berlepas diri dari paham demokrasi seperti halnya Najasyi berlepas diri dari nasrani, ya mereka tidak berlepas diri darinya, bahkan mereka tidak henti-hentinya memuji demokrasi itu, menghusungnya, membolehkannya bagi manusia, mengajak orang-orang untuk ikut bergabung dalam paham demokrasi yang busuk ini, mereka menjadikan dirinya sebagai arbaab, dan aalihah (tuhan-tuhan) yang menetapkan hukum dan perundang-undangan bagi manusia berupa ajaran yang tidak Allah izinkan, bahkan mereka mengikut sertakan bersama mereka dalam tasyrii' yang kafir yang terlaksana sesuai dengan materi undang-undang dasar itu orang-orang yang sepaham bersama mereka di atas paham yang kafir itu dari kalangan para wakil rakyat, para menteri, dan rakyat lainnya, mereka bersikeras di atas kemusyrikan ini, bergelimang dengannya, bahkan mereka mencela orang yang memeranginya, atau menentangnya, atau mencelanya dan berusaha untuk menghancurkannya… dan mereka lakukan ini setelah syari'at sempurna, dan setelah sampainya Al Qur'an bahkan As-Sunnah dan atsar-atsar kepada mereka.
            Dengan Nama Allah, wahai orang yang obyektif siapa saja engkau ini, apakah sah gambaran yang buruk lagi busuk dan gelap ini yang disertai dengan perbedaan-perbedaannya yang sangat jauh di qiyaskan kepada orang yang baru masuk Islam yang mencari kebenaran dan berusaha membelanya sebelum syari'at ini sempurna dan sebelum sampai kepadanya secara utuh. Sungguh sangat jauh sekali perbedaan antara dua gambaran ini…
Demi Allah keduanya tidak bisa kumpul dan tidak akan bersatu
Hingga bulu-bulu gagak itu beruban
            Ya bisa saja keduanya bersatu dan berbarengan, akan tetapi bukan dalam timbangan Al-Haq, namun dalam timbangan orang-orang yang curang dari kalangan orang yang telah dibutakan bashirahnya oleh Allah subhanhuu wa ta'aalaa, sehingga mereka berpaham demokrasi yang bersebrangan dengan Tauhid dan Islam.
ويلٌ للمطففين . الذين إذا اكتالوا على النَّاس يستوفون. وإذا كالوهم أو وزنوهم يُخسرون . ألا يظن أُولئك أنهم مبعوثون . ليومٍ عظيم
“Kecelakaan besar bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang sangat besar." (QS. Al Muthaffifin: 1-5)


SYUBHAT KETIGA
Labelisasi demokrasi dengan nama Asy-Syuraa demi melegalkannya

            Orang-orang yang buta pandangannya dan para kelelawar malam telah mendalili paham mereka yang kafir lagi batil itu (paham demokrasi) dengan firman Allah subhaanahu wa ta'aala tentang kaum Mukminin Muwahhidin:
وأمرهم شورى بينهم
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka" (Qs. Asy- Syuraa: 38)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala kepada Nabi-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam:
وشاورهم في الأمر
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu" (QS. Ali-Imran: 159)
            Mereka menamakan demokrasi yang busuk itu dengan Syuraa (musyawarah) demi memberikan baju agama lagi syar'ii bagi paham kafir ini, dan kemudian setelah itu mereka melegalitas dan membolehkannya. Maka kita katakan dengan taufiq Allah:
            Pertama: Sesungguhnya perubahan nama itu tidak ada artinya selama isi dan hakikatnya adalah itu-itu juga. Sebagian jama'ah dakwah yang berjalan di atas paham kafir ini dan yang menjadikannya sebagai pegangan[11]mengatakan: (Kami memaksudkan dengan demokrasi itu saat kami menyerukannya, menuntut dengannya, menseponsorinya, dan berusaha untuk mencapai ke arahnya dan dengannya adalah kebebasan berkata dan dakwah),[12] dan kicauan-kicauan lainnya.
            Maka kita katakan kepada mereka: “Yang penting itu bukanlah yang kalian maksudkan, dan yang kalian klaim dan kalian duga… akan tetapi yang penting adalah apakah demokrasi yang diterapkan oleh thaghut itu, yang dia serukan kepada kalian untuk masuk ke dalamnya, (juga) pemilu-pemilu pun dilangsungkan dalam rangka itu, serta tasyrii' dan hukum yang kalian akan ikut serta di dalamnya sesuai dengan cara demokrasi? Bila kalian menertawakan manusia dan menipu mereka, maka kalian tidak akan mampu melakukannya terhadap Allah: 
إن المنافقين يخادعون الله وهو خادعهم
“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka" (QS. An-Nisaa: 142)
يخادعون الله والذين آمنوا وما يخدعون  إلا أنفسهم وما يشعرون
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar" (QS. Al-Baqarah: 9)
            Jadi merubah nama sesuatu itu tidak bisa merubah hukum-hukumnya, tidak bisa menghalalkan yang haram dan tidak bisa mengharamkan yang halal…Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيَسْتَحِلَّنَ طائفةٌ مِنْ أُمّتي الخمرَ باسمٍ يُسَمُّونَها إِيَّاه
“Akan ada sekelompok dari umatku yang menghalalkan khamr dengan cara nama yang mereka berikan kepadanya"[13]
            Begitulah para ‘ulama telah mengkafirkan orang yang mencela Tauhid atau memeranginya, sedangkan orang yang mencela dan memeranginya menamakan Tauhid itu sebagai paham Khawarij atau Takfiri… para ulama juga mengkafirkan orang yang memperindah syirik dan membolehkannya atau melakukannya sambil menamakannya dengan selain namanya.[14]Sebagaimana yang dilakukan mereka itu, mereka menamakan paham kafir dan syirik (demokrasi) dengan nama syuraa dengan tujuan melegalkannya, memperbolehkannya, serta mengajak manusia untuk masuk ke dalamnya… sungguh binasalah mereka itu.[15]
            Kedua: Sesungguhnya pengqiyasan demokrasi kaum musyrikin terhadap syuraa kaum Muwahhidin, menyamakan (tasybiih) majilis syuraa dengan majlis kekafiran, kefasikan, dan maksiat adalah penyamaan yang gugur dan qiyas yang batil lagi luluh lantak rukun-rukunnya, karena engkau telah mengetahui bahwa majlis rakyat, atau dewan perwakilan rakyat, atau parlemen adalah sarang dari sekian sarang paganisme dan bangunan dari sekian bangunan kemusyrikan, yang di dalamnya dipasang tuhan-tuhan para demokrat, arbaab mereka yang beraneka ragam serta sekutu-sekutu mereka yang membuatkan undang-undang bagi mereka dari ajaran yang tidak diizinkan Allah subhaanahu wa ta'aala yang sesuai dan selaras dengan undang-undang dasar dan falsafah yang digali dari bumi.[16]        Allah berfirman:
ءأرباب متفرقون خير أم الله الواحد القهار ما تعبدون من دونه إلا أسماء سميتموها أنتم وآباؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم  ولكن أكثر الناس لا يعلمون
“Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.”
 (QS. Yusuf: 39-40)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? " (Qs: Asy-Syuura: 21)
            Qiyas ini tak ubahnya bagaikan mengqiyaskan syirik terhadap Tauhid, kekafiran terhadap keimanan dan ini tergolong berbicara atas nama Allah tanpa dasar ilmu, mengada-ada atas agama ini, berdusta atas nama Allah, ngawur dan ilhaad dalam ayat-ayat Allah subhaanahu wa ta'aala, serta bentuk pengkaburan yang hak dengan yang batil terhadap manusia, dan cahaya dengan kegelapan.
            Bila ini telah jelas, maka orang muslim hendaklah mengetahui bahwa perbedaan yang jelas antara syuraa yang telah syari'atkan Allah bagi hamba-hamba-Nya dengan demokrasi yang busuk adalah seperti perbedaan antara langit dengan bumi, bahkan perbedaan itu dalam statusnya adalah layaknya perbedaan antara Al-Khaliq dengan makhluk.
·         Syuraa adalah aturan dan manhaj rabbaniy, sedangkan demokrasi adalah hasil karya manusia yang serba kekurangan yang selalu diombang-ambing oleh hawa nafsu dan emosional.
·         Syuraa adalah bagian dari syari'at Allah subhaanahu wa ta'aala, dien-Nya dan hukum-Nya, sedangkan demokrasi adalah kekafiran terhadap syari'at Allah dan dien-Nya serta penentangan akan hukum-Nya.
·         Syuraa adalah dilakukan dalam masalah yang tidak ada nash di dalamnya, adapun dalam masalah yang sudah ada nashnya maka tidak ada syuraa di sini, Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (Qs: Al-Ahzab: 36).
Adapun demokrasi maka itu adalah peremehan dan permainan dalam setiap masalah, di dalam demokrasi ini nash-nash syari'at  dan hukum-hukum Allah tidak dianggap, akan tetapi yang dianggap dan dijadikan acuan satu-satunya di dalam demokrasi ini adalah hukum rakyat dan kedaulatannya dalam setiap permasalahan.[17]Oleh sebab itu mereka mendefinisikan demokrasi itu dalam undang-undang mereka dengan ungkapan: “rakyat adalah sumber segala kedaulatan."
·         Demokrasi menganggap bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi di sini, sehingga demokrasi adalah hukum mayoritas rakyat, tasyrii' suara terbanyak dan agama suara mayoritas. Mayoritas adalah yang membolehkan dan mayoritas pula yang mengharamkan. Mayoritas adalah tuhan dan sembahan dalam ajaran demokrasi.
Adapun dalam syuraa, maka keberadaan rakyat atau mayoritas mereka itulah yang diharuskan dan diperintahkan untuk selalu taat kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kemudian kepada pemimpin kaum muslimin. Pemimpin tidak bisa memaksakan suara dan hukum terbanyak, bahkan justeru mayoritas itulah yang diperintahkan untuk selalu mendengar dan taat kepada para pemimpin (kaum muslimin) meskipun mereka dzalim selama tidak memerintahkan kepada maksiat.[18][19]
·         Aturan main dalam demokrasi, dan tuhannya adalah suara mayoritas, dan mayoritas inilah sumber segala kedaulatan. Adapun syuraa maka mayoritas itu tidak ada pengaruhnya sedikitpun dan bukanlah sebagai tolak ukur, dan justeru Allah telah memvonis mayoritas dengan vonis yang jelas dalam Kitab-Nya:
و إن تطع أكثر من في الأرض يضلوك عن سبيل الله إن يتبعون إلا الظن وإن هم إلا يخرصون
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)."
 (QS. Al- An'am: 116).
وما أكثر الناس ولو حرصت بمؤمنين
“Dan sebahagian manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat menginginkannya-." (QS. Yusuf: 103).
وإن كثيرا من الناس بلقاء ربهم لكافرون
“Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhan-nya." (QS. Ar-Ruum: 8).
وما يؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan yang lain)"
(QS. Yusuf: 106).
ولكن أكثر الناس لا يشكرون
“Akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak bersyukur." (QS. Al-Baqarah: 243).
ولكن أكثر الناس لا يؤمنون
“Akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak beriman." (QS. Al-Mu'min: 59).
ولكن أكثر الناس لا يعلمون
“Akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahuinya." (QS. Yusuf: 21).
فأبى أكثر الناس إلا كفورا
“Tetapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya)."
 (QS. Al-Israa :89).
Ini dari firman-firman Allah subhaanahu wa ta'aala,
adapun dari sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam,
إنما النّاس كالإبل المائة لا تكاد تجد فيها راحلة
"Hanyasannya manusia pilihan itu adalah bagaikan unta yang berjumlah seratus, hampir kamu tidak mendapatkan di dalamnya unta yang layak pakai untuk tunggangan," diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah Ibni Umar radliyallahu 'anhuma. Dan di dalam hadits Al Bukhari juga dari Abu Sa'id Al Khudriy dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau berkata:
يقول الله تعالى: يا آدم.. أخرجْ بعثَ النّار. قال وما بعثُ النّار؟ قال: مِنْ كلِّ ألف تسعمائة وتسعة وتسعين، فعنده يشيب الصغير، وتضعُ كلُّ ذاتِ حملٍ حملها، وترى النّاس سُكارى وما هم بسُكارى ولكنَّ عذاب الله شديد
Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:" Hai Adam…keluarkan utusan neraka! Maka dia berkata: Apa utusan neraka itu? Dia berfirman: "Dari setiap seribu ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan," maka saat itulah anak kecil beruban, setiap wanita hamil melahirkan anaknya, engkau melihat orang-orang bagaikan yang mabuk, padahal mereka tidak mabuk, akan tetapi adzab Allah lah yang sangat dasyat."
Ini syari'at Allah dan hukum-Nya menjelaskan kesesatan mayoritas dan penyimpangan mereka, oleh sebab itu Allah subhaanahu wa ta'aala menetapkan hukum-Nya, Dia berfirman:
إن الحكم إلا لله
“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah." (QS. Yusuf: 40).
            Akan tetapi demokrasi menolak ini, dan para penyerunya-pun menolak tunduk kepada hukum Allah, dan syari'at-Nya, mereka terus ngotot, serta mengatakan: Keputusan itu tidak lain adalah bagi mayoritas. "Maka binasalah dan enyahlah orang yang mengikuti mereka, berjalan di atas rel mereka dan membisikan kedemokratan mereka, meskipun jenggot dia itu panjang, atau kainnya tidak isbal (di atas mata kaki), siapa saja orangnya…” kami katakan ini kepada mereka di dunia mudah-mudahan mereka itu mau kembali dan sadar. Ini lebih baik bagi mereka, daripada nanti mereka mendengarnya di tempat yang sangat agung, saat manusia berdiri menghadap Allah Rabbul 'aalamiin, di mana mereka menuju telaga Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi mereka dihalangi oleh para Malaikat, dan dikatakan kepada mereka: “Sesungguhnya mereka telah mengganti dan merubah", maka Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata:
سُحقاً سُحقاً لمن بدّل بعدي
“Enyahlah, enyahlah bagi orang yang merubah setelahku…"[20]
            Demikianlah demokrasi itu secara asal-usul dan secara makna, lahir di lahan kekafiran dan ilhaad dan tumbuh berkembang di ladang-ladang kemusyrikan dan kerusakan di Eropa, di mana mereka memisahkan agama dari kehidupan, sehingga tumbuhlah lafadz itu dalam suasana-suasana yang membuai di setiap racunnya dan kerusakan yang akar-akarnya itu tidak ada hubungan sama sekali dengan lahan keimanan atau siraman aqidah dan ihsan. Paham ini tidak bisa menampakkan eksistensinya di dunia barat kecuali setelah berhasil memisahkan agama dari negara di sana, paham ini memperbolehkan bagi mereka liwath, zina, khamr, percampuran keturunan dan perbuatan-perbuatan keji lainnya baik yang nampak atau terselubung… oleh sebab itu tidak ada orang yang membela demokrasi, atau memujinya, dan menyamakannya dengan syuraa, kecuali dua macam orang, tidak ada yang ketiganya, bisa jadi dia itu orang DEMOKRAT KAFIR, atau orang DUNGU LAGI JAHIL AKAN MAKNA DAN ISI DARI DEMOKRASI ITU.

DEMI ALLAH KAMU BUKAN YANG KETIGA DARI DUA ORANG ITU…
YA, KAMU BISA JADI KELEDAI (YANG DUNGU) ATAU KAMU BAGIAN DARI BANTENGNYA.

            Sekarang adalah zaman di mana istilah-istilah telah bercampur aduk, hal-hal yang kontradiksi telah berkumpul. Dan tidak aneh kalau paham-paham kafir ini didengung-dengungkan oleh banyak wali-wali setan, akan tetapi yang paling aneh adalah bila yang mendengungkannya, membolehkannya, dan memberikan baju syar'iinya adalah banyak orang-orang yang mengaku Islam. Dahulu saat orang-orang terpukau dengan paham sosialisme muncullah sebagian orang dengan membawa istilah baru Islam sosialis, dan sebelumnya ada istilah nasionalisme, 'uruubah (arabisme) dan mereka menggandengnya dengan nama Islam.[21]pada masa sekarang banyak orang mendengungkan undang-undang buatan manusia dan mereka tidak malu-malunya menamakan para hamba undang-undang (para pakar hukum dan perundang-undangannya) dengan nama fuqahaa al qaanuun bentuk penyerupaan dengan fuqahaa syari'ah, serta mereka pula menggunakan nama-nama syar'ii yang sama, seperti musyarri', syari'ah, halal, haram,  jaaiz, mubaah, mahdhur, terus setelah itu mereka mengira bahwa mereka itu masih berada dalam agama Islam, bahkan mengira bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, fa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'adzim. Ini terjadi demi Allah tidak lain karena hilangnya ilmu dan ‘ulama, serta penyandaran urusan bukan kepada ahlinya, juga leluasanya suasana dan zaman bagi orang-orang hina untuk berbuat sesuka hati mereka.
Suasana telah lenggang bagimu
Silahkan bertelurlah dan berbuat sesuka hatimu

            Sungguh sangat disayangkan (keadaan) ilmu dan ’ulama, kasihan sekali (keberadaan) agama dan para du'atnya yang tulus lagi setia… Demi Allah ini adalah keterasingan yang tidak pernah terjadi sebelumnya, saya tidak mengatakan (keterasingan itu) di tengah-tengah orang-orang awam, bahkan justeru di antara banyak orang-orang yang mengaku Islam dari kalangan yang tidak memahami makna Laa ilaaha Illallaah, mereka tidak memahami lawaazim, konsekuensi, dan syarat-syaratnya, bahkan mayoritas mereka merobeknya siang dan malam, mereka mengotori diri mereka dengan syirik modern dan jalan-jalan penghubungnya kemudian setelah itu mereka mengira bahwa dirinya itu adalah muwahhiduun bahkan mengira bahwa mereka itu adalah bagian dari para du'aat tauhid. Hendaklah mereka menilai dirinya sendiri, dan duduklah di halaqah-halaqah ilmu untuk belajar hakikat Laa ilaaha Illallaah, karena sesungguhnya Laa ilaaha Illallaah adalah kewajiban pertama yang Allah fardlukan atas anak Adam untuk mempelajarinya, hendaklah mereka mempelajari syarat-syarat dan pembatal-pembatalnya sebelum mereka mempelajari pembatal-pembatal wudlu dan shalat, sebab wudlu dan shalat itu tidak sah bagi orang yang melakukan pembatal Laa ilaaha Illallaah. Dan bila ternyata mereka berpaling dan merasa bangga diri, maka merekalah sendiri yang akan menanggung kerugiannya.
            Saya akhiri ucapan saya ini dengan ungkapan yang sangat berharga yang muncul dari Al 'Allamah Ahmad Asy-Syakir rahimahullah saat membantah orang-orang yang melontarkan syubhat yang memalingkan firman Allah dan berbicara dusta atas Nama Allah subhaanahu wa ta'aala dengan cara menjadikan firman-Nya:
وأمرهم  شورى بينهم
"Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka." (QS.Asy-Syuraa:38). sebagai dalil untuk membela dan menerapkan demokrasi yang kafir itu, beliau berkata dalam catatan kaki 'Umdatuttafsiir 3/64-65 saat menjelaskan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:   
وشاورهم في الأمر
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (QS. Ali-Imran: 159).
dan firman-Nya:    
وأمرهم شورى بينهم
"Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka." (QS.Asy-Syuraa:38).
 Beliau berkata: “Orang-orang yang mempermainkan agama pada masa sekarang – dari kalangan ulama dan yang lainnya – telah menjadikan dua ayat ini sebagai senjata mereka dalam penyesatan dengan cara menta'wil untuk menyetujui perbuatan barat dalam aturan undang-undang mereka, yang mereka namakan aturan demokrasi!!! dalam rangka menipu manusia, kemudian mereka orang-orang yang mempermainkan agama itu  menjadikan syi'ar dari dua ayat ini dalam rangka menipu masyarakat Islam atau masyarakat yang mengaku Islam. Mereka menggunakan ucapan yang haq untuk memaksudkan kebatilan dengannya, di mana mereka mengatakan: “Islam itu memerintahkan syuraa" dan kata-kata seperti itu”.
            Ya, benar sesungguhnya Islam itu memerintahkan syuraa, akan tetapi syuraa macam apa yang diperintahkan Islam itu? Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman kepada Rasul-Nya:
وشاورهم في الأمر فإذا عزمت فتوكل على الله
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, dan bila kamu sudah ber'azam maka bertawakkal-lah kepada Allah." (QS. Ali-Imran: 159).
Makna ayat ini sangat jelas lagi terang, tidak membutuhkan tafsiran dan tidak mengandung kemungkinan ta'wil. Itu adalah perintah kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian kepada pemimpin sesudahnya: Untuk meminta pendapat-pendapat para sahabatnya yang beliau anggap layak diambil pendapatnya, yang di mana mereka itu adalah orang yang matang pengetahuan dan pemikirannya, dalam masalah-masalah yang masih menerima pendapat-pendapat dan ijtihad dalam penerapannya, kemudian dia memilih dari pendapat-pendapat itu yang dianggapnya sebagai kebenaran atau maslahat, terus ber'azam untuk merealisasikannya tanpa terikat dengan pendapat kelompok tertentu, jumlah tertentu, pendapat mayoritas, atau pendapat minoritas. Bila telah ber'azam maka bertawakalah kepada Allah dan laksanakan 'azam itu sesuai dengan yang telah dipilih betul.
            Termasuk hal yang sudah dipahami secara naluri yang tidak membutuhkan dalil: Sesungguhnya orang-orang yang mana Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam diperintahkan untuk bermusyawarah dengan mereka – dan orang sesudah beliau mencontohnya – adalah laki-laki yang shalih, yang berpegang di atas batasan-batasan Allah, yang bertaqwa kepada Allah, yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, berjihad di jalan Allah yang disabdakan oleh Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam : “Hendaklah mengiringi saya di antara kalian orang-orang yang matang pemikirannya lagi berpengetahuan," bukan orang-orang mulhiduun, bukan orang-orang yang memerangi agama Allah, bukan orang-orang ahli maksiat yang tidak malu melakukan yang mungkar, bukan orang-orang yang mengklaim bahwa mereka memiliki wewenang membuat hukum-hukum dan perundang-undangan yang bertentangan dengan agama Allah dan menghancurkan syari'at Islam. Mereka dan orang-orang itu – yaitu orang kafir dan orang fasiq – tempat yang layak benar bagi mereka adalah di bawah tebasan pedang dan cemeti, bukan tempat menyandarkan pandangan dan pendapat.
            Dan ayat lain -ayat dalam surat Asy-Syuraa- adalah  seperti ayat ini jelas, terang lagi tegas:
والذين استجابوا لربهم وأقاموا الصلاة  وأمرهم شورى بينهم ومما رزقناهم ينفقون
“Dan orang-orang yang memenuhi panggilan Tuhan mereka, mereka mendirikan shalat sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan dari apa yang telah dikaruniakan kepada mereka."
 (QS. Asy- Syuraa: 38).

SYUBHAT KEEMPAT
Keikutsertaan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam hilful fudluul

            Sebagian orang-orang dungu di antara mereka berdalih dengan keikutsertaan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam hilful fudluul sebelum kenabian beliau, (mereka berdalih dengan ini) untuk melegalitas keikutsertaan dalam parlemen-parlemen tasyrii'iyyah syirkiyyah itu.
            Maka kita katakan dengan pertolongan taufiq Allah:
            Sesungguhnya orang yang berdalih dengan syubhat ini tidak terlepas dari keadaan-keadaan ini: Bisa jadi dia itu tidak mengetahui apakah hilful fudluul tersebut, sehingga dia ngelantur dengan apa yang tidak diketahuinya dan berkata dalam hal yang dia tidak ada pengetahuan tentangnya atau bisa jadi orang itu adalah orang yang mengetahui hakikat hilful fudluul tersebut, tapi justru dia membaurkan yang hak dengan yang bathil di hadapan manusia untuk mengaburkan cahaya dengan kegelapan, serta syirik dengan Islam. Ini dikarenakan bahwa hilful fudluul itu terjadi sebagaimana apa yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq dalam Sirahnya, Ibnu Katsir[22] dan Al Qurthubiy[23] dalam tafsirnya tatkala: "kabilah-kabilah Quraisy berkumpul di rumah Abdullah Ibnu Jud'aan –karena statusnya sebagai orang yang terhormat – terus mereka saling berjanji dan saling bersumpah setia bahwa mereka tidak mendapatkan orang yang dianiaya di kota Mekkah baik dari warganya atau dari warga lain melainkan mereka pasti bangkit membelanya sehingga dia kembali mendapatkan haknya, kemudian pada akhirnya orang-orang Quraisy menamakan hilf tersebut sebagai hilful fudluul atau sumpah keutamaan".
            Ibnu Katsir berkata: ”Hilful fudluul adalah hilf yang paling mulia dan paling utama yang pernah didengar di kalangan arab, sedangkan orang yang pertama kali memiliki ide itu dan mengajak kepadanya adalah Az Zubair Ibnu Abdil Muthallib, dan penyebabnya adalah bahwa ada seorang laki-laki dari Zubaid datang ke kota Mekkah dengan membawa barang dagangan, terus dibeli oleh Al 'Aash Ibnu Waa'il namun dia tidak membayarnya, maka laki-laki itu mengadukan masalahnya kepada orang-orang terpandang di sana, akan tetapi mereka enggan menolongnya untuk mengambil hak dari Al 'Aash Ibnu waa'il dan justeru mereka malah menghardiknya. Dan tatkala laki-laki itu telah melihat keburukan yang makin berlipat, maka dia mendaki ke atas bukit Abu Qubais saat matahari terbit sedang orang-orang Quraisy berada di balai pertemuannya di sekitar Ka'bah, dia menyeru dengan suara yang sangat lantang:
Wahai Alu Fihr tolonglah orang yang di zhalimi beserta barang dagangannya
Di lembah Mekkah, yang jauh dari negeri dan para penolongnya
Dan bantulah orang yang sedang ihram, yang berambut kusut lagi belum menyelesaikan umrahnya
Wahai orang-orang terpandang dan orang-orang yang ada di antara Hijr (Ismail) dan Hajar (aswad)
Sesungguhnya haram itu bagi orang yang kemuliannya sudah mati
Dan bukan haram bagi orang yang aniaya lagi kotor

            Maka bangitlah Az Zubair Ibnu Abdil Muththallib, seraya berkata: Apakah ini boleh dibiarkan? Maka berkumpulah Bani Hasyim, Zuhrah, Taim Ibnu Murrah di rumah Abdullah Ibnu Jud'aan, dia menyediakan makanan bagi mereka dan kemudian saling berjanji pada bulan haram Dzul Qa'dah, mereka berjanji karena Allah bahwa mereka akan satu tangan menolong orang yang didhalimi atas orang yang dhalim hingga menunaikan hak kepada yang dia dhalimi, mereka akan tetap teguh selama laut shuufah masih basah dan selama gunung tsabiir dan Haraa masih terpancang. Maka orang-orang Quraisy menamakan hilf ini dengan hilful fudluul, mereka mengatakan: Orang-orang itu telah masuk kedalam hal keutamaan," maka mereka berjalan menuju Al 'Aash Ibnu Waa'il kemudian mengambil paksa harta laki-laki itu dan kemudian menyerahkannya kepada dia.
            Qasim Ibnu Tsabit menyebutkan dalam Gharibul Hadits: “Bahwa seorang laki-laki dari Hats'am datang ke kota Mekkah dengan tujuan haji dan dia disertai oleh puterinya yang dipanggil Al Qatuul yang tergolong wanita tercantik pada masanya, terus wanita itu diculik darinya oleh Nabih Ibnu Al Hajjaj dan terus menyembunyikannya, maka si orang tua itu berkata: Siapa orang yang bisa membantu saya untuk mengadili laki-laki itu? Maka dikatakan kepadanya: Mintalah kamu bantuan dengan Hilful Fudluul," maka dia berdiri di samping Ka'bah dan menyeru: Wahai orang-orang hilful fudluul tolonglah!! Maka tiba-tiba mereka berdatangan menghampirinya dari setiap penjuru dengan menghunuskan pedang-pedangnya seraya berkata: Telah datang kepadamu pertolongan, ada apa?[24] Maka dia berkata: Sesungguhnya Nabih telah menganiayaku dengan menculik puteri saya,"maka mereka berjalan bersamanya hingga sampai di pintu rumahnya, maka dia keluar menemui mereka, mereka berkata kepadanya: Enyahlah, cepat keluarkan wanita itu! Kamu sudah mengetahui perjanjian yang kami pegang."maka dia berkata: Saya akan mengelurkannya, akan tetapi izinkan saya untuk menikmatinya semalam saja."maka mereka mengatakan: Tidak meskipun sesaat saja" maka dia menyerahkan wanita itu kepada mereka.
            Az Zubair berkata tentang hilful fudluul:
Sesungguhnya fudluul telah bersepakat dan berjanji tidak akan ada yang zhalim di lembah Mekkah, itu adalah yang mereka sepakati dan mereka janjikan maka orang yang melindungi dan yang dalam kesusahan adalah selamat di antara mereka.[25]
            Dalam hilf ini dan sekitar tujuan-tujuan itu, orang-orang yang berdalih dengannya menggabungkannya dengan apa yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi dan Al Humaidiy bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata: Saya telah menyaksikan dirumah Abdullah Ibnu Jud'aan suatu hilf yang lebih saya sukai daripada unta merah (harta paling mahal), seandainya saya diajak kepadanya di dalam Islam tentu saya menghadirinya,"
Oleh sebab itu Al Humaidiy menambahkan: “Mereka bersepakat untuk mengembalikan hak kepada pemiliknya dan untuk tidak ada orang dzalim menganiaya yang didzalimi."
            Kami bertanya kepada mereka di sini:
·         Apa wajhuddilaalah (sisi pengambilan dalil) wahai ahli fiqh dan istidlaal dari hilf ini dan keutamaan yang dikandungnya atas bolehnya  masuk majelis yang didalamnya dilakukan tasyrii' (pembuatan hukum dan perundang-undangan yang padahal hak khusus Allah) sesuai dengan undang-undang Iblis dan para penghuni majelis ini memulai majlis mereka dengan sumpah untuk menghormati hukum kafir dan undang-undangnya, dan untuk loyalitas terhadap para penyembahnya dan thaghut-thaghutnya yang selalu memerangi Dienullah dan para auliyaa-Nya yang dimana para thaghut itu berwalaa' terhadap musuh-musuh Allah dan terhadap kekafiran-kekafiran mereka…???
·         Apakah dalam hilful fudluul itu ada kekafiran, kemusyrikan, tasyrii’ bersama Allah, dan menghormati dien selain Dienullah, sehingga kalian bisa berdalil dengannya..???
Bila kalian mengatakan “ya ada…” berarti kalian mengklaim bahwa Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam  telah ikut serta dalam kekafiran, tasyrii' dan telah mengikuti dien selain Dienullah, serta bahwa beliau bila diajak di dalam Islam terhadap hal seperti itu tentu beliau akan memenuhinya!!! Siapa yang mengklaim ini maka berarti dia telah menjadikan manusia dan jin  sebagai saksi akan kekafiran dirinya, kemurtadannya, dan kezindiqkannya…
Bila kalian mengatakan tidak: “Tidak ada, di dalamnya tidak ada kekufuran, tasyrii', dan bahkan tidak ada satupun kemungkaran. Semua yang ada di dalamnya adalah menolong orang yang didhalimi, membantu orang yang dalam bencana dan keutamaan-keutamaan lainnya”.
Maka bagaimana kalian menghalalkan dan membolehkan untuk mengqiyaskannya dengan majlis-majlis kekafiran, fasiq, dan maksiat.
·         Kemudian kami bertanya kepada mereka dengan pertanyaan yang jelas, dan kami menginginkan dari mereka kesaksian yang terang atas Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dari jawaban pertanyaan ini {Kesaksian mereka itu akan dicatat dan mereka akan dimintakan pertanggung jawaban}[26]
Seandainya yang ikut serta dalam hilful fudluul ini – bagaimanapun bentuk hilf itu – tidak bisa ikut serta di dalamnya kecuali bila bersumpah terlebih dahulu sebelum masuk di hilf itu untuk menghormati Latta, 'Uzzaa,dan Manat, serta untuk selalu loyalitas terhadap dien Quraisy yang kafir, terhadap berhala-berhalanya dan kejahiliyahhannya… kemudian untuk menolong orang yang didhalimi, membantu orang yang dalam bencana serta yang lainnya..
Saya katakan: “Bila keadaannya seperti itu apakah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam mau ikut serta di dalamnya, atau memenuhi undangannya bila diundang untuk seperti itu di dalam Islam ini ????”
Jawablah wahai para penyembah maslahat dan anggapan-anggapan baik…!!! Dan (jawablah) Wahai orang-orang yang sering meramaikan perayaan-perayaan dan pameran..!!!
Bila mereka berkata :“Ya, Rasulullah akan menghadirinya dan ikut serta di dalamnya… Dan itu memang yang telah terjadi," maka berarti umat telah berlepas diri dari mereka ini, dan mereka telah menjadikan seluruh makhluk sebagai saksi akan kekafiran diri mereka.
Bila mereka berkata: “Tidak, dan tidak mungkin itu terjadi dari Rasulullah…”
Maka kami mengatakan: “Kalau demikian maka tinggalkanlah igauan dan celotehan-celotehan murahan itu dan kalianpun tahu bagaimana dan dengan apa itu kalian berdalil.


SYUBHAT KELIMA
Maslahat dakwah

            Mereka mengatakan: Sesungguhnya masuk majelis-majelis itu mengandung banyak maslahat. Bahkan sebagaian mereka mengklaim bahwa majelis itu pada dasarnya adalah mashlahat mursalah, dan mereka menyebutkan: “Bisa dakwah kepada agama Allah, bisa menyampaikan yang hak”, mereka juga menyebutkan: “Merubah sebagian kemungkaran dan meringankan sebagian tekanan terhadap dakwah dan para du'aat……” mereka juga menyebutkan: “Untuk tidak membiarkan tempat-tempat dan majelis-majelis itu dipenuhi orang-orang nasrani, atau komunis atau yang lainnya…” dan sebagian mereka lebih dasyat lagi dan mengatakan: “Ini adalah untuk maslahat tahkiim syarii'at Allah (pemberlakuan hukum Islam) dan penegakkan Dien-Nya (penegakkan Agama-Nya) lewat MPR/DPR/Parlemen……” dan maslahat-maslahat yang mereka klaim, impiannya dan keinginanya……… semua itu berkisar sekitar masalahat (dakwah)………[27]

            Maka kami katakan dengan taufiq Allah subhaanahu wa ta'aala:
            Siapa yang berhak menentukan maslahat-maslahat dien-Nya dan hamba-hamba-Nya, serta yang mengetahui dengan sebenar-benarnya? Allah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui??? Atau kalian dengan anggapan-anggapan baik (istihsan) kalian dan maslahat-maslahat (ishtishlaah) yang kalian klaim??
            Bila kalian mengatakan: “Kami”.
            Maka kami katakan: “Berarti bagi kalianlah agama kalian dan bagi kamilah agama kami, kami tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian bukan penyembah Tuhan yang kami sembah….sebab Allah subhaanahu wa ta'aala mengatakan:
ما فرطنا في الكتاب من شيء
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab." (QS. Al-An’aam: 38)
Dan Dia berfirman seraya mengingkari terhadap orang-orang demokrat dan yang serupa dengan mereka:
أيحسب الإنسان أن يترك سدى
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja."  (QS. Al-Qiyamah: 36)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:
أفحسبتم أنما خلقناكم عبثا
“Apakah kalian mengira bahwa kami menciptakan kalian secara main-main (saja).”
 ( QS. Al Mukminun: 115)
            Ini dalam agama dan ajaran kami…… adapun dalam ajaran dan agama demokrasi tiadalah tempat bagi ayat-ayat yang muhkam ini, karena manusia menurut mereka adalah penentu hukum buat dirinya… mereka mengatakan: “Ya, manusia itu sudah ditinggalkan begitu saja, dia memiliki kebebasan penuh untuk memilih, mengakui, meninggalkan, dan menetapkan tasyrii' dan ajaran yang dia inginkan… baginya tidak penting apakah aturan yang dia buat-buat itu sesuai dengan apa yang ada di dalam Kitabullah atau justeru bertentangan… yang penting pedomannya adalah jangan sampai bertentangan dengan aturan dan perundang-undangan dasar yang ada.
أف لكم ولما تعبدون من دون الله  أفلا تعقلون
“Ah (celakalah) kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak berakal ?” (QS. Al-Anbiyaa: 67)
            Bila mereka mengatakan:” Justru Allah subhaanahu wa ta'aala sajalah Dzat satu-satunya yang berhak menentukan maslahat-maslahat itu dengan sebaik-baik penentuan, karena Dia-lah yang telah menciptakan makhluk-Nya sedang Dia lebih mengetahui akan maslahat-maslahat mereka”.
ألا يعلم من خلق وهو اللطيف الخبير
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan apa yang kamu rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui ? “ (QS. Al-Mulk: 14)
            Kami bertanya kepada mereka: “Apakah maslahat terbesar dalam kehidupan ini yang telah Allah tetapkan dan karenanya Dia telah mengutus para rasul, Dia menurunkan Kitab-Kitab, Dia mensyari'atkan Jihad dan Istisyhaad, serta untuk merealisasikannya daulah Islamiyyah ditegakkan…..wahai para  du'aat (yang mengaku ingin mengembalikan) khilafah ???????
            Bila mereka kesana kemari ngawur kelabakkan dalam maslahat-maslahat juz'iyyah (parsial) lagi nomor dua dan berpaling dari pokok segala pokok.
            Maka kami katakan kepada mereka: “Buang dari kalian ucapan ngawur dan igauan itu dan duduklah untuk belajar pokok Dien kalian, pelajarilah makna Laa ilaaha Illallaah yang di mana dakwah, jihad, istisyhad tidak mungkin diterima tanpa merealisasikannya dan tanpa mengetahui maknanya.
            Dan bila mereka mengatakan: “Maslahat terbesar dalam kehidupan ini adalah memurnikan Tauhid hanya bagi Allah subhaanahu wa ta'aala, menjauhi apa yang menyalahinya  dan yang membatalkannya berupa syirik dan tandiid (menjadikan tandingan bagi Allah)”.
            Maka kita katakan: “Apakah masuk akal wahai orang-orang yang berakal!!! Kalian menghancurkan maslahat yang agung lagi menyeluruh dan qath'iy, kemudian kalian bersekongkol dengan thaghut-thaghut itu di atas ajaran yang bukan ajaran Allah (demokrasi), kalian menerima dan menghormati hukum yang bukan hukum-Nya subhaanahu wa ta'aala (yaitu undang-undang dasar), dan kalian mengikuti arbaab musyarri'iin (tuhan-tuhan para pembuat hukum dan perundang-undangan) yang bermacam-macam di samping Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa…??? Kalian dengan perbuatan ini menghancurkan maslahat terbesar dalam kehidupan yaitu tauhid dan kufur terhadap thaghut…… demi mencapai maslahat parsial yang hanya sekedar perkiraan yang tidak jelas ???
            Timbangan apa, akal siapa, ajaran apa, serta agama apa yang rela akan hal ini. Tidak ada yang rela kecuali agama demokrasi kafir itu ???
            Dan bagaimana sebagian di antara kalian berani mengklaim bahwa majelis-majelis syirik ini adalah bagian dari mashalih mursalah. Sesungguhnya maslahat mursalah menurut ulama yang memakainya adalah: “(Maslahat yang diakui dan tidak digugurkan oleh syari'at)”. Maka apakah kalian mengklaim bahwa syari'at tidak menggugurkan kekafiran dan kemusyrikan, serta tidak membathilkan setiap ajaran yang bertentangan dengan Dienul Islam dan setiap millah yang bersebrangan dengan Millah Tauhid…???
            Kemudian dakwah apaan yang kalian klaim bisa kalian sampaikan, dan kebenaran macam apa yang kalian klaim disuarakan di majelis-majelis syirik ini setelah kalian mengubur pokok dari segala inti dakwah Islamiyyah dan pusat segala roda kebenaran yang jelas ??? Dan apakah pokok dari segala pokok dan maslahat terbesar itu dikubur dan ditimbun demi menggolkan di atas kuburannya parsial-parsial dan cabang-cabang dari agama ini… ???
            Kemudian saat kalian berusaha menggolkan parsial-parsial dan far'iiy-far'iiy itu – seperti orang yang berusaha menggolkan undang-undang haramnya khamr – kepada apa kalian menyandaran tuntutan-tuntutan kalian akan haramnya khamr itu, dan dengan apa kalian berdalil dan memberikan alasan hukum ??? Apakah kalian mengatakan: “Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda ???”
            Kemudian bila kalian mengklaim ini, maka kalian adalah dusta, karena hal ini tidak di jadikan sandaran (tidak dianggap) dalam agama demokrasi dan dalam syari'at undang-undangnya, kecuali apa yang didukung oleh undang-undang dan diakuinya serta dikuatkannya… tidak diragukan lagi kalian pasti akan mengatakan: “Sesuai dengan pasal 2 dan pasal 24… dan pasal 25…” dan hal yang serupa berupa hukum-hukum dan perundangan kafir lagi sesat ini…… maka apakah setelah ini ada kekafiran, syirik dan ilhaad ??? Dan apakah masih ada tersisa bagi orang yang meniti jalan ini Ashlud Dien, Millah dan Tauhidnya……??? ???  
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya."  (QS.: An-Nisaa': 60)
            Berilah kami jawaban… apakah mungkin membuat undang-undang atau hukum di sarang-sarang paganisme ini selain melewati jalan-jalan (jalur-jalur) kemusyrikan dan kekufuran… ???
            Berilah kami jawaban wahai para pengklaim maslahat dan orang-orang yang merasa lebih paham.. ???
            Dan termasuk berhukum dengan apa yang Allah turunkan yang kalian tangisi, apakah kalian ingin menggolkannya lewat jalan syirik ini… ???
            Apakah kalian tidak mengetahui bahwa itu adalah jalan kekafiran dan sudah dibentengi… karena kalau seandainya itu berhasil –ini hanya mengandai-andai – maka itu tidak akan menjadi hukum Allah, akan tetapi itu adalah hukum undang-undang, hukum rakyat dan hukum mayoritas. Dan tidak akan menjadi hukum Allah kecuali saat adanya berserah diri dan menerima sepenuhnya akan firman Allah, lapang dada untuk menerima syari'at-Nya dan untuk menghamba kepada-Nya subhaanahu wa ta'aala. Adapun saat menerima penuh ajaran demokrasi, syari'at undang-undang dan hukum rakyat serta hukum mayoritas, maka itu adalah hukum thaghut meskipun pada saat yang bersamaan sesuai dengan hukum Allah dalam beberapa bentuknya, karena Allah subhaanahu wa ta'aala telah berfirman: 
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ
“Keputusan itu hanyalah milik Allah.”  (QS. Yusuf: 40)
Allah tidak mengatakan: “Keputusan itu hanyalah milik manusia." dan Allah subhaanahu wa ta'aala juga berfirman:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.”  (QS. Al-Maidah: 49)
Allah tidak mengatakan: ”menurut apa yang tidak diturunkan Allah " atau " dan hendaklah putuskan di antara mereka menurut apa yang ditegaskan oleh hukum dan undang-undang buatan" justeru itu adalah ucapan kaum musyrikin dari kalangan budak-budak demokrasi dan para penyembah undang-undang bumi.
            Kemudian mana kalian? Apakah kalian masih dalam tidur dan kesesatan kalian yang lalu? Apakah kalian mengubur kepala kalian dalam pasir… apakah kalian tidak menyaksikan percobaan orang-orang yang seperti kalian, yang berada di sekitar kalian ?, lihat ini Al Jazair, itu Kuwait, di sana ada Mesir, dan yang lain-lainnya banyak. Apakah kalian masih belum yakin bahwa ini adalah permainan kufriyyah, pertunjukan syirkiyyah yang timpang lagi tertutup jalannya ??? Apakah kalian masih belum percaya bahwa majelis-majelis ini adalah bola mainan di tangan thaghut, dia bisa membukanya, menutupnya, mengaktifkannya, dan membubarkannya kapan saja dan saat dia suka,[28] dan sesungguhnya tidak akan ada undang-undang yang dibuat sehingga disahkan dan disetujui oleh thaghut.[29] Maka kenapa kalian masih tetap bersikukuh di atas kekufuran yang jelas ini… dan ngotot di atas kehinaan yang nampak ini… ???
            Kemudian setelah ini semua jelas tetap saja engkau bisa mendapatkan orang-orang itu dengan lugasnya meneriakan dan mengatakan: “Bagaimana majelis-majelis ini kita biarkan bagi orang-orang komunis atau nasrani……..atau orang-orang kafir lainnya…???” Enyahlah, dan enyahlah, binasalah, dan binasalah kalian. Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:
ولا يحزنك الذين يسارعون في الكفر إنهم لن يضروا الله شيئا يريد الله أن لا يجعل لهم حظا في الآخرة ولهم عذاب عظيم
“Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir; sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan memberi sesuatu bahagian (dari pahala) kepada mereka di hari akhirat, dan bagi mereka adzab yang pedih." (QS. Ali-Imran: 176)
            Bila kalian tergolong orang-orang kafir mulhid, maka senanglah kalian dengan keikut sertaan dan ikut ambil bagian… silahkan ikut serta bersama mereka dalam kekafiran dan kemusyrikannya bila kalian mau, akan tetapi ketahuilah bahwa kebersamaan kalian bersama mereka dalam keadaan ini tidak hanya terbatas di kehidupan dunia, namun sebagaimana yang Allah subhaanahu wa ta'aala firmankan dalam surat An Nisaa setelah menghati-hatikan dari majelis-majelis seperti ini dan Dia memerintahkan untuk menjauhi para pelakunya serta tidak duduk bersama mereka, karena kalau tidak mau menuruti perintah-Nya maka orang yang duduk itu adalah sama seperti mereka, Dia berfirman seraya menghati-hatikan:
إن الله جامع المنافقين والكافرين في جهنم جميعا
“Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafiq dan orang-orang kafir di dalam Jahannam." (QS. An-Nisaa: 140)
            Apakah setelah penjelasan ini semua kalian masih belum yakin bahwa itu adalah kemusyrikan yang terang dan kekafiran yang jelas ??? Apakah kalian tidak mengetahui bahwa itu adalah dien selain Dienullah ??? Apakah kalian belum yakin bahwa sesungguhnya itu millah bukanlah Millah Tauhid ?? Apa alasannya kalian bersemangat di atasnya ??? Tinggalkan itu buat mereka, ya tinggalkan itu, jauhilah dan biarkanlah buat para pemeluk ajarannya,[30] ikutilah millah Ibrahim yang murni sedang dia bukan tergolong orang-orang musyrik, dan katakanlah sebagaimana yang dikatakan oleh cucunya Yusuf ‘alaihissalam pada saat dia dalam keadaan lemah tertindas di balik jeraji besi penjara:
إني تركت ملة قوم لا يؤمنون بالله وهم بالآخرة هم كافرون . واتبعت ملة آبائي إبراهيم وإسحاق و يعقوب ماكان لنا أن نشرك بالله من شيئ .
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedangkan mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan ya'qub. Tidaklah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.”  (QS. Yusuf: 37-38)
            Wahai orang-orang… jauhilah thaghut dan majelis-majelisnya, berlepas dirilah darinya dan kafirlah kalian terhadapnya, selama keadaan majelis-majelisnya seperti itu…
            Ini adalah kebenaran yang nyata, cahaya yang terang benderang, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya…
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ فمنهم من هدى الله ومنهم من حقت عليه الضلالة
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu, maka di antara umat ini ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.” (QS. An-Nahl: 36)
ءأرباب متفرقون خير أم الله الواحد القهار ما تعبدون من دونه إلا أسماء سميتموها أنتم وآباؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم  ولكن أكثر الناس لا يعلمون
“Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.”
 (QS.Yusuf: 39-40).
            Jauhilah hal itu wahai kaum, berlepas dirilah dari orang-orangnya dan dari kemusyrikannya sebelum kesempatan berakhir… dan sebelum datang suatu hari di mana hal itu (meninggalkan dan menjauhinya) adalah angan-angan kalian terbesar dan tertinggi, akan tetapi kesempatan sudah tiada, pada hari itu penyesalan tidak berguna lagi bagi kalian, tidak pula mengaduh dan mengeluh, semua tiada manfaatnya.
وقال الذين اتبعوا لو أن لنا كرة فنتبرأ منهم كما تبرءوا منا كذلك يريهم الله أعمالهم حسرات عليهم  وما هم بخارجبن من النار
“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti" Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami". Demikian Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.”
(QS. Al-Baqarah: 166-167).
            Jauhilah sekarang juga, dan katakanlah kepada orang-orangnya – bila memang kalian di atas Millah Ibrahim dan di atas jalan para nabi dan rasul – sebagaimana yang kami katakan di penghujung perkataan kami ini:

WAHAI PARA PENYEMBAH UNDANG-UNDANG BUATAN… DAN HUKUM-HUKUM DUNIA RENDAHAN……
WAHAI PARA PENGHUSUNG AGAMA DEMOKRASI………
WAHAI ANGGOTA-ANGGOTA DEWAN PEMBUAT UNDANG-UNDANG………
(KETAHUILAH) SESUNGGUHNYA KAMI BERLEPAS DIRI KEPADA ALLAH DARI KALIAN DAN DARI AJARAN KALIAN….
KAMI KAFIRKAN KALIAN, DAN KAMI KAFIR TERHADAP UNDANG-UNDANG SYIRIK KALIAN, SERTA KAMI KAFIR AKAN MAJELIS-MAJELIS KEMUSYRIKAN KALIAN.
(KETAHUILAH) SESUNGGUHNYA TELAH TAMPAK ANTARA KAMI DENGAN KALIAN PERMUSUHAN DAN KEBENCIAN SELAMA-LAMANYA SAMPAI KALIAN BERIMAN KEPADA ALLAH SAJA.


KISAH NYATA DI PARLEMEN
Ambilah pelajaran wahai orang-orang yang berakal[31]

            “(Saya tidak pernah menduga bahwa apa yang telah Allah tetapkan di dalam Kitab-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam membutuhkan persetujuan hamba-hamba Allah, akan tetapi saya dikejutkan bahwa firman Ar Rabb Yang Maha Tinggi itu senantiasa berada di dalam mushhaf – tetap memiliki kesucian di hati-hati kami – sampai hamba-hamba Allah di parlemen menyetujui untuk menjadikan firman Allah itu sebagai undang-undang. Bila ketetapan hamba-hamba Allah di parlemen itu berselisih tentang hukum Allah di dalam Al Qur'an maka sesungguhnya keputusan hamba-hamba Allah itu akan menjadi undang-undang yang dijadikan acuan dalam lembaga Yudikatif yang penerapannya mendapat jaminan dari lembaga Eksekutif, meskipun itu bertentangan dengan Al Qur'an dan Assunnah. Dan bukti atas hal itu adalah bahwa Allah subhaanahu wa ta'aala telah mengharamkan khamr, akan tetapi parlemen mengizinkannya, dan Allah juga telah memerintahkan penegakkan huduud, akan tetapi parlemen menggugurkannya. Hasil yang ada sesuai dengan contoh-contoh itu adalah bahwa apa yang ditetapkan oleh parlemen telah menjadi qanuun (undang-undang) meskipun itu bersebrangan dengan Islam)”.
            Kalimat di atas adalah kesimpulan salah seorang ulama Islam yang pernah duduk di kursi parlemen sebagai wakil rakyat selama delapan tahun.
Anggota dewan yang 'alim ini dahulu telah merasakan akan pentingnya ceramah di atas mimbar-mimbar, dan pentingnya menulis di koran-koran. Setelah lama dia hidup menjalani metode-metode itu, dia semakin yakin akan pengaruh hasil yang dicapainya, akan tetapi dia merasakan bahwa sekedar (menulis dan ceramah) saja tidak bisa menghasilkan perubahan dalam undang-undang dan pengaruh yang berkesinambungan dalam kekuasaan Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif, maka akhirnya dia mencalonkan dirinya untuk menjadi anggota parlemen dalam rangka mencari metode baru untuk tujuan meninggikan kalimat Allah subhaanahu wa ta'aala dengan pemberlakuan/penerapan syari'at Islamiyyah, ini untuk menyelamatkan hamba-hamba Allah dari kesesatan, dan melepaskan mereka dari kebatilan, serta merangkulnya ke dalam haribaan Islam.
Akhiranya sang 'alim ini berhasil menjadi anggota parlemen di bawah motto (Berikan suaramu kepadaku agar kami bisa membereskan dunia ini dengan agama), dan orang-orangpun memberikan suara mereka kepadanya karena merasa percaya terhadapnya meskipun banyaknya cara-cara pemalsuan, dan manipulasi dalam pemilu-pemilu itu. Maka keanggotaan sang 'alim ini terus berlangsung berturut-turut selam dua masa jabatan, kemudian setelah masa itu dia berkata: (Sesungguhnya suara Islam itu sangatlah sulit mendapatkan gemanya di dua masa/priode ini).
Sang 'alim ini suatu hari pergi menuju salah satu kantor kamtib untuk menyelesaikan kepentingan-kepentingan masyarakat, kemudian dia dikagetkan di kantor rehabilitas moral dengan keberadaan tiga puluh wanita yang duduk di atas lantai, maka dia bertanya: Apa kesalahan mereka? Maka seorang petugas menjawab kepadanya: Sesungguhnya mereka itu adalah wanita-wanita jalang (WTS/PKS),"maka si 'alim bertanya: Dan mana para laki-laki hidung belangnya? Karena itu adalah kriminal yang tidak mungkin dilakukan kecuali antara laki-laki pezina dengan wanita pezina,"maka si petugas memberitahukannya bahwa si laki-laki pezina bagi mereka adalah hanyalah sekedar saksi bahwa dia telah melakukan zina dengan wanita ini dan dia telah memberinya bayaran atas hal itu, kemudian dia (si wanita) dikenakan hukuman bukan karena dia telah berzina akan tetapi karena dia telah meminta upah. Ternyata orang yang mengaku bahwa dirinya berzina telah berubah menjadi saksi atas si wanita, dan undang-undang tidak menoleh kepada pengakuan dia akan zina itu.
Sang wakil yang 'alim ini berang, marah karena Allah, maka si petugas berkata kepadanya dengan santainya: (Kami hanya melaksanakan undang-undang yang kalian tetapkan di parlemen).
Akhirnya si wakil yang 'alim ini mengetahui bahwa meskipun banyaknya orang yang menyuarakan penerapan syari'at, dan meskipun itu didukung oleh Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya, maka sesungguhnya harapan-harapan akan penegakkan syari'at itu tidak mungkin terealisasi kecuali lewat jalur parlemen yang mereka namakan (kekuasaan legislatif). Dan dikarenakan badan yudikatif itu tidak memutuskan kecuali dengan undang-undang yang bersumber dari parlemen, serta karena kekuasaan eksekutif tidak akan bergerak untuk melindungi Al Qur'an dan assunnah dan tidak pula bergerak melindungi Al Islam kecuali dalam batas kesucian apa yang telah diakui oleh parlemen, maka sang 'alim ini meyakini bahwa mencapai tujuan ini adalah mungkin saja bila para anggota perlemen mengetahui bahwa ini adalah firman Allah, sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan hukum Islam supaya mereka menetapkannya.
Berangkatlah sang wakil yang 'alim ini, terus dia mengajukkan program penggodokan undang-undang untuk menegakkan huduud syar'iyyah, program penggodokan undang-undang untuk mengharamkan riba dengan pengajuan solusi pengganti, program penggodokkan undang-undang untuk menertibkan sarana-sarana informasi agar sesuai dengan hukum-hukum Allah, program penggodokkan undang-undang untuk menghormati kesucian bulan Ramadlan dan tidak terang-terangan melakukan pembatal shaum di siangnya, program penggodokkan undang-undang untuk membersihkan pantai-pantai wisata dari hal-hal porno/cabul/keji/dll, serta program-program Islamiyyah lainnya. Program-program ini disamping ditandatangani dia, ikut menandatanganinya juga sejumlah banyak anggota parlemen.
Wakil yang 'alim ini berangkat untuk menunaikan umrah, dan dia disertai sebagian anggota parlemen itu. Di sisi hajar aswad mereka berjanji kepada Allah untuk selalu memperjuangkan syari'at Allah di parlemen. Kemudian mereka naik pesawat menuju Al Madinah Al Munawwarah, dan di sana juga mereka saling berjanji setia untuk menyuarakan suara-suara mereka demi membela syari'at Allah bukan membela partai-partainya.
Sang wakil yang 'alim ini menyalahkan ketiga lembaga itu (Eksekutif, Yudikatif, dan Eksekutif) atas pelegalan hal-hal yang diharamkan dan penyimpangan terhadap syari'at. Dia mengancam menteri keadilan bahwa dia akan menggunakan hak interpelasinya terhadapnya setelah beberapa bulan, karena si menteri tidak menyerahkan apa yang telah diselesaikan berupa undang-undang pemberlakuan syari'at Islam. Dan si menteri itu tidak memenuhi apa yang diminta oleh sang wakil tersebut, maka dia menginterpelasi sang menteri itu – Interpelasi dalam kamus parlemen adalah mengharuskan pejabat yang diinterpelasi untuk menjawab apa yang diajukan oleh anggota parlemen selama keanggotaan si menteri itu belum gugur atau si menteri yang diinterpelasi belum keluar dari jabatan kementerian – dan si wakil itu terus saja menginterpelasi si menteri dan pemerintahpun justeru mendukung si menterinya dan bersikeras berusaha untuk menggugurkan interpelasi itu. Pada saat runcingnya hak interpelasi si wakil itu, maka pemerintah merombak kabinetnya dan tidak ada yang diberhentikan dari jabatan menteri kecuali menteri keadilan itu, jadi dia dicopot dari jabatannya supaya hak interpelasi itu itu menjadi gugur. Dan perlakuan ini sering berulang-ulang sehingga mejadi kaidah yang jitu saat berhadapan dengan parlemen.
Si wakil itu kembali bertanya-tanya kepada para anggota dewan seraya berkata: Sesungguhnya proyek-proyek undang-undang Islamiyyah itu disimpan di laci-laci panitia, sedangkan kalian telah berjanji kepada Allah di Al Haramain untuk menjadikan suara-suara kalian ini bagi Allah dan Rasul-Nya. Dan si wakil itu meminta mereka agar menanda tangani untuk menuntut pemberlakuan secepatnya syari'at Islamiyyah, maka merekapun memenuhi permintaannya dan menandatangani apa yang dipinta oleh sang wakil, kemudian sang wakil yang 'alim ini menyimpan berkas ini di sekretariat parlemen. Dia meminta atas nama semua anggota dewan agar memperhatikan undang-undang syari'at Allah. Maka ketua parlemenpun bangkit dan menuntut atas nama semua anggota agar kembali memperhatikan undang-undang penerapan syari'at Allah, dan dia berkata: Sesungguhnya pemerintah ini memiliki semangat yang sama dengan kalian untuk membela Islam, akan tetapi kami meminta dari anda-anda kesempatan untuk melakukan lobi-lobi politik, maka semua anggota yang menandatangani dan yang telah berjanji di Al Haramain untuk memberlakukan syari'at Islam bertepuk tangan dan menyetujui permintaan itu, sehingga lenyaplah sudah tuntutan penerapan secepatnya akan syari'at Islam, dan menanglah pemerintah.
Maka keterputusasaan telah meliputi diri sang wakil yang 'alim itu, karena ketidakberhasilan usaha-usahanya dalam rangka menegakkan syari'at bersama-sama dengan para anggota yang telah dia ajak kemudian mereka menyetujuinya, terus setelah itu mereka justeru berpaling. Akan tetapi dia suatu hari dikejutkan dengan satu usulan dari ketua parlemen untuk menyepakati dibentuknya panitia umum dalam rangka mengundang-undangkan syari'at Islamiyyah dan ternyata jelas tujuan sebenarnya, dia mendapatkan bahwa keputusan pemerintah yang tiba-tiba ini tidak lain untuk menutupi kebobrokan maha besar yang telah mencoreng negeri, dan pemerintah ini tidak mengambil keputusan untuk kepentingan Islam. Dan sang wakil itu tetap menyambut rencana ini meskipun dia mengetahui tujuan sebenarnya. Panitiapun berkumpul, akan tetapi si wakil merasakan ketidak seriusan pemerintah terhadap penerapan syari'at Allah, karena kalau seandainya pemerintah memang menginginkan ridla Allah, tentu di sana ada hal-hal yang tidak membutuhkan proses-proses. Penutupan pabrik-pabrik khamr mungkin dilakukan dengan satu goresan pena, dan penutupan diskotik dan bar-bar bisa dengan satu goresan pena pula.
Ada fenomena-fenomena yang menunjukan bahwa di balik itu ada tujuan sebenarnya, yang semuanya memberikan pengaruh dalam jiwa sang wakil – yang sebenarnya merupakan salah satu kaidah dalam menghadapi parlemen – yang isinya adalah: Bahwa syari'at Allah tidak akan terealisasi selama-lamanya lewat tangan-tangan anggota parlemen.
Masyarakat dikejutkan dan si wakil juga dikejutkan dengan dibubarkannya parlemen padahal sebelumnya dia adalah ketua panitia proyek-proyek penerapan syari'at Islamiyyah dan dia terus melakukan pengkajian dan penyusunan undang-undang bersama panitia dalam tiga puluh pertemuan.
Pada saat kekosongan parlemen muncul keputusan yang sangat berbahaya dalam masalah yang menyentuh langsung kehidupan pribadi masyarakat. Maka sang wakil yang 'alim ini berdiri menghadang keputusan ini, karena itu bertentang dengan Islam dan undang-undang dasar, akan tetapi kaidah yang baku mengatakan: Sesungguhnya parlemen itu bisa dibubarkan dengan dekrit bila negara hendak memaksakan sesuatu atas masyarakat, meskipun itu bertentangan dengan Islam.
Adapun kaidah terpenting yang dijadikan landasan oleh parlemen adalah apa yang telah disimpulkan oleh sang wakil yang 'alim dengan ucapannya:
“Sesungguhnya meskipun saya diberi kemampuan menyampaikan hujjah-hujjah, dan meskipun sikap saya ini berlandaskan Kitab dan Sunnah, maka sesungguhnya di antara aib parlemen dan tanggung jawabnya yang jelas nista adalah bahwa demokrasi itu menjadikan keputusan itu ada ditangan mayoritas secara muthlak dengan pasti, dan tidak ada batas serta tidak ada syarat meskipun bertentang dengan Islam”.
            Sang wakil mulai merasakan bahwa ada langkah dan usaha-usaha dari pemerintah, ketua parlemen dan partai-partai mayoritas untuk mempersempit geraknya. Dan kepemimpinan parlemenpun mulai melawan usaha-usahanya, dan menuduhnya bahwa dia menghambat pekerjaan-pekerjaan panitia, akan tetapi dia terus mengerahkan usaha dan kemempuannya. Dia mengajukan banyak pertanyaan yang belum dicantumkan dalam jadwal-jadwal panitia, dan dia juga bangkit menuntut banyak permintaan untuk merubah jadwal, akan tetapi dia mendapati semua itu sudah dikubur dan tidak ada lagi wujudnya. Kemudian dia kembali menggunakan hak interpelasinya yang tidak bisa ditolak. Dia menginterpelasi menteri-menteri pemerintahan tentang penutupan yang dilakukan negara terhadap lembaga pengadilan syari'y dan wakaf, lembaga-lembaga pendidikan agama, pondok-pondok tahfidh Al Qur'anil Karim, dan tentang tindakannya terhadap kurikulum-kurikulum pendidikan di universitas-universitas agama dengan dalih pengembangannya, dan tentang tekanannya terhadap mesjid-mesjid dengan cara mengeluarkan keputusan yang tidak membolehkan seorangpun meskipun dia itu adalah syaikh (ulama) untuk masuk tempat ibadah dan mengatakan meskipun dalam rangka nasihat agama ungkapan yang bertentangan dengan aturan kantor/tata tertib atau undang-undang yang baku, dan siapa melakukannya maka dia ditahan dan dikenakan denda, dan bila dia melawan maka denda dilipatgandakan dan dipenjara.
            Sang wakil yang 'alim ini menginterpelasi menteri pariwisata, karena para siswa sekolah perhotelan dipaksa karus mencicipi khamr, mereka menolak dan terus diberhentikan dari sekolah. Dia juga menginterpelasi menteri penerangan menuntut dibersihkannya sarana-sarana informasi dari tindakan porno yang menghancurkan tatanan moral dan akhlak serta kesucian negeri. Interpelasi ketiga kepada menteri perhubungan tentang fenomena buruk dan tindakan tidak maksimal akan sarana ini. Sang wakil yang 'alim ini telah merasa bahwa ia terus mengajukan berbagai macam interpelasi akan tetapi seolah-olah itu ditujukan terhadap drum yang bolong, maka ia berdiri di parlemen seraya meminta pertanggungjawaban ketuanya dan menuduhnya bahwa dia telah keluar dari tata-tertib parlemen. Maka ketua parlemen memerintahkan  dalam permainan yang berkesan untuk memasukan tiga interpelasi itu dalam satu kali pertemuan padahal setiap interpelasi itu membutuhkan beberapa hari, kemudian dia memanggil salah satu praksi parlemen dari partai mayoritas untuk menggulirkan interpelasi-interpelasi ini. Menteri pariwisata dipanggil, terus pemerintah yang menentang pencantuman interpelasi ini dalam jadwal kerja ikut campur karena di dalamnya ada kata-kata yang pedas yaitu (tuduhan yang dilontarkan pemilik interpelasi itu terhadap sang menteri, bahwa dia mengingkari hakikat sebenarnya dalam menjawab pertanyaannya) kemudian situasi dilimpahkan kepada para wakil di parlemen, maka mereka memutuskan untuk menghapuskan interplasi itu dan mereka menggugurkan apa yang dinamakan haq dustuuriy (hak undang-undang) sang wakil itu dalam meminta pertanggung jawaban pemerintah. Kemudian selanjutnya interplasi ke dua yang diajukan kepada menteri penerangan, sebagaimana para wakil itu membela khamr maka mereka juga membela dansa padahal mereka itu sudah berjanji kepada Allah untuk membela syari'at-Nya. Kemudian selanjutnya dibahas interplasi ke tiga, akan tetapi para wakil ini melihat bahwa permintaan tanggung jawab si menteri perhubungan ini sesuai dengan selera mereka (maka mereka membela interpelasi sang wakil itu), maka pada akhirnya sang wakil yang 'alim itu berdiri ke podium dan berkata kepada para wakil di parlemen:
“(Wahai hadirat para wakil yang terhormat, saya bukanlah penyembah jabatan, dan saya juga tidak menginginkan kursi ini karena kedudukannya, sungguh syi'ar saya dahulu adalah (berikan suaramu kepadaku untuk kami benahi dunia ini dengan agama), dan dahulu saya mengira bahwa cukup untuk mencapai tujuan ini dengan mengajukan proyek-proyek undang-undang Islamiyyah, akan tetapi telah nampak jelas bagi saya bahwa majelis kita ini tidak memandang hukum Allah kecuali lewat hawa nafsu kepartaian, dan mana mungkin hawa nafsu itu mempersilahkan agar kalimat Allah itu adalah yang paling tinggi… Saya telah mendapatkan bahwa jalan saya untuk menuju tujuan itu telah dan selalu tertutup di antara kalian, oleh sebab itu saya mengumumkan pengunduran diri saya dari parlemen ini tanpa ada penyesalan dan rasa sayang akan hilangnya keanggotan saya ini)”.
            Dan pulanglah sang wakil yang 'alim ini ke rumahnya pada bulan April tahun 1981, dan majelispun ditutup.
            Sang wakil yang 'alim ini telah meninggalkan parlemen itu, kemudian beberapa tahun berikutnya dia pergi meninggalkan dunia yang fana ini, dan parlemen pun selalu tetap memutuskan, menetapkan hukum, dan melaksanakan dengan selain apa yang Allah turunkan.


[1] Di mana dalam nash-nash undang-undang mereka menegaskan bahwa umat atau rakyat adalah sumber segala hukum (kekuasaan), lihat pasal nomor ke enam dari undang-undang Kuwait, dan pasal ke 24 dari undang-undang (dustuur) Yordania. Dan undang-undang mereka juga menegaskan bahwa kekuasaan legislatif berada di tangan raja, amir, dan majlis rakyat, lihat undang-undang  Kuwait nomor  51 dan undang-undang Yordania pasal 25.
[2] Yaitu orang-orang yang pertainya intimaa kepada ikhwanul muslimin sekarang, yang sedikit-sedikit mengatakan untuk merekrut masa ini demi maslahat dakwah. Enyahlah mereka bila mereka tidak taubat, tuhan atau thaghut yang mereka sembah adalah maslahat dakwah. Demi maslahat dan kepentingan mereka juga berkoalisi dengan partai sekuler di majelis syirik parlemen.  pent
[3] Sebagian orang-orang yang merasa pintar memandang bahwa kementerian itu lebih berbahaya daripada parlemen, mereka mengatakan –dengan klaimnya - bahwa parlemen itu adalah barisan oposisi terhadap pemerintah,  di mana mereka (yang masuk perlemen) itu melawan (berjihad) lewat barisan ini dengan jihad yang bersifat undang-undang, mereka melawan pemerintah dengan perlawanan hukum perundang-undangan di dalamnya, dan melakukan jihad diplomasi lewatnya…mereka pura-pura buta bahwa tasyrii' (membuat hukum) itu lebih berbahaya daripada melaksanakannya, apalagi tasyrii' yang mereka namakan sebagai jihad dan perlawanan itu tidak bisa dilaksanakan di parlemen kecuali sesuai dengan undang-undang dasar dan sejalan dengan paham demokrasi. Silahkan lihat dalam  pasal ke 24  ayat 2 dari undang-undang Yordania di mana sesungguhnya kekusaan  legislatif rakyat atau yang lainnya tidak dilaksanakan kecuali sesuai dengan garis-garis pedoman undang-undang yang ada. Sedangkan para anggota parlemen itu tidak lain adalah para wakil rakyat pemilik kekuasaan undang-undang sesuai klaim mereka.
Dan lihat sejawatnya dalam undang-undang dasar Kuwait pasal ke 51: Kekuasaan legislatif adalah ditangani oleh amir dan majlis rakyat sesuai dengan undang-undang.
[4] Teks undang-undang Yordania point ke 43: Wajib atas perdana menteri dan para menteri kabinetnya sebelum mereka memulai tugasnya untuk bersumpah di hadapan raja dengan sumpah berikut ini: Saya bersumpah dengan Nama Allah Yang Maha Agung untuk selalu setia kepada raja dan selalu menepati undang-undang dasar…"dan hal serupa dalam pasal ke 79: Wajib atas setiap anggota majelis permusyawaratan dan majlis perwakilan sebelum memulai menjalankan tugasnya untuk bersumpah di hadapan majelis dengan sumpah yang berbunyi: Saya bersumpah dengan Nama Allah Yang Maha Agung untuk selalu setia kepada raja dan tanah air serta selalu menepati undang-undang dasar…" dan  hal serupa dalam undang-undang Kuwait pasal 91 dan 126.
Maka apakah Yusuf 'alaihissalam melakukan hal seperti itu?????
Dan janganlah engkau terkecoh dengan talbis yang dilakukan oleh orang-orang yang terpedaya yang mengatakan: Kami  bersumpah namun kami melakukan pengecualian dalam diri kami sendiri: (Selama dalam batasan-batasan syari'at).
Dan katakanlah kepada mereka: Sumpah itu bukanlah atas dasar niat orang yang bersumpah, karena kalau demikian tentu rusaklah akad-akad dan syarat-syarat yang dilakukan oleh manusia, serta terbukalah pintu bagi setiap orang yang mempermainkan (agama), akan tetapi masalahnya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah  shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:" Sumpah itu atas dasar niat orang yang meminta sumpah" jadi sumpah kalian ini tidaklah mengikuti niat-niat kalian namun mengikuti niat thaghut yang meminta sumpah kalian.
[5] Perkataan yang tadi itu tidak dikeruhkan oleh ihtijaaj orang yang berhujjah dengan firman Allah subhaanahu wa ta'aala dalam surat Ghafir lewat lisan orang mukmin keluarga Fir'aun: Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya  kepadamu, hingga ketika dia meninggal , kamu berkata:"Allah tidak akan mengirim seorang (rasulpun),"Ghafir: 34, ihtijaj dengan ayat ini tidak memperkeruh pernyataan tadi  karena beberapa alasan:
1.       Sesungguhnya ayat ini tidak jelas (shariih) penunjukannya bahwa Yusuf yang dimaksud adalah Yusuf Ibnu Ya'qub, ada kemungkinan ini adalah Yusuf lain, sebagian ahli tafsir mengatakan hal ini mereka mengatakan: Ia adalah Yusuf Ibnu Afraaniim Ibnu Yusuf Ibnu Ya'qub yang berstatus sebagai nabi di antara mereka selama 20 tahun, ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma, dan lihat tafsir Al Qurthubiy. Sedangkan dalil bila mengandung banyak kemungkinan maka batallah berdalil dengannya.
2.       Seandainya yang dimaksud adalah Yusuf Ibnu Ya'qub dalam ayat ini, namun ayat itu tidak shariih penunjukannya bahwa sang raja tetap di atas kekafirannya, akan tetapi pembicaraan (dalam ayat itu) adalah tentang status keumuman bani Israil.
3.       Sesungguhnya ayat tidak menyebutkan kekafiran yang terang-terangan yang jelas, namun ayat hanya menyebutkan keragu-raguan, sedangkan keragu-raguan itu adalah di dalam hati yang terkadang disembunyikan di suatu waktu dan terkadang ditampakkan di waktu lain. Dan bila telah jelas bahwa Yusuf telah ditetapkan kedudukannya di bumi ini, dia memerintahkan yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar sebagaimana yang lalu, maka beliau 'alaihissalam tidak akan rela bila ada seseorang menampakkan kemusyrikan di depannya, bahkan tidak akan ada seorangpun berani melakukannya karena beliau adalah penguasa lagi rasul dalam satu waktu, sedangkan kemungkaran terbesar baginya adalah syirik. Dan mungkin saja si raja menyembunyikan hal itu di dalam hatinya, sedangkan keluarganya menampakkan keimanannya yang dhahir karena takut kekuasaan al haq, ini adalah kemunafikkan yang pelakunya diperlakukan di dunia sesuai dengan apa yang mereka tampakkan. Bahkan dalam firman-Nya:" hingga ketika dia meninggal, kamu berkata:"Allah tidak akan mengirim seorang (rasulpun)," ada dalil yang menunjukan keimanan mereka secara dhahir akan risalahnya.
Dan perlu diperhatiakan sesungguhnya sebagian orang-orang yang terpedaya telah menyebutkan kisah orang mukmin keluarga Fir'aun juga dalam syubhat-syubhat mereka dalam masalah ini dengan dalih bahwa dia menyembunyikan keimanannya. Maka kami katakan: Bagaimana cara pengambilan kalian dari kisah mukmin keluarga Fir'aun dalam masalah kita ini? Sesungguhnya terdapat perbedaan yang sangat jauh antara menyembunyikan dan merahasiakan keimanan bagi orang-orang yang tertindas dengan ikut serta dalam kekafiran, kemusyrikan dan pembuatan hukum (tasyrii'), serta bersekongkol di atas paham selain dienullah subhaanahu wa ta'aala. Apakah kalian bisa memastikan bagi kami bahwa mukmin keluarga Fir'aun itu telah membuat undang-undang sebagaimana kalian membuat undang-undang, atau dia itu telah ikut serta dalam memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan sebagaimana keikutsertaan kalian, atau dia itu bersepakat di atas demokrasi atau paham lainnya sebagaimana yang kalian lakukan???Tetapkan ini terlebih dahulu – dan mana mungkin bisa melakukannya – kemudian setelah itu silahkan kalian berdalil dengannya, dan kalau tidak bisa maka tinggalkan igauan dan ucapan tidak karuan itu.
[6] Majmu Al Fatawaa 28/68.
[7] Majmu Al Fatawaa 20/56
[8] Fathul Bari 13/295.
[9] Al Bidayah Wan Nihayah 3/277.
[10] Halaman 71 dalam kutaibnya itu, sedang risalah Najasyi ada dalam Zadul Ma'aad 3/60.
[11] Seperti jama'ah-jama'ah yang membentuk partai yang katanya partai Islam demi masuk ke dalam parlemen dan majlis yang syirik, dan ini alangkah banyaknya, dan jama'ah-jama'ah yang seperti itu sudah tidak menjadi musuh Amerika dan sekutunya lagi dan tidak menjadi musuh bagi thaghut-thaghut di negaranya, karena sudah larut dalam sistim thaghut yang diinginkan oleh para thaghut dan Hubal masa sekarang (Amerika). Pent.
[12] Dan meskipun kebebasan berkata atau dakwah sebagaimana yang diinginkan oleh demokrasi, maka itu adalah kebebasan yang batil lagi kafir, karena para penghusung paham demokrasi saat mereka menyerukan kebebasan berkata dalam paham mereka ini, mereka tidak memaksudkan kebebasan mendakwahkan agama Allah saja…akan tetapi  juga kebebasan para thaghut, orang-orang kafir, orang-orang mulhid, dan orang-orang musyrik untuk menampakkan kekafiran dan kerusakannya, juga kebebasan keyakinan, kebebasan murtad, dan kebebasan mencela segala hal yang disucikan. Dan kekafiram macam ini bisa jadi diterapkan di demokrasi barat. Adapun demokrasi arab (dan Negara-negara berkembang lainnya yang berpenduduk mayoritas muslim, pent) maka di dalamnya adalah kebebasan segala kekufuran, ilhaad, zandaqah, adapun Islam maka di Negara-negara itu adalah dirantai, dipenjara, dan terusir.
Para penyeru (du'aat) itu harapan mereka tertinggi adalah merealisasikan dan menyampaikan manusia kepada demokrasi barat yang kafir, sedangkan kekafiran adalah satu agama, dan ini bertingkat-tingkat ke bawah. Perhatikanlah.
[13] HR Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Ubadah Ibnu Ash Shaamit radliyallahu 'anhu, hadits nomor: 22704.
[14] Rujuklah Adurar Assaniyyah fil Ajwibah Annajdiyyah 1/145.
[15] Inilah yang dilakukan oleh ulama kaum musyrikin yang banyak di antara mereka itu bergelar Doktor atau Syaikh, atau Ustadz, atau mereka itu dosen di Universitas-Universitas Islam. Pent.
[16] Dalam undang-undang dasar Yordania pasal ke 25: Kekuasaan legislatif dipegang oleh raja dan majlis rakyat,"dan saudaranya dalam UUD Kuwait no: 51: Kekuasaan legislatif dipegang oleh emir dan majlis umat sesuai dengan undang-undang,"

[17] Ini dalam demokrasi barat yang kafir adapun dalam demokrasi arab yang kafir (dan Negara-negara yang berpenduduk muslim, pent) maka yang dijadikan acuan paling pertama dan paling akhir adalah raja, emir, atau presiden, karena tanpa pengesahannya maka peraturan rakyat atau para wakilnya dan majles perwakilan itu adalah tidak ada nilainya. Semua itu ada di tangan penguasa tertinggi itu, dia berhak membubarkan, mengesahkan, dan mempermainkannya sesuka hatinya.
[18] Ingatlah….Ini bagi para pemimpin muslim yang menetapkan hukum dengan syari'at Allah yang memusuhi musuh-musuh Allah, bukan bagi makhluk-makhluk terhina dari kalangan penguasa-penguasa yang kafir lagi murtad sahabat karib dan teman yahudi dan nasrani…
[19] Adapun penguasa yang meninggalkan syari'at Allah dan justeru menjadikan undang-undang buatan manusia sebagai acuan dan landasan, maka tidak diragukan lagi kekafiran dan kemurtaddan mereka kecuali bagi orang-orang yang bashirahnya sudah tertutup yang tidak bisa melihat kecuali di tengah gelapnya syubuhat layaknya kelelawar yang hanya bisa melihat di malam hari dan tidak bisa melihat di siang bolong, mereka itulah para pengikut syubhat irjaa'.  Syaikh Muhammad Al Amin Asysyinqithiy rahimahullah berkata:
أَنَّ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الْقَوَانِيْنَ الْوَضْعِيَّةَ الَّتِيْ شَرَعَهَا الشَّيْطَانُ عَلَى أَلْسِنَةِ أَوْلِيَائِهِ مُخَالِفَةً لِمَا شَرَعَهَا اللهُ جَلَّ وَعَلاَ عَلَى أَلْسِنَةِ رُسُلِهِ – صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِمْ – أَنَّهُ لاَ يَشُكُّ فِيْ كُفْرِهِمْ وَشِرْكِهِمْ إِلاَّ مَنْ طَمَسَ اللهُ بَصِيْرَتَهُ وَ أَعْمَاهُ عَنْ نُوْرِ الْوَحْيِ مِثْلَهُمْ
“”Sesungguhnya orang-orang yang mengikuti qawaaniin wadl’iyyah (undang-undang buatan) yang disyari’atkan oleh syaitan lewat lisan-lisan wali-walinya yang bertentangan dengan apa yang telah disyari’atkan Allah Y lewat lisan-lisan para Rasul-Nya – semoga shalawat dan salam tercurah kepada mereka - ,  sesungguhnya tidak ada yang meragukan akan kekafiran dan kemusyrikan mereka kecuali orang yang bashirahnya telah dihapus  oleh Allah dan dia itu dibutakan dari cahaya wahyu-Nya seperti mereka.””
Dan beliau mengatakan juga: Bahwa setiap orang yang mengikuti peraturan, hukum, atau undang-undang yang bertentangan dengan apa yang disyariatkan Allah atas lisan Rasul-Nya r maka ia musyrik (menyekutukan) Allah, kafir lagi menjadikan yang diikutinya itu sebagai tuhan,"
Pent.

[20] Enyahlah diulang dua kali untuk menguatkan, ini diriwayatkan oleh Muslim 2291, dan Al Bukhari dengan lafal yang hampir sama nomor 6212.
[21] Ini artinya Islam syirik, dia muslim demokrat, muslim sosialis, muslim nasionalis yang semuanya berarti muslim musyrik, akan tetapi ini tidak ada, yang ada adalah musyrik, karena tauhid dan syirik tidak bisa bersatu pada diri seseorang pada satu waktu, sehingga bila Islam disertai syirik akbar maka yang muncul adalah musyrik, Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad berkata dalam syarah Ashli dienil Islam: Sesungguhnya orang yang melakukan syirik, maka berarti dia telah meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang kontradiksi yang tidak bisa bersatu," Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar Assaniyyah 1/113: Bila amalan kamu semuanya karena Allah maka kamu adalah muwahhid, dan bila ada salah satunya dipalingkan kepada makhluk maka kamu adalah musyrik,". Pent.
[22] Al Bidayah Wan Nihayah: 2/291.
[23] Al Jami Li Ahkamil Qur'an 6/33, 1/169.
[24] Perhatian: Seandainya kita berdalil dengan hal ini  akan bolehnya membentuk mengorganisir jam'ah atau  front bersenjata untuk menolong orang yang didhalimi, dan untuk inkar munkar bila tidak ada Negara Islam dan imam tidak ada, dengan dalil bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam telah memuji  hilful fudluul ini padahal  itu terbentuk di zaman negara kafir dan tidak ada imam…saya katakan: Seandainya kita berhujjah dengan dalil mereka ini atas masalah tersebut, tentu mereka membid'ah-bid'ahkan kami dan menyerang kami, serta mengatakan ungkapan keji terhadap kami…akan tetapi berdalil dengannya atas bolehnya sumpah untuk menghormati kemusyrikan dan untuk ikut serta dalam tasyrii' sesuai dengan undang-undang Iblis dan untuk  kemusyrikan, kesesatan, dan penyimpangan mereka lainnya tentu itu adalah hal yang boleh-boleh saja menurut akan-akal mereka yang sudah keropos. Enyahlah dan enyahlah mereka itu.
[25] Dari Kitab Al Bidayah wan Nihayah karya Al hafidh Ibnu Katsir.
[26] Az Zukhruf:19.
[27] Syaikhul Islam dalam masalah ini memiliki fatwa yang menggugurkan anggapan-anggapan baik, dan klaim-klaim maslahat yang rusak seperti ini dengan dalih maslahat dakwah….kami telah mentahqiqnya, memberikan ta'liq dan memberikan muqaddimah-muqaddimah penting yang kami beri nama: Al qaul An Nafiis Fi Khid'ati Iblis, silahkan rujuk bagi yang mau mencari tambahan dalam masalah ini.
Saudara-saudara kami di An Nur Lil I'lam Al Islamiy di Denmark telah mencetaknya dan merekamnya dalam kaset.
[28] Pasal 34 dalam undang-undang Yordania ayat 2: Raja mengajak majelis rakyat untuk berkumpul, membukanya, menangguhkannya, dan membubarkannya sesuai dengan hukum-hukum undang-undang," dan dalam ayat 3: Raja berhak membubarkan majelis perwakilan,"
[29] Pasal 79 dalam undang-undang Kuwait: (Undang-undang tidak sah kecuali bila diakui oleh majelis rakyat dan diakui oleh emir," dan dalam pasal 93 ayat 1 dalam undang-undang Yordania: Setiap hukum baru yang diakui oleh majelisul a'yaan dan majelis perwakilan disodorkan ke Raja untuk disahkan," dan dalam ayat 3: Bila raja tidak setuju untuk mengesahkan undang-undang, maka dia selama enam bulan dari tanggal penyerahan kepadanya berhak untuk mengembalikannya ke majelis,"
Perhatikan bahwa di Yordania juga itu harus melewati pengesahan raja juga dan pengesahan majelisul a'yaan yang di mana para anggotanya ditunjuk oleh raja pula…..akan tetapi dengan ini semua orang-orang itu (orang yang mengaku partai Islam) tetap tidur pulas dalam kesesatannya.
[30] Dan bila kalian bertanya apa solusinya, maka ketahuilah bahwa Islam telah membawa dengan solusi yang paling agung dan paling menakjubkan serta paling ditakuti oleh musuh, yaitu Al Jihad. Realisasikan tauhid dengan benar, bersatulah dalam satu panji kemudian angkatlah pedang jihad untuk menegakkan panji Laa ilaaha Illallaah . Saat hal ini diumumkan maka  segalanya akan tampak, ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan mencabut kehinaan yang meliputi umat Islam ini kecuali bila mereka kembali meneriakan dan mengangkat pedang jihad melawan thaghut-thaghut yang murtad kemudian melawan orang-orang kafir asli. Pent.
[31] Makalah Doktor Ahmad Ibrahim Khidlr yang disebar dalam edisi ke 66 dalam majallah Al Bayan yang diterbitkan oleh Al Muntadaa Al Islamiy di London.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar