Senin, 30 Agustus 2010

Lanjutan Thoifah Al-Manshuroh ( IV )

Bab IV
Musuh-musuh Tha'ifah Manshurah

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin wal ‘aaqibatu lil muttaqiin wa laa ‘udwaana  illaa ‘ala -addhzoolimiin, wa laa haula wa laa quwwata illa billahil aliyyil adzhiim. Wassholaatu wa salaamu’ ala rasuulihilkariimi muhammadin sholalloohu ‘alaihi wasallaam  imaamil muhtadiin, wa qoo’idil mujaahidiin, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi, wa man tabi’ahum wah tahtadaa burhaanahum illaa yaumiddiin, Amma ba’du.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
KHOT
Artinya:Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menteror (menggentarkan, menakut-nakuti, mengancam, mengintimidasi), musuh Allah, musuh kamu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan didzhalimi” (QS. Al-Anfal (8): 60).
Rasulullah sholalloohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
KHOT
Artinya : Sesungguhnya sesuatu yang aku takuti menimpa ummatku adalah para imam-imam (pemimpin-pemimpin) yang menyesatkan. Dan akan ada beberapa kabilah dari umatku yang menyembah berhala. Dan akan ada beberapa kabilah dari umatku yang bergabung dengan orang-orang musyrik. (H.R. Ibnu Majah dan Abu Dawud dari Tsauban maula Rasulullah sholalloohu ‘alaihi wa sallam dengan sanad yang shahih).
Amirul Mukminin Umar Ibnu Khattab radhiyalloohu ‘anhu berkata
KHOT
Artinya : “Jauhilah orang-orang yang mengikuti pikiran dan rasionya karena mereka adalah musuh sunnah, mereka tidak mampu menghafalkan hadits-hadits, lalu ngomong berdasarkan pendapatnya, maka mereka  sesat lagi menyesatkan.” (As-Sunnah Al Lalikai 4/201).
Ikhwati fillah, pada At-Tha'ifah Al Manshurah I & II  kita telah difahamkan bahwa At-Tha'ifah al Manshurah adalah Ahlul Hadits, dan sifat utamanya adalah Al-Qital, maka pada kali ini marilah dengan Bismillah Tawakkalna ‘ala Allah mencoba menguraikan secara terperinci, musuh-musuh At-Tha'ifah Al Manshurah, yaitu sebagai berikut  :
A.    Musuh At-Tha'ifah Al Manshurah adalah Syetan.
Allah Ta’ala berfirman :
KHOT
Artinya : “Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu wahai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syetan ? sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. Yaasin (36): 60).
Syetan terdiri dari dua jenis yaitu :
1.      Syetan dari jenis jin.
2.      Syetan dari jenis manusia.
Allah Ta’ala, berfirman :
KHOT
Artinya : “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syetan-syetan (dari jenis) jin dan (dari jenis) manusia. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dari apa yang mereka ada-adakan” (QS. Al-An’am(6): 112), lihat juga (QS. An-Nas (114): 5-6).
Dalam beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan lainnya.
KHOT
Artinya : “Dari Abu Dzar radhiyalloohu ‘anhu, berkata : “Aku mendapati Nabi sholalloohu ‘alaihi wa sallam dan beliau berada di dalam masjid, lalu aku duduk, maka beliau bertanya kepadaku, “Hai Abu Dzar, adakah anda sudah sholat?Akupun menjawab, “Belum”, beliaupun katakan, “Berdirilah anda dan tunaikanlah shalat”, Maka akupun berdiri kemudian aku shalat, lalu aku duduk, maka beliau katakan, “Hai Abu Dzar! Mintalah perlindungan kepada Allah dari kejahatan syetan-syetan dari jenis manusia dan dari jenis jin”. Ia berkata: “Maka akupun berdiri, bertanya,”Hai, Rasulullah! Apakah ada syetan-syatian dari jenis manusia?” Beliau bersabda, “Ya (ada)”. Dan dalam riwayat lain “Beliau bersabda, “Ya (ada), mereka  lebih jahat dari syetan-syetan jenis jin” (Tafsir Ibnu Katsir- 2/72).
Syetan Iblis (dan anak, cucu, cicitnya) adalah dari golongan jin, Allah Ta’ala berfirman,
KHOT
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, “Sujudlah kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin maka  ia mendurhakai perintah Tuhannya, patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai wali-wali selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzhalim” (QS. Al-Kahfi (18) : 50).
Dalam tafsir Ibnu Katsir, diceritakan, tentang Iblis yang diantara kesimpulannya bahwa Iblis adalah dari golongan (bangsa) jin, yang diciptakan dari api, dia hidup di salah satu kabilah dari kabilah-kabilah malaikat. Sebelum, maksiat dan durhaka dia termasuk yang berilmu, banyak aktivitas dan memiliki kesultanan (kepemimpinan) di langit yang paling rendah dan di bumi, serta menjadi penjaga surga. Karunia yang Allah Ta’ala berikan kepadanya tidak disyukuri dengan sebaik-baiknya  malah terdetik pada dirinya kesombongan. Allah Ta’ala sendiri yang mengetahuinya, lalu kesombongan itu menjadi lebih jelas, ketika ia diperintah agar sujud kepada Adam a.s sebagai pengormatan (tasyrif, takrim, ta’zhim), tetapi dia enggan lagi sombong. Karena maksiat dan durhaka, maka Allah Ta’ala memvonis dengan hukuman yang setimpal yaitu dilucuti dari kedudukan yang mulia, antara lain dikeluarkan dari surga, sebab surga tidak halal bagi seseorang yang ada setitik dosa dan maksiat, dan Allah merubah dan menjadikannya sebagai syetan yang terajam lagi terkutuk, sebelum ia maksiat dan durhaka, ia bernama Azazil dan Al-Harits, wallaahu ‘alam. (lihat Tafsir Ibnu Katsir : 1/80 dan 3/93).
Dengan hukuman yang berat tersebut, maka Iblis meminta dispensasi (keringanan-ed) kepada Allah Ta’ala agar diberi tangguh hidup hingga hari kiamat. Dan Allah mengabulkan permintaannya. (Q.S. Al-A’raf (7): 14-15), untuk apa Iblis meminta diberi tangguh? Yaitu untuk menyesatkan manusia dari Shiraathal Mustaqiim (Q.S. Al-A’raf (7): 16-17).
Rasulullah sholalloohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
KHOT
 Artinya : “Sesungguhnya syetan duduk menggoda anak Adam pada segala jalannya, maka duduklah dia pada jalan Islamnya, lalu berkata : “Kenapa kamu Islam dan meninggalkan dien-mu dan dien nenek moyangmu?” Ia berkata : maka orang itu tidak perduli dengan godaannya dan tetap Islam. Ia berkata “Syetan pun duduk menggoda manusia pada jalan hijrahnya, lalu berkata, “Kenapa kamu hijrah dan meninggalkan bumimu dan langitmu (tempat tinggalmu)?” maka orang tersebut tidak memperdulikannya dan tetap berhijrah, kemudian diapun duduk, menggoda pada jalan jihadnya yaitu jihad dengan jiwa dan harta (perang) ,maka diapun membisikkan “Kamu berperang, lalu kamu terbunuh, lalu dinikahi istrimu (oleh orang lain) dan dibagi-bagikan hartamu!” Maka orang itupun tidak memperdulikannya dan tetap berjihad. Dan berkatalah Rasulullah sholalloohu ‘alaihi wa sallam, “Maka barangsiapa yang berbuat demikian dari mereka, lalu ia mati, adalah berhak atas Allah untuk memasukkannya ke dalam surga. Jika ia terbunuh adalah berhak atas Allah memasukkannya kedalam surga, dan jikalau ia tenggelam adalah berhak atas Allah untuk memasukkannya ke dalam surga atau ia mati karena kecelakaan (kendaraan) adalah berhak atas Allah memasukkannya ke dalam surga” (H.R Imam Ahmad).
Dari sini bisa disimpulkan bahwa syetan termasuk Iblis beserta keturunan dan pengikutnya, adalah musuh bebuyutan kita. oleh karena itu marilah kita senantiasa waspada. Agar kita dapat membebaskan diri kita dari tipu daya syetan dan jeratannya, serta melepaskan kita dari tazyin-nya (memandang baik perbuatan maksiat). Oleh karena itu, kita harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.    Kita wajib menjadikan syetan-syetan itu sebagai musuh kita.
2.    Kita mesti istiqomah dalam mengikuti Manhaj Rabbani dan berjalan diatas Shiraatal Mustaqiim.
3.    Memperteguh iman kita kepada Allah Ta’ala, senantiasa berlindung dan bertawakkal kepada-Nya.
4.    Cepat-cepat berlindung kepada Allah begitu merasa syetan terkutuk menggoda kita.
5.    Bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dimana dan kapanpun berada, baik disaat sendirian maupun disaat ramai.
6.    Kita hiasi hati dan anggota badan kita dengan dzikrullah, dan selalu beribadah dan melakukan ketaatan kepada-Nya.
7.    Kita berusaha segera ingat dan sadari setelah dilalaikan oleh syetan.
8.    Bersikap bara’ dan memutuskan hubungan dengan orang-orang yang tidak benar dan orang-orang yang sesat alias syetan dari golongan manusia.
9.    Dan lain sebagainya.
Untuk uraian berikutnya saya akan fokuskan pembahasan musuh-musuh At-Tha'ifah Al-Manshurah dari syetan jenis manusia. Hal ini bukan berarti musuh dari jenis syetan jin tidak berbahaya bagi kita, keduanya sama-sama musuh kita, dan sama-sama berbahaya. Hanyasaja untuk syetan dari golongan jin, kita telah menyadari bahwa mereka adalah musuh, meskipun kadangkala itu terlupakan juga. Sedangkan syetan dari jenis manusia tidak sedikit dari kita yang melupakan dan tidak menyadarinya, bahkan tidak mengerti bahwasanya mereka adalah musuh yang lebih berbahaya dari pada syetan jin, dan untuk mengusir serta menghardiknya lebih sulit.
Kalau syetan jin cukup dengan dzikir dan membaca Al-Qur’an mereka akan lari terbirit-birit, tetapi syetan manusia tidak cukup dengan itu, minimal dengan lisan, kalau tak cukup dengan lisan, dengan tangan, kalau tak cukup dengan tangan dengan kaki, kalau tak cukup dengan tangan dan kaki, dengan pedang dan senjata, kalau tak cukup dengan senjata biasa, dengan senjata dan bom pemusnah massal, dst.
Selanjutnya marilah kita rincikan secukupnya musuh-musuh At-Tha'ifah Al-Manshurah atau Ahlussunnah, atau Ahlul Hadits dari golongan manusia. Adapun musuh itu dapat digolongkan sebagai berikut:
1.      Musuh Dalaman. (Internal Enemies).
2.      Musuh Luaran. (Eksternal Enemies).
A. MUSUH DALAMAN.
Yang dimaksud musuh dalaman ialah orang-orang yang mengaku sebagai orang Islam dan beragama Islam tetapi mereka memusuhi dan menentang kebenaran yang datang dari Allah swt dan Rasul-Nya sholalloohu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka ini antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Para Penguasa Penentang Allah dan Rasul-Nya. Mencampakkan syari’at Allah di belakang punggung-punggung mereka. mereka memerangi sunnah dan pengikut-pengikutnya. Mereka mengerti bahwasanya dengan berpegang kepada Islam yang benar sebagaimana Islam yang dipegangi oleh Rasulullah sholalloohu ‘alaihi wa sallam, dan para shahabatnya radhiyalloohu ‘anhu akan mengakibatkan hal-hal yang tidak mereka inginkan antara lain sebagai berikut :
a.       Orang-orang yang berpegang kepada Islam yang benar akan memiliki rasa izzah, gagah dan mulia karena sebagai orang yang beriman, mereka akan membebaskan diri dari segala penghambaan diri kepada manusia dan mereka tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah dengan demikian mereka akan melawan setiap kebatilan meskipun para pelaku dan pendukungnya orang-orang besar, atau para penguasa.
b.      Orang-orang yang berpegang teguh kepada Islam yang benar, akan menjadi umat yang mempunyai kesadaran yang tinggi, mengerti akan hak-haknya yang mesti diraihnya dan kewajiban-kewajiban yang mesti ditunaikannya. Mereka tidak jahil dan buta, terhadap hak-haknya sehingga tidak menuntutnya, dan tidak buta lagi bodoh dari kewajibannya yang sebenarnya, sehingga tidak tertipu menjadikan sesuatu yang bukan kewajibannya sebagai kewajibannya.
c.       Mereka akan menjadi ummat yang memiliki Iman dan Tauhid yang kuat lagi tangguh, maka mereka tidak akan setuju, kecuali dengan melaksanakan syari’at Allah Ta’ala dalam segala aspek kehidupan dan menyingkirkan undang-undang produk manusia yang sesat lagi dzholim itu.
d.      Mereka akan menjadi umat yang kritis, yang senantiasa berusaha meluruskan masyarakatnya. Selalu mengontrol gerak-geriknya, membetulkan penyelewengannya, dan akan selalu siap siaga untuk menghadapi dan melawan kekuatan-kekuatan rahasia yang melakukan penyesatan, dan perusakan kepada masyarakat. Yang demikian itu dilakukan dengan jihad, amar ma’ruf nahi mungkar, berani dan lantang menyuarakan kebenaran, menegakkan kewajiban dakwah ilallah, serta menjaga dan memelihara hak-hak manusia baik peradaban dan tamadun-nya, material dan harta bendanya, politik dan siyasahnya maupun akhlak-akhlaknya.
Penguasa jenis ini selalunya berusaha untuk memperdayakan dan merayu para ulama’ dan para dai dengan iming-iming keduniaan, seperti harta, tahta, wanita dan sebagainya, untuk memalingkan mereka dari prinsip kebenaran yang mereka pegangi, para ulama’nya, para da’i yang menerima dan kompromi dengan hawa nafsu sang penguasa akan digandeng dan dimuliakan, sedangkan yang menolak dan tetap istiqomah, berpegang teguh kepada kebenaran, mereka akan diancam, ditakut-takuti, diteror, dihinakan, mungkin dibuang dari negerinya, atau dipenjarakan, atau dibunuh, atau disiksa dirinya dan keluarganya  dan disita harta bendanya.
Dan sudah dapat dipastikan bahwa target uatamanya, adalah para ulama’ dan para da’i yang mujahid yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, yang mewakafkan dan menazarkan diri-diri mereka untuk berdakwah dan mengadakan perbaikan (ishlah). (Lihat Shifatul Ghurabaa’ hal : 219).
Penguasa yang perilakunya seperti ini dibagi menjadi dua golongan :
a.       Tetap dikategorikan sebagai penguasa muslim, meskipun mereka fasiq karena banyak melakukan maksiat dan dosa-dosa seperti, berjudi, minum khamr, berfoya-foya dan lain sebagainya dan meskipun mereka dzhalim seperti,  tidak adil, menganiaya rakyat, kejam, bengis, dan sebagainya, selama mereka tidak melakukan kufur akbar yang jelas dan bisa dibuktikan berdasarkan dalil-dalil syar’i.
Dalil-dalilnya banyak sekali antara lain :
ü  Al-Qur’an S. An-Nisa (4): 59.
ü  Hadits-hadits Nabi sholalloohu ‘alaihi wa sallam.
KHOT
Artinya : “Dari Ubadah bin Shamit radhiyalloohu ‘anhu berkata : “Kami berbai’at kepada Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar dan taat, dalam keadaan bersemangat maupun tidak suka, dalam kesusahan ataupun kemudahan dan dalam keadaan mereka mengutamakan diri mereka atas diri kami dan agar kami tidak merebut urusan kepemimpinan dari pemiliknya. Beliau bersabda: “Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata lagi jelas,  yang kalian memiliki bukti padanya dari Allah ” (H.S.R. Imam Bukhari).
KHOT
Artinya : “Dari Abdullah bin Abbas radhiyalloohu ‘anhu berkata : Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak disukai dari ‘amir’(pemimpin)nya maka bersabarlah! Karena barangsiapa yangmemisahkan diri dari jama’ah sejengkal saja, maka dia akan mati dalam keadaan, mati jahiliyah ” (H.S.R Bukhori dan Muslim).
KHOT
Artinya : Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sejahat-jahat pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian yang kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.” Dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah! Apakah kita melawan mereka dengan pedang?” Beliau mengatakan, “Jangan, selama mereka mendirikan shalat pada kalian dan jika kalian melihat pada pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci maka bencilah amalannya dan jangan kalian cabut tangan kalian dari ketaatan ” (H.S.R. Imam Muslim).
KHOT
Artinya : Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan ada sesudahku para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak menuruti Sunnahku dan akan ada pada mereka orang-orang yang hati mereka hati-hati syetan yang berada dalam tubuh manusia.” Hudzaifah berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku menemukan hal itu?” Beliau mengatakan, “Engkau dengar dan engkau ta’ati, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil” (H.S.R. Imam Muslim).
KHOT
Artinya : Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya akan terjadi sesudahku pemimpin-pemimpin yang mementingkan diri sendiri dan perkara-perkara yang kalian mengecamnya.” Mereka mengatakan “Wahai Rasulullah apa yang akan engkau perintahkan kepada kami?” Beliau mengatakan,”Tunaikanlah hak mereka yang menjadi kewajiban kalian dan mohonlah kepada Allah hak kalian” (H.S.R Al-Bukhori dan Muslim).
Dan lain sebagainya.
Dari dalil dalil tersebut dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut :
1)      Tentang pentingnya peranan Imamah atau Imaroh dalam Islam, maka seorang imam atau amir atau khalifah atau pemimpin bagaimanapun fasiq dan dzhalimnya, tidak boleh digugat kepemimpinannya selagi tidak melakukan kufur akbar yang nyata yang dapat dibuktikan dengan dalil-dalil syar’i.
Al Qurthuby dan yang lainnya dalam mentafsirkan (Q.S. (2): 30) mengatakan bahwasanya mengangkat kholifah/imam hukumnya wajib, yaitu untuk menjadikan perkara-perkara yang diperselisihkan manusia dan menghentikan pertentangannya, serta untuk menolong orang-orang yang didzhalimi  dari yang mendzholiminya, dan untuk menegakkan hukum hudud, serta melarang bentuk pelaksanaan perbuatan dosa dan keji dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang penting, yang tidak mungkin bisa ditegakkan kecuali dengan adanya “Imam”.  Dan sesuatu kewajiban yang tidak dapat sempurna kecuali dengan(nya), maka sesuatu itu menjadi wajib hukumnya (Tafsir Ibnu Katsir 1/75).
Al-Hasan al Bashri salah seorang Tabi’in, berkomentar mengenai peranan Imarah atau Imamah; “Mereka mengurusi lima urusan kita”
1.      Sholat Jum’at.
2.      Sholat Jama’ah.
3.      Sholat ‘Id. (Hari Raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul ‘Adha )
4.      Menjaga Perbatasan. (dari pencerobohan orang-orang kafir).
5.      Hukum Hudud. (melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, seperti : peminum khamr, dicambuk 80 kali, penuduh zina dicambuk 80 kali, pezina, jika belum pernah menikah secara syar’i (bukan muhshan) dicambuk 100 kali dan dibuang dari negerinya selama 1(satu) tahun, jika muhshon (sudah pernah menikah secarah sah menurut syara’) dirajam sampai mati. Pencuri dipotong tangannya. Orang yang murtad dibunuh termasuk orang zindiq (jika tidak bertaubat). Dan lain sebagainya.
Beliau katakan,“Demi Allah, agama ini tidak akan tegak kecuali dengan mereka, walaupun mereka itu dzhalim dan curang. Demi Allah sungguh apa yang Allah perbaiki lewat mereka lebih banyak dari apa yang mereka rusak” (Lihat Mu’ammalatul Hukham, hal 7, Majalah Asy Syari’ah Vol I No: 05, Hal 2).
2)      Bahwa yang syah menurut syariat itu, ada yang baik ada juga yang fajir, dzhalim, dan fasiq, keduanya berhak menerima keta’atan dari bawahannya selama perintahnya tidak maksiat terhadap Allah.
3)      Seorang pemimpin atau penguasa dianggap syah kepemimpinannya menurut syara’, sehingga berhak memperoleh hak-hak yang telah ditentukan syara’ seperti dikatagorikan, sebagai sulthon Allah di muka bumi (Hadits Hasan Riwayat Tirmidzi), Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam mengatakan sebagai “Amirku” (H.S.R Al-Bukhari), berhak di dengar dan ditaati dan lain sebagainya, apabila memenuhi syarat-syarat minimal sebagai berikut.
i.     Dia seorang laki-laki yang merdeka bukan hamba sahaya, sudah baligh, berakal, dan muslim, dan seterusnya (Lihat Ibnu Katsir 1/76).
ii.     Tidak melakukan kufur akbar yang nyata.
iii.     Pemerintahannya berdiri diatas dasar Islam, meskipun banyak penyelewengan jika pemerintahannya tidak ditegakkan diatas dasar Islam, tetapi ditegakkan diatas agama lain selain Islam, seperti Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Kejawen, Kebatinan, Komunis, Sekuler dan lain sebagainya.
Maka pemimpin seperti ini meskipun mengaku beragama Islam, syara’ tidak mengiktirafkan, atau mengakui bahwa mereka sebagai pemimpin Islam, dan tidak berhak sama sekali mendapatkan hak-hak yang tersebut dalam hadits-hadits diatas, bahkan kedudukannya jauh lebih buruk dann lebih sesat dari para pemimpin muslim yang berada dalam pemerintahan Islam, lalu dalam perjalanannya melakukan kufur akbar yang jelas dan nyata, maka begitu melakukan kufur akbar dengan sendirinya gugurlah seluruh hak-haknya sebagai pimpinan, apalagi bagi seorang pemimpin  yang sejak awal telah kufur, yaitu menggantikan Islam dengan yang lain,
iv.     Menyikapi pempin yang fasiq, dzhali,kejam, bengis dan sebagainya, yang kedudukannya masih syah menurut syara’ sebagai amir kaum muslimin antara lain sebagai berikut :
a.    Kita wajib mendengar dan taat dalam hal-hal yang makruf, ikut sholat dan menjadi makmum di belakangnya dan begitu pula dalam jihad.
b.    Kita bersabar dalam menghadapi kefasikan dan kedzhalimannya dan tidak boleh melakukan kudeta terhadapnya[1]. Tetapi jika ada sekelompok orang yang melanggar larangan ini dan mereka berhasil mengalahkan amir fasiq dan dzhalim tersebut, lalu menegakkan pemerintahan atas dasar Islam. Maka kitapun wajib mendengar dan wajib taat kepada amir yang baru meskipun kepemimpinannya diperoleh dengan cara kudeta yang dilarang itu (keterangan Asy-Syaikh Nashiruddin Al Albany).
c.    Jika hendak melakukan kewajiban tawashau bil haq wa tawashau bi ash shobr, terhadap amir tersebut, dalam hal-hal yang sifatnya kelemahan pribadi seperti kefasikannya dan kedzhalimannya, maka seyogyanya di sampaikan dengan cara hikmah sebagaimana yang telah diajarkan oleh syara’ apalagi seorang amir memiliki hak yang lebih dari khusus dalam hal ini.
d.   Kita tidak boleh mendiamkan kemungkaran dalam pemerintahannya, bahkan kita wajib menentangnya. Kewajiban ini terutama terpikul diatas pundak para ulama’, mereka haram diam, apalagi kompromi dengan sang penguasa dengan alasan kononnya untuk menghormati dan memuliakannya sehingga kemungkaran bahkan kekufuran yang terjadi tidak dijelaskan dan sengaja ditutup-tutupi. Ulama’ seperti ini terancam dengan azab yang pedih di akherat, dan di dunia dikatagorikan sebagai Istishan (pencuri) dan orang yang fasiq.
Penentangan yang seperti ini telah banyak dilakukan oleh ulama’ salaf  kita, sejarah dan kisah mereka tertulis dengan tinta emas dan memenuhi perpustakaan-perpustakaan, jika anda berhasrat silahkan baca kitab “ Mihanul ‘Ulama’ ” (cobaan dan ujian ulama’). Oleh Ibnu Abdil Rai (beliau mendapat sanjungan dari As-Syaikh Ibnu Qoyyim al Jauziyah, Madarijus Salikin, 2/323), bisa juga membaca buku ”Mas’uliyatul ‘Ulama” oleh As-Syaikh Abdul Aziz Badri, “Min Akhlaqil’ Ulama’” oleh Muhammad Sulaiman, “Ila Warasatil Anbiya” oleh Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan dan lain-lain. Dengan membaca buku-buku tersebut Insya Allah kita akan tahu perbedaan yang menyolok bagaikan langit dan bumi, siang dan malam antara ulama’salaf dan kebanyakan yang dipanggil ulama’ pada masa kini -kecuali yang dirahmati Allah- Ulama’ salaf perjalanan hidupnya dari cobaan demi cobaan, dari ujian demi ujian, bahkan dalam rangka menentang kemungkaran penguasa (ingat penguasa pada saat itu adalah penguasa yang syah menurut syariat, bahkan dipanggil sebagai khalifah). Mereka karena menentang sang raja dan penguasa akhirnya ditangkap, diborgol, disiksa, dan dipenjara dan tidak sedikit yang dicambuk dan dipenggal kepalanya hingga mati dalam keadaan syahid. Contoh yang paling gamblang adlaah yang terjadi pada diri Imam yang agung yaitu Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu yang keimamannya diakui oleh seluruh kaum muslimin dalam segala madzhab kecuali orang yang mata hatinya telah dibutakan Allah Ta’ala. Dalam sejarah Islam dikenal adanya dua orang yang melalui keduanya Islam terjaga dan terselamatkan dari fitnah :
Pertama : Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyalloohu ‘anhu, yang telah menyelamatkan Islam dari fitnah riddah (kemurtadan) Kedua : Imam Ahmad Bin Hambal rahimahullahuyang telah menyelamatkan Islam dari fitnah kholqul Qur’an (Al-Qur’an dianggap sebagai makhluk). Adapun riwayat atau kisah singkat penentangan beliau terhadap kemungkaran penguasa adalah sebagai berikut :
Khalifah Al-Makmun salah seorang dari khaliifah  Bani Abbasiyah (Ingat !, jangan menyamakan khalifah Al-Makmun dengan para pemimpin sekuler pada masa kini, orang yang menganggap sama berarti sama dengan menyamakan kambing dengan babi-babi-wallahu a’lam). Khalifah al-Makmun dipengaruhi dan terobsesi oleh golongan mu’tazilah yang dengan prinsip tauhidnya yang batil, menganggap bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, pendapat ini karena merupakan pendapat batil dan mungkar, bertentangan dengan Al-Haq yang dipegangi oleh Ahlus-Sunnah wal Jama’ah yang diantara tokohnya adalah beliau sendiri (Ahmad bin Hambal rahimahullahu) bahkan menurut beliau. Orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, “Sungguh ia telah kafir.” (Musnad Imam Ahmad 1/79 Tahqiq Ahmad Syakir). Namun demikian tidak berarti Imam Ahmad memvonis Khalifah al-Makmun dan golongan Mu’tazilah semua kafir karena mengatakan seperti itu. Karena Imam Ahmad memahami benar bahwasanya keyakinan itu adalah sesat dan batil maka beliau dengan keberaniannya menantang pendapat sesat yang didukung oleh khalifah, akhirnya beliau diatangkap, dipenjara dan disiksa serta dipaksa agar mengikuti madzhab batil yang mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Tetapi beliau sama sekali tidak bergeser dari kebenaran, maka beliau dihukum cambuk hingga menemui ajalnya -KHOT- dan berpuluh-puluh lagi  ulama’-ulama’ Salaf  yang sirah hidupnya hampir mirip dengan sirah kehidupan beliau.
Sekarang bandingkan dengan keadaan ulama’-ulama’ pada masa sekarang ini, -kecuali yang dirahmati Allah-  atau lebih tepat disebut sebagai umala’ (para pekerja), bagi yang menjilat penguasa –penguasa sekuler tidak perlu diperbincangkan lagi, mereka adalah termasuk makhluk yang terbusuk yang ada di kolong langit. Sekarang ulama’-ulama’  yang mengaku –As-Salafi-  saja, lihat bagaimana sikap mereka terhadap kemungkaran-kemungkaran besar bahkan kekufuran yang dilakukan oleh para pengusa Arab, mereka mendiamkan malah seolah-olah mendukung, yang bertambah buruk lagi, mereka  mengumpulkan dalil-dalil dan hujjah-hujjah untuk membenarkan sikapnya dan menutupi kelemahannya, yang bertambah-tambah dan lebih buruk lagi sikap tercela menurut syara’ itu malah distempel sebagai satu-satunya sikap yang benar menurut Ahlus-Sunnah, sedang yang lain adalah dholal dan bid’ah. Maka As-Syaikh Abdurrahman al Hawali dan As-Syaikh Salman Al-Audah Hafidzhahullah yang berani menentang kemungkaran-kemungkaran yang berlaku dan yang terjadi yang tidak lebih kecil dari kemungkaran yang terjadi pada pemerintahan kholifah Al-Makmun bahkan jauh lebih besar,  lagi daripadanya, seperti bermu’amalat dengan musuh-musuh Islam najis salibis (dengan memberikan izin-ed) bertapak di negeri yang telah dibersihkan  oleh Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam dari orang-orang musyrikin, mereka membuat basis-basis kekuatan di tempat-tempat strategis tiada lain tujuannya adalah untuk memerangi Islam dan kaum muslimin, (untuk hal ini-ed) anak TK pun faham dan kemungkaran lain baik di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Tapi aneh bin ajaibnya justru ulama’ yang berani menegakkan amar makruf dan nahi mungkar yang menjadikan mereka dipenjara, di siksa dan sebagainya, malah dilabel oleh para pengecut itu sebagai ahlul bid’ah, khowarij, ahlul ahwa’ dan gelaran-gelaran buruk lainnya. Ana tak tahu andaikan mereka itu hidup di zaman Imam Ahmad bin Hambal, Imam Al Bukhari dan Imam-Imam lain yang menentang penguasa karena kemungkaran dan dholalnya, agaknya mereka akan menjuluki apa terhadap Imam-Imam agung tersebut. Dan yang lebih dholal (sesat-ed) lagi sikap ulama’-ulama’ sultan arab terhadap sultan mereka diimpor oleh ustadz-ustadz yang mengaku “As-Salafi” yang hidup di negara-negara sekuler tanpa ditapis sama sekali, untuk menyikapi para penguasa-penguasa sekuler yang sudah keluar dari Islam dari segala pintunya, sebab berbagai macam kufur akbar telah dilakukan, seperti mencela Allah, mencela Rasul-Nya, mencela Islam, mengganti hukum Allah dengan hukum produk manusia, menyatakan semua agama sama dan lain sebagainya. Dan bertambah lagi dholalnya sebab meyakini bahwasanya selain sikap itu adalah  sesat, hawa nafsu, bid’ah dan khowarij, dan tahukah kalian yang dholalnya kuadrat dari itu semua, sebagian ustadz yang mengaku “As-Salafi”, menyatakan dengan lisan dan tulisan, bahwasanya orang Islam yang tidak bergabung dengan jama’ah atau partai penguasa, (yang sekuler itu) yang ada di negerinya berarti ahlul bid’ah dan khowarij. Astaghfirullah. Ya Allah ! berilah hidayah kepada mereka.
Sikap Imam-Imam Salaf seperti Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu, (maaf bukan imam-imam yang mengatakan “As-Salafi” atau ustadz-ustadznya(Lihat rubrik, kajian dholalnya pada majalah As-Syari’ah Vol 15/No 05/Februari 2004 / Dzulhijjah 1424 H)). Sikap Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu dan Imam-Imam lain yang seperti mereka, serta orang-orang yang terkemudian yang mengikuti manhaj mereka, sikap itulah yang sesuai dengan maksud hadits Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, di bawah ini :
KHOT
Artinya : Dari Abu Umamah radhiyalloohu ‘anhu, Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda “Seutama-utama Jihad adalah mengatakan kebenaran dihadapan penguasa yang dzhalim” (H.R. Imam Ahmad dengan sanad yang shahih).
Sebagai catatan, penguasa yang termaktub dalam hadits ini adalah penguasa yang muslim, yang kekuasaaannya dan kepemimpinannya syah menurut syariat. Adapun penguasa kafir baik kafirnya asli maupun karena murtad, maka cara menghadapinya ada tuntunannya tersendiri. Insya Allah akan dijelaskan berikutnya bila dianggap perlu.
Dan lain sebagainya.
b.      Digolongkan sebagai penguasa murtad atau kafir, karena telah melakukan kufur akbar yang nyata dan jelas landasan bukti dan dalil-dalil syara’ sebagaimana hadits Ubadah bin As-Shomitr radhiyalloohu anhum yang telah tersebut diatas, yaitu :
KHOT
Artinya : “Beliau bersabda : Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata yang kalian memiliki bukti padanya dari Allah”(H.S.R. Imam Al-Bukhari).
Bagaimanan sikap kita dalam menghadapi penguasa seperti ini? Kita atau kaum muslimin wajib mencopotnya dan menggulingkannya. Berkata Al Qodhi Iyadh. (Fudhail bin Iyadh rahimahullahu).
KHOT
Maksudnya : “Maka seandainya seorang pemimpin dengan tiba-tiba melakukan kekufuran dan merubah syariat atau bid’ah, ia telah keluar dari kepemimpinannya yang syah dan gugurlah keta’atannya dan wajib atas kaum muslimin melawannya dan menggulingkannya” (Bisa juga dirujuk syarh shahih Muslim, An-Nawawi 12/229).
Bagi ikhwah yang ingin memperdalam masalah ini, silahkan membaca buku-buku yang dikeluarkan oleh jama’ah-jama’ah Jihad As-Salafiyah yang membahas masalah ini antara lain Ashraful Hukkam, Al Qoulul Qothi’liman Imtana ‘Anis Syarai’, Al Khuthuth al-Aridlah, Taujihat Manhajiyah I dan II, dan lain-lainya.
Jika masyarakat  Islam telah berubah menjadi masyarakat antara Islam dan kufur (murtad), sebab penguasa  dan pemerintahannya telah menjadi kufur, maka bagaimana sikap kita, atau bagaimana beramal atas dasar syariat dalam negeri tersebut?
Hal ini sebenarnya telah ana singgung sedikit dalam risalah “At-Tha'ifah al Manshurah II.” Tapi tak mengapa disini ana uraikan lagi supaya lebih jelas.
Dalam perkara ini ada dua qoidah penting yang perlu kita pahami :
I.     Qoidah Pertama : Bahwasanya, negara yang dihuni oleh kaum Muslimin, yang tadinya merupakan negara Islam dan aman, telah berubah menjadi negara kufur dan riddah, sebab yang memerintah orang-orang yang murtad dan kekufuran telah mendominasi negara itu melalui hukum dan perundang-undangannya misalnya sebagai contoh negara-negara di Timur Tengah seperti Mesir, Libya, Irak dan lain sebagainya, begitu juga Afghanistan dibawah pimpinan Karzai.
Ada beberapa catatan penting yang perlu diingat :
1.      Ketika kita menyebut suatu negara dengan sebutan negara kufur dan riddah tidak berarti kita menghukumi bahwa seluruh penduduknya adalah kafir, kita tidak berpendapat sebagaimana sebagian kelompok khowarij yang berpendapat : Apabila penguasa kufur maka rakyatpun kufur, kita berlindung kepada Allah dari dholah (kesesatan-ed) ini adapun rakyat dalam negara kufur tersebut dibagi menjadi berikut :
01.          Muslimun (Orang-orang Islam), yaitu orang-orang yang telah diketahui Islamnya atau orang-orang yang menunaikan amalan-amalan Islam yang menunjukkan bahwa diri mereka adalah muslimin seperti, bersyahadat atau sholat atau bila menyembelih mengucapkan bismillah, berdasarkan hadits Rasulullah  sholallohu ‘alaihi wa sallam :
KHOT
Artinya : Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda Barangsiapa yang menunaikan, sholat seperti sholat kita dan menghadap kiblat kita, dan makan sembelihan kita, maka itulah orang Islam yang memiliki hak tanggungan (jaminan) Allah dan tanggungan (jaminan) Rasul-Nya, maka janganlah kamu tidak menepati janji Allah di dalam jaminan (tanggungan)-Nya” (H.S.R. Imam Bukhari dari Anas radhiyalloohu anhum).
02.          Kuffar (orang-orang kafir) asli, atau orang murtad, yang dimaksud kafir asli adalah orang-orang Nasrani, Yahudi, Majusi dan lain sebagainya, sedang yang dimaksud orang-orang murtad ialah orang-orang yang mengaku dari kalangan kaum Muslimin, tetapi beragama dengan selain Islam, seperti Ba’atsisme, Nasionalisme, Komunisme, Sekulerisme, dan lain sebagainya, atau orang-orang yang telah melakukan hal-hal yang membatalkan  tauhidnya, seperti mencela Allah, mencela RAsul-Nya, atau meninggalkan shalat sebagaimana pendapat ahlul ‘ilmi yang paling kuat. Dan dalamhal ini orang-orang kafir asli tidak bisa bdisebut sebagai ahludz-dzimmah (orang-orang yang mendapat jaminan keamanan darah dan hartanya dalam pemerintahan Islam), karena ahludz-dzimmah adalah istilah ahlul fiqh dan ahlud-dien yaitu : orang-orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin di negara Islam dan jika negara Islam tidak ada, maka tanggungan (jaminan), dan perjanjian tidak ada bagi mereka, akan tetapi mereka adalah kafir harbi (kafir yang boleh diperangi).
03.          adapun orang-orang Islam yang tidak diketahui keadaannya yang sebenarnya, apakah mereka  mengingkari hukum orang-orang yang murtad atau tidak, tetapi mereka melakukan amalan-amalan Islam sebagaimana yang telah disebutkan diatas, maka orang-orang Islam yang seperti ini kedudukannya adalah orang Islam yang benar Islamnya dan kita tidak boleh tawaqquf (diam-ed), dalam menghukumi mereka,artinya tidak menghukumi sebagai musilm dan tidak juga menghukumi kafir, seperti yang dilakukan oleh jama’ah-jama’ah al Ghuluw dan Takfir dan jama’ah-jama’ah At-Tawaqquf dan Tabayyun.
Kenapa kita katakan Islam mereka benar meskipun tidak nampak pengingkarannya terhadap hukum pengausa-penguasa murtadin? Sebab ukuran pengingkarannya yang diridhai oleh Allah Ta’ala adalah termasuk minimal dengan hati, sebagaimana dalam hadits :
KHOT
Artinya : “Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman”(H.R Imam Muslim dari Abi Said radhiyalloohu anhum).
Maka kemungkinan adanya pengingkaran dalam hati, tidaklah mengikuti orang-orang kair dan tidak ridha terhadap mereka, orang Islam yang keadaannya seperti ini wajib dihukumi sebagai muslim karena adnya bukti-bukti yang menunjukkan atas yang demikian itu dan berdasarkan qoidah ushul “Al-Bara’ah al Ashliyyah” artinya bahwa seseorang itu pada dasarnya adalah terlepas dari hukuman selama tidak ada bukti, bahw ia melakukan pelanggaran, karena tidak ada bukti, bahwa ia menyokong orang-orang (penguasa), murtaddin tersebut. Maka terlepaslah ia dari hukum, dan disamping itu sesuai dengan keadaannya artinya bukan termasuk orang-orang yang murtad.
Disinilah perbedaan antara Ahlussunnah dengan jama’ah-jama’ah At-Tawaqquf  dan At-Tabayyun sebagaimana telah disinggung sebelumnya,, mereka menghukumi orang-orang Islam yang tidak diketahui keadaannya dengan tawaqquf sehingga jelas bagi mereka keadaannya. Atas dasar itu maka tidak boleh menyikapi tawaqquf terhadap para Imam Masjid dan Imam Sholat, melainkan jika mereka menampakkan perbuatan-perbuatan kufur akbar, misalnya menyembah kuburan, bermuwalat kepada murtaddin dan lain sebaginya yang membatalkan syahadat. Adapun terhadap seseorang yang benar-benar majhul yang tidak diketahui sama sekali sesuatu yang dapat menunjukkan  Islamnya, dan seseorang yang hendak bermu’amalah dengannya pun tidak mengenalnya, misalnya yanghendak menikahkannya, maka dalam keadaan seperti ini, sebaiknya menanyakan terlebih dahulu kepadanya tentang dien (agama) nya, dan menanyakan kepada orang-orang lain keadaan orang tersebut untuk meyakinkan bahwa ia benar-benar muslim, bukan kufur asli atau murtad.
2.      Ketika kita nyatakan bahwa kelompok-kelompok penguasa adalah kelompok-kelompok yangkufur dan riddah, maka hal ini menuntutu kita untuk mengetahui siapa dia?
Untuk mengetahui kelompok ini biasanya diketahui dari alasan dan sebab terjadinya riddah atau kemurtadan tersebut, keapa dan perbuatan apa yang mereka lakukan, sehingga dikatakan murtad? Sebabnya adalah menyerahkan hak Uluhiyyah (Ketuhanan) dan Hakimiyyah (memerintah atau menghukum atau membuat undang-undang) kepada selain yang berhak, yaitu Allah Robbul’Alamiin. Inilah alasn dan sebab kemurtadan kelompok ini. Namun banyak juga dari kelompok-kelompok yang terdapat dalam masyarakat ini telah murtad bukan dari sebab ini,seperti orang-orang komunis, orang-orang sekuler, orang-orang yang meninggalkan shalat, orang-orang yang menyembah kubur, akan tetapi yang kita bicarakan disini adalah kelompok yang memiliki persenjataan, kekuatan dan kekuasaan. Sebab dan alasan yang menjadikan mereka kufur adalah pembuatan syariat (tasyri’), yang mana mereka berkumpul dan sailng tolong menolong, antara satu dengan yang lain dalam rangka mensuksekskan dan menjayakan syariat jahiliyah tersebut. Maka pembuatan syariat yang batil (sebab pembuat syariat yang haq hanyalah Allah). Dan penggubah undang-undang syariat tersebut, orang yang memerintah atau yang menghukum dengannya, orang yan membelanya, orang yang mendo’akan kebaikannya dan orang yang menghiasinya serta memperindahkannya mereka inilah yang kita sebut sebagai kelompok murtad.
3.      Kalau kita telah menghukumi bahwasanya suatukelompok itu merupakan kelompok murtad apakah berarti kita mengkafirkan setiap individu yang terdapat dalam kelompok itu, lalu kita memutuskan bahwa mereka masuk ke dalam neraka jahannam selama-lamanya? Pembahasan masalah ini panjang lebar dan banyak perbedaan pendapat, dalil-dalilnya memerlukan kajian-kajian yang cermat dan mendalam. Termasuk hal yang tidak baik dalam mensikapi masalah ini adalah menuduh bahwa orang yang mengkafirkan mereka secara individu berarti ahlul ghuluw (golongan yang melampaui batas) dan ahlul bid’ah atau sebalknya orang yang tidak mengkafirkan secara individu yang terlibat dalam kelompok riddah tersbut dituduh sebagai ahul irja’ dan ahlul bid’ah. Maka masalah ini adalah termasuk masalah pemahaman dan masalah khilafiyah yang ada kemungkinan berselisih dalam memahaminya, dan yang menjadi pokok permasalahannya adalah berkisar pada mempergunakan penghalang-penghalang yang menghalangi jatuhnya hukum kufur terhadap kelompok yang menolak dan melawan syariat Islam tersebut, bukan pada masalah bahwa bermuwalat (berwala’) yang dzahir itu tidak bisa mengkafirkan diri seseorang sehingga terbukti adanya perwalasan secara batin (yang berpemahaman seperti ini adalah termasuk ghulat (pelampau batas) murji’ah, sebagaimana yang telah kita jelaskan dala risalah At-Tha'ifah al Manshurah II ), akan tetapi hal ini tidak menghalangi kita untuk menghukumi sejumlah besar dari personal-personal yang ada dalam kelompok tersebut dengan kafir dan murtad, jika kita dapat membuktikan tidak adanya penghalang pada mereka untuk dihukumi kafir dan murtad, misalnya seperti orang-orang yang dididik dan dilatih secara khusus dari bagian keamanan baik kepolisian maupun militer untuk menghadapi harokah-harokah atau jama’ah-jama’ah Islam, mereka mempelajari syari’at Islam dengan sungguh-sungguh, lalu menghafalkan dalil-dalilnya, dengan tujuan untuk berdiskusi dengan ikhwah sewaktu menyidik dan mengintogasi mereka, maka orang-orang yang seperti ini tidak ada halangan lagi untuk dikenakan sifat kufur terhadapun ya, sebab keterangan dan penjelasan sudah tersebar, barisan pun sudah jelas mana yang membela Islam dan mana yang membela selain Islam (kekufuran). Maka setiap pasukan musti sudah mengerti bahwasaya mereka adalah mempertahankan  pemerintahan kufur dan melawan pasukan Islam. Maka pendapat yang tidak mengkafirkan pasukan tesebut tak lain hanya merupakan perbantahan dan percekcokan belaka.
Dan selain itu ada juga hal-hal yang menjadi sebab dan alasan kafirnya seseorang yang ada dalam kelompok ini, seperti tersebarnya perbuatan mencela Allah, mencela Rasul-Nya dan mencela sesuatu dari Isalm dalam kalangan kelompok ini. Disebagian negara telah menjadi perangai dan kelakuan kebanyakan tentaranya dan polisinya mencela Allah, mencela Rasul-Nya, atau mencela Islam, maka mereka in jelas telah kafir dan murtad, dan tidak ada penghormatan untuk mereka.
II.  Qoidah Kedua : wajib berjihad melawan kelompok-kelompok kufur riddah tersebut dan tidak bermuwalat kepadanya atau membantunya. Apabila telah jelas bahwa kelompok-kelompok yang memiliki persenjataan, kekuatan dan kekuasaan adalah kelompok yangkufur dan murtad, maka wajib atas seluruh kaum muslimin brjihad dan memerangi kelompok tersebut, sampai tergulingkan atau sampai kembali kepada Islam. Dan hukum memerangi kelompok ini adalah hukum jihad defensif yaitu fardhu’ain, tidak ada suatu jenis syarat untuk melaksankaan kewajiban ini selain “kemampuan”, jika tidak ada kemampuannya maka ia wajib i’dad, tidak ada seorang muslimpun yang terkeluar dari hukum ini, yaitu jihad melawan kelompok tersebut atau I’dad untuk berjihad,dan yang perlu diingat bahwa adnya kemampuan itu adalah merupakan syarat diwajibkannya, bukan syarat benarnya. Oleh karena itu. Barang siapa yang memerangi mereka sedangkan dia meyakini bahwa dirinya akan hancur dan kalah tidak mencapai kemenangan, maka ia adalah seorang mujahid yang memperoleh pahala dn tidak berdosa, dan jika tidak mampu melakukan, I’dad, maka wajib berhijrah, jika tidak mampu berhijrah, maka wajib ‘uzlah, maka dalam situasi yang ktia tidak mampu berbuat apa-apa, mau bergabung dengan jama’ah kaum muslimin dan imam mereka, tidak ada, mau berjihad melawan kelompok murtad  tidak mampu, mau melakukan I’dad pun tidak mampu, mau berhijrah tidak ada kemampuan dan tidak ada jalan, jika secara jujur memang demikian keadaannya, bukan karena malas atau karena cinta dunia atau karena alasan-alasan lain yang tidak dibenarkan syari’at, maka jalan terakhir adalah ‘uzlah, sebagaimana perintah Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Hudzaifah radhiyalloohu anhum
KHOT
Maka tinggalkanlah firqah-firqah itu seluruhnya, meskipun kamu menggigit akar pohon, sehingga kematian menjemputmu dan kamu dalam keadaan seperti itu” (H.S.R Imam Bukhari dan Muslim).
Gerakan pemurtadan terhadap umat Islam bukanlah masalah yang baru terjadi pada masa sekarang ini. Kemurtadan yang terjadi sekarang ini bukan awal kemurtadan, bahkan kemurtadan telah terjadi sejak awal-awal Islam datang. Maka para ulama’ dan para pemimpin ummat ini sebenarnya telah memberikan petunjuk dan rambu-rambu yang jelas dan rinci untuk menyikapi masalah ini. Akan tetapi sesuatu yang baru untuk menghadapi kenyataan ini pada masa kini adalah sikap lari dari menghadapi kenyataan, memandang remeh urusannya dan menganggap sedikit bahayanya. Padahal sebenarnya arus dan badai kemurtadan yang baru ini adalah sesuatu yang paling berbahaya untuk dihadapi yang menimpa terhadap Isalm. Meskipun arus kemurtadan ini jelas dan gamblang tetapi karena pemikiran murjiah yang menyeleweng telah mendominasi ummat ini terutama para masyayikhnya-kecuali yang dirahmati Allah- sehingga menghalangi mereka dari melihat dengan teliti dan cermat dalam masalah ini, serta membongkarnya sampai ke akar-akarnya, kemudian pemikiran jabariyah yang menyeleweng juga dominan pengaruhnya terhadap umat ini, sehingga tidak begitu perduli terhadap masalah kemurtadan yang besar ini mereka, menyerahkan urusan ini kepada Allah tanpa disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengatasinya, sebagaimana yang dituntut oleh syariat dan sebagaimana pula sunnatullah yang ada di alam ini. Sudahkah Antum membaca fatwa-fatwa sebagian syaikh-syaikh kelompok yang menyatakan “As-Salafi” dan ustadz-ustadznya yang mengatakan bahwa untuk menghadapi kefasikan, kedzaliman, kemungkaran yang dilakukan oleh para penguasa pada masa kini adalah dengan memperbaiki amal kita baik dari sisi aqidah, metode dakwah, ibadah maupun akhlak dan mengikuti ajaran Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, dalam menghadapi penguasa (menurut pendapat mereka yaitu minus dari ‘amar makruf nahi mungkar dan  Jihad). Dengan kata lain baik mereka sadar ataupun tak sadar, mereka meyakini bahwa diri mereka tidak dibebani kewajiban untuk merubah kedzoliman, kefasikan dan kemungkaran para penguasa secara langsung, mereka cukup memperbaiki diri sendiri, adapun yang berhak merubah secara langsung, adalah Allah Ta’ala. (Rujuk qoul Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kaset silsilah Al Huda wa An-Nuur, baca risalah-risalah “As-Salafi” dalammasalah ini, lihat kajian dhalalnya (tidak terbaca) dalam majalah As-Syariah Vol I No 05 hal 14).
Sekarang bandingkan sikap golongan jabariyah dan sikap Ahlussunnah dalam mengemban danmenunaikan taklif atau tanggung jawab kewajiban ini. Sikap Ahlussunnah tercermin dalam hadit yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang shohih, yang telah disebutkan sebelumnya (lihat halaman (depan)) yang artinya :“ Dari Abu Umamah radhiyalloohu ‘anhu, Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda “Seutama-utama Jihad adalah mengatakan kebenaran dihadapan penguasa yang dzhalim.” Dan telah berpuluh-puluh ulama’ dan tokoh-tokoh ahlussunnah yang telah menunaikan kewajiban ini, dan tidak sedikit yang menemui ajal dan syahadahnya karena pedang dan cambuk peguasa.
Sesungguhnya penamaan dan penyebutan kelompok-kelompok murtad dengan nama sebutan tersebut, atau terbaliknya negara dari negara Islam kepada negara yang murtad, telah dibentangkan dalam kitab-kitab fiqih dengan penuh keberanian dan sangat jelas. Kenapa harus lari dari menghadapinya? Dan mengapa sebagian orang memahami bahwasanya pendapat harokah-harokah jihad as-salafiyah tentang wajibnya berjihad melawan kelompok-kelompok murtad dikatakan sebagai pendapat atau ucapan bid’ah dan dusta?
Sesungguhnya teror yang dilancarkan oleh para masyayikh (ulama’) penguasa, kemudian para  masyayikh murji’ah, lalu orang-orang awam dan kalangan kaum muslimin yang tanpa ilmu bagaikan burung beo, inilah yang menjadikan banyak orang yang menyembunyikan kepalanya di dalam pasir dan tidak berani nongol, karena takut di tuduh beraqidah khawarij, atau melampaui dan ekstrem. Sampai dosa-dosa kufur akbar yang membatalkan iman yang dilakukan seseorang menurut mereka, tidak mengharuskan pelakunya menjadi kafir, maka orang-orang yang mencela Allah, Rasul-Nya dan mencela Islam dalam majlis-majlis pertemuan mereka katakan tidak kafir kecuali jika si pencela tersebut menghalalkan perbuatannya. Atau mereka katakan barangkali si pencela jahil atau tidak mengerti hukumnya, mencela….dan macam-macam lagi alasan yang pada intinya tidak mengkafirkan pelaku kufur akbar kecuali setelah melihat isi hatiya. Seolah-olah mereka para pentakwil itu tidak melihat adanya kufur yang ditimbulkan karena kemurtadan dan merubah dien, maka bagaimana mungkin orang -orang yang seperti ini dapat memahami pendapat harakah-harakah jihad as-salafiyah?
Termasuk penemuan baru yang dihasilkan oleh fikiran ahlul bid’ah diatas ialah : mereka  melemparkan ungkapan atau istilah Takfir atau dengan bahasa ammiyan Al Mukaffiratiyah  (orang-orang yang kerjanya mengkafirkan orang) atau jama’ah-jama’ah takfir, terhadap orang yang menyatakan bahwa para penguasa yang mengganti syariat Allah dan kelompok-kelompoknya adalah kafir. Seandainya kitadatangi mereka lalu kita tanyakan, apa yang kalian maksudkan dengan lafadz takfiri itu, niscaya mereka tidak akan bisa menjawabnya. Mereka tidak sadar bahwa takfir adalah  bagian dari Islam yang mana Islam seseorang tidak dianggap syah kecuali dengannya, sebab seseorang muslim itu Islamnya bermula dari kalimah tauhid laa ilaaha ilallaah (KHOT SYAHADAT ) dan bagian dari kalimat ini adalah laa ilaaha (KHOT) yang berarti mengkufuri seluruh ilah-ilah (tuhan-tuhan) yang batil, mengkufuri penyembah-penyembahnya dan mengkufuri wali-walinya sebagaimana firman Allah ta’ala (QS. Al Baqarah (2): 256).
KHOT
Artinya : “Maka barangsiapa yang ingkar kepada thaghut, dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnyaia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.”
Maka tindakan Islam adalah mengingkari thaghut danberiman kepada Allah. Apakah mereka tidak mengetahui bahwanayaa tidak mengkafirkan orang kafir adalah kufur terhadap Allah ta’ala, bahkan keadaan mereka sudah sampai pada taraf  bersikap tawaqquf dalam mengkafirkan orang-orang yahudi dan orang-orang nasrani, katanya mereka tidak kafir, karena mereka bodoh..kasihan..!!
Mahasuci Allah Dzat Yang Maha  Membagi-bagikan akal , lalu menyesatkan segolongan manusia dan memberi petunjuk segolongan yang lain.
Telah kita katakan bahwasanya badai gerakan-gerakan pemurtadan atas ummat ini bukannya masalah yang baru terjadi pada masa sekarang ini. Pada masa akhir-akhir kehidupan Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, artinya Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam masih hidup, muncul seorang manusia yang mengaku nabi dan menerima wahyu bernama Musailamah, Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, menamakannya Musailamah Al-Kadzab (pendusta), dan terjadi juga kemurtadan atas penduduk Yaman, yaitu Al Aswad Al Ansi, maka bangkitlah salah seorang shalih bernama Fairuz ad-Dailami beserta sekumpulan dari tentara Islam, untuk melakukan operasi kudeta terhadapun ya dan berhasil membunuhnya sehingga Yaman kembali ke pangkuan Islam.
Adapun tentang Musailamah si Pendusta dan Pembohong itu, semakin menjadi-jadi kebohongannya sesudah wafatnya Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam dan menyebarlah gerakan kemurtadan ke seluruh jazirah Arabia. Semakin banyak orang-orng yang mengaku sebagai nabi seperti Sajah binti Al-Harits, Laqith bin Malik al Azdi, dan Thulaihah (disebutkan dalam riwayat bahwa Thulaihah telah murtad pada masa nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam, lalu beilau mengirim Dhirar bin Azwar radhiyalloohu anhum, kepada para pegawinya atas Bani As’ad dan memerintahkan kepada mereka agar bertindak dengan tegas terhadap setiap orang yang murtad). Pada waktu itu manusia kembalil kepada kehidupan jahiliyah dengan mencampakkan kewajiban-kewajiban yang telah diwajibkan oleh syariat, diantara mereka ada yang mengingkari kewajiban zakat, mereka menyatakan bahwaa wajibnya zakat, hanya untuk Rasululah sholallohu ‘alaihi wa sallam asja, Abu Bakar radhiyalloohu anhum tidak berhak, ada juga diantaranya yang mengatakan mau diserahkan sendrii kepada orang-orang yang berhak menerima zakatnya dan tidak akan menyerahkannya kepada Abu Bakar radhiyalloohu anhum, orang-orang yang lemah imannya menyangka bahwa mata pedang telah tumpul dengan wafatnya Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, maka mereka memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar dari dien Islam ini, sehingga hampir seluruh jazirah Arabia dilanda kemurtadan, tidak tersisa melainkan Makkah, Thaif, Bahrain dan Madinah.
Kemurtadan menjalar ke seluruh kabilah-kabilah, desa-desa, kampung-kampung, dan kumpulan-kumpulan manusia. Maka bangkitlah para shahabat Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, dengan sungguh-sungguh untuk menanggulangi dan menyelesaikan masalah kemurtadan ini dibawah pimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyalloohu anhum yang pada saat itu terlihat sifat kerasnya yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sehingga tatkala ada beberpa utusan yang menyampaikan berita-berita buruk kepada beliau yang menakutkan orang, berita itu tidak menjadikan beliau gentar dan kendor semangatnya, malah memerintahkan agar peperangan dan pertempuran dipergencar dan diperhebat lagi. Sampai Dhirar bin Azwar radhiyalloohu anhum berkata : “Aku tidak melihat seorangpun yang bukan Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam yang penah dipenuhi dengan perang yang keras dan habis-habisan dari pada Abu Bakar, kami memberitahu kepadanya berita-berita yang buruk, tentang kemurtadan dan besarnya kemurtadan, akan tetapi seolah-olah berita yang kami sampaikan kepadanya dianggapnya sebagai kebaikan baginya bukan sebagai keburukan”
Dan wasiat beliau kepada tentaranya agar menebas tengkuk-tengkuk orang-orang murtad tanpa belas kasih atau berlambat-lambat. Sehingga diriwayatkan bahwa beliau radhiyalloohu anhum telah membakar seorang laki-laki yang bernama Iyas bin Abdullah bin Abdi Yalail ia dijuluki sebagai Fuja’ah (orang yang menyerang secara tiba-tiba), karena ia telah menipu beliau dalam mengambil harta untuk jihad kaum murtaddin, lalu ia bergabung dengan mereka, atau dinyatakan dalam salah satu riwayat ia menjadi penyamun jalanan. Peperangan berkecamuk diseluruh jazirah tidak ada seorangpun dari shahabat yang mengeluh dalam megnarugi peperangan ini, mereka menjadi paukan-pasukan yang handal dan pahlawannya. Sehingga jazirah arab kembali kepada hukum Islam dan kekuasaannya.
Selanjutnya marilah kita lihat contoh kemurtadan yang lain. Tatkala ahlul Haq lalai dan mereka  lemah,maka orang-orang murtad dari golongan Isma’iliyyah Ubaidiyah dapat menguasai Al-Maghribi, lalu menguasai Mesir. Mereka mendirikan Daulah Ubaidiyah di Al-Maghrib, dan kekuasaannya menjadi kuat disana, mereka menganti syariat dan merubah hukum-hukumnya. Maka bagnkitlah para cerdik-cendekiawan Islam di Al Maghrib dari ulama’-ulama’yang hebat-heba dari kalangan Madzhab Maliki untuk memerangi mereka tanpa ragu-ragu.
Ketika Abu Yazid salah seorang khawarij bermazhab Ibadiyah bangkit ikut serta memerangi mereka, sebagian manusia ragu-ragu untuk memerangi orang-orang murtad di bawah panji-panj khowarij, maka seruan pemimpin-pemimpin yang ‘alim pada saat itu yaitu : “Kita berperang dibawah panji-panji orang yang beriman kepada Allah melawan-panji-panji orang yang kufur terhadap Allah” maka merekapun berpara ng dibawah panji khawarij untuk melawan orang-orang yang murtad dan orang-orang zindiq.
Dan para pemimpin yang pakar lagi cerdik itu menggunkan mushaf Al-Qur’an dilehernya lalu keluar untuk memerangi orang-orang murtad sampai menemui kesyahidannya. Pada saat itu para ulama Al-Malikiyah Ashabu Salman mengeluarkan fatwa yang agung dan luar biasa, bisa dibilang merupakan pertama kali dalam sepanjang sejarah ahlul ilmi pada umat ini.
Dengan demikian orang-orang murtad mengetahui bahwa bumi Al-Maghrib tidak menjamin ketenangan dan kenyamanan bagi mereka, maka merekapun mengarahkan para pemimpinnya ke Mesir dan dapat menaklukkannya dan menguasainya atas bantuan orang-orang sufi yang keji lagi buruk itu, yang telah melapangkan jalan untuk mereka sehingga berhasil memasuki-khemah-khemah tanpa adanya perlawanan sama sekali. Mereka beberapa tahun menguasai Mesir, sampai datangnya Sholahuddin Al-Ayyubi dan menyelamatkan Mesir dari tangan najis mereka serta mengembalikannya ke pangkuan kekuasaan Islam.
Dan di antara keberanian para ulama Al-Maghrib dan kesyahidannya, serta kekerasannya dan ketegasannya dalam memegang teguh kebenaran, mereka mengkafirkan setiap khotib yang keluar berkhutbah diatas mimbar Bani Ubaid atau yang membuat manusia ragu-ragu dan menyangka bahwa mereka (Ubaidiyah-ed) termasuk orang-orang Islam
Ini merupakan fatwa yang sangat  besar dan nilainya tinggi sekali, umat pada masa itu telah berijma’ dan sepakat dengan fatwa tersebut, Imam Al Qodhi Iyadh Al Maliki memberikan tanggpan yang positif dan memujinya, dan Imam Syamsuddin Adz-Dzahabi memberikan penghormatan dan penghargaan kepada fatwa tersebut dalam kitabnya “Siyaru ‘Alamin Nubala’”.
Gerakan kemurtadan tidak henti-hentinya memunculkan kepalanya dan mengembangkan sayapnya, mereka berhasil membentuk beberapa negara dan basis-basis kekuatan. Golongan Isma’iliyah mendirikan negara sempalan untuk diri mereka di Yaman dan akhirnya dihancurkan oleh Sholahuddin, mereka membuat benteng yang sangat berbahaya di sebut benteng “Ali Maut”, yang terkenal dengan ganasnya dan brutalnya, sehingga menjadi sumber kegoncangan dan kekacauan bagi kaum muslimin.
Mereka menggunakan cara penculikan dalam upaya menghabisi lawan-lawannya, mereka menculik sebagian ahlul ilmi dan berhasl membunuh salah seorang khalifah Bani Abbasiyah, mereka berusaha membunuh Sholahuddin Al-Ayyubi tetapi tidak berhasil, keadaan mereka  semakin kuat kubunya bertambah kokoh, tidak ada kekuatan pada saat itu yang bisa menaklukkannya, maka kegiatan dan urusan mereka berlangsung terus hingga terjadilah agresi penyerangan pasukan musyrik Tartar-Mongol, terhadap negara-negara kaum Muslimin, maka ditaklukkanlah benteng tersebut oleh mereka.
Dan gerakan kemurtadan yang telah memerangi ummat kita bukan yang sudah disebutkan itu saja, masih banyak lagi, perlu kajian komprehensif yang menjadikan seseorang muslim menyadari dan bersedia menerima kenyataan bahwasanya gerakan-gerakan kemurtadan bukannya sesuatu yang baru, demiian juga penelitian dan terapi ahlul ilmi dalam masalah ini bukan sesuatu yang diada-adakan.
Pada masa kini telah terjadi kemurtadan yang sangat berbahaya, terhadap umat ini, kemurtadan itu adalah sekulerisasi dan sekulerisme (pensekuleran dan paham sekuler). Kermurtadan ini telah menghunjam akar-akarnya, menjulang cabang-cabangnya dan melanda ummat Islam di seluruh dunia. Tetapi betapapun hebatnya dan bahayanya amat sedikit sekali orang yang menyadarinya dan dapat memahaminya, apalagi yang bersedia berjihad dan mati syahid untuk melawannya dan memeranginya, sungguh boleh dikata bisa dihitung dengan jari.
Apa penyebab dari kebodohan ini? Tiada lain penyebabnya adalah karma bodoh terhadap hakekat Tauhid yang sebenarnya dan jahil terhadap hakekat ubudiyah kepada allah Subhanahu wa ta’ala hal ini akibat dari panjangnya waktu tesebarnya pada ummat ini dan terinjeksinya ummat ini dengan kuman-kuman murji’ah dna jabariyah yangmenjijkkan. Golongan sufi baik sufi dari segi ibadah dan nusuk (penyembelihan/pengorbanan-ed), maupun sufi dari aspek jalan hidup, manhaj berfikir dan sistem beramal, merekalah yang paling lahap dalam menelan pil busuk, yang diproduksi oleh fikiran sesatnya murjiah dan jabariyah, namun mereka tidak merasa bahwa pil yang mereka  telan itu mengandung kuman yang berbahaya, bahkan sebaliknya mereka  meyakini penuh dengan zat gizi dan vitamin.
Oleh karena itu mereka  berkonsentrasi untuk menyebarkan pemahaman dan konsepsi tentang alam dan kehidupan yang mereka anggap benar, sedangkan  pada hakekatnya sarat dengan kuman danpenyakit sebab bertentangan dengan konsepsi Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kuman-kuman yang disebarkan oleh Jabariyah, Murji‘ah dan Sufiyah ini akhirnya menjadi penyakit kronis yang menimpa umat sehingga mereka menganggap seolah pemahaman dan pemikiran yang sesat tersebut sebagai bagian dari cara berfikirnya seorang muslim, yang wajib ada pada dirinya dan tidak bisa hidup kecuali dengannya.
Karena terhijab oleh pemahaman ahlul bid’ah murji’ah, Jabariyah dan Sufiyah inilah sehingga mayoritas umat Islam termasuk yang mengaku berilmu –kecuali yang dirahmati Allah- tidak dapat melihat gerakan pemurtadan yang sangat dahsyat (sekulerisme dan sekulerisasi), yang sedang melanda umat ini.

2.    Para Ulama’ Penjilat Penguasa Thaghut Dan Tukang-Tukang Sihir Mereka.
KHOT
Allah Ta’ala berfirman (Q.S. Al-A’raf (7): 176).
Artinya : “dan kalau Kami  menghendaki, sesungguhnya kami tinggikan derajat nya dengan ayat-ayat itu tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah maka perumpamaannya adalah seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian inilah perumpamaan orang-orang yang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka)  kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
Di dalam tafsir Ibnu Katsir rahimahullahu disebutkan bahwasanya sebab nuzulnya ayat ini adalah  adanya seorang laki-laki dari kalangan bani Israil yang hidup pada zaman Nabi Musa a.s, yang bernama Bal’am bin Baa’ara’. Ia seorang alim yang dikaruniakan kepadanya ilmu yang banyak dan diberikan kepadanya kelebihan mengetahui Ismullah al Akbar atau Ismullah al Adzhiim (Nama Allah Yang Agung).
Dan apabila ia berdoa pasti dikabulkan, ilmu dan fadhilah yang Allah Ta’ala karuniakan kepadanya tidak dipergunakan untuk berwala’ dan memihak kebenaran dan orang-orang yang memperjuangkan kebenaran,tetapi sebaliknya untuk mendukung ahlul bathil, penguasa thaghut dan para pengikutnya bahkan bersekongkol membuat makar untuk menghancurkan pasukan mujahidin yang dipimpin oleh Nabi Musa a.s, hanya semata-mata untuk mendapatkan imbalan keduniaan. Maka takala para thawaghit mendengar bahwa bala tentara Nabi Musa a.s akan menyerang mereka, para thaghut itu mendatangi Bal’am supaya mendo’akan hancurnya mujahidin, semula ia tidak bersedia, karena ia mengetahui bahwa hal itu merupakan tidnakan khianat terhadap ilmu yang Allah amanatkan kepadanya, namun karena rayuan demi rayuan dan iming-iming keduniaan yang menggiurkan, akhirnya ia menyatakan bersedia.
Dan dalam riwayat lain  disebutkan Bal’am yang mendatangi para thaghut itu dengan sombongnya –laknatullahi alaihi- ia mengatakan kepada mereka “Jangan takut kalian menghadapi Bani Israil, nanti jika kalian keluar untuk memerangi mereka, aku akan berdo’a ke atas mereka,maka mereka akan hancur.” Bal’am hendak melakukan makarnya terhadap mujahidin, maka pergilah ia menuju ke sebuah gunung yang disebut “Husbar” di Syam, untuk mengintai bila tentara Musa a.s dan Bani Israil  dengan menunggang keledai betina, belum lama berjalan diataS gunung tersebut, keledai yang ditunggangi tersebut enggan berjalan dan bertekuk lutut, maka ia pun turun  dan memukulnya sambil menggelincirkannya baru akan berdiri lalu ia tunggangi lagi, belum lama berjalan , menderum dan berlutut lagi , ia pun memukulnya dan menggeilncirkan lagi sambil memberi permisi kepadanya, maka keledai itu mengatakan kepadanya –sebagai hujjah atasnya-“Amboi!, Hai Bal’am kemana engkau pergi? Tidakkah engkau melihat malaikat-malaikat dihadapanku memalakku agar tidak meneruskan perjalanan ini? Engkau pergi menuju Nabiyullah dan kaum mukminin untuk mendo’akan keatas (kehancuran) mereka ?”
Ia tidak peduli dan tidak menahan hasratnya lalu ia pukul lagi keledainya, maka Allah pun membiarkannya kemana ia pergi, sehingga tatkala telah sampai di puncak “Husbar” diatas bala tentara Musa a.s dan Bani Isra’il, ia pun berdo’a ke atas mereka, dan tidak mendo’akan keburukan keatas mujahidin melainkan Allah Ta’ala mengubah lisannya kepada kaumnya, dan tidak mendo’akan untuk kaumnya dengan do’a yang baik melainkan Allah mengalihkan lisannya kepada Bani Isra’il.
Maka berkatalah kaumnya kepada Bal’am, “Hai Bal’am apa yang telah engkau perbuat?” do’amu merugikan kami dan menguntungkan mereka, ia berkata aku tidak memiliki sesuatu dalam hal ini, ini adalah sesuatu yang Allah berkuasa atasnya, lalu terkeluarlah lidahnya dan menjulur hingga menyentuh dadanya, maka ia mengatakan kepada para thaghut dan pendukung-pendukungnya sekarang telah hilang dariku duniaku dan akheratku, maka tidak boleh tidak aku harus membuat makar dan tipudaya terhadap balatentara mujahidin. Oleh karena itu persoleklah wanita-wanita kalian dan berikanlah mereka barang-barang daganga, kemudian suruhlah mereka supaya masuk ke muaskar, atau perkemahan mujahidin, untuk menjajakan barang-barang tersebut dan perintahkan kepada  mereka jika ada seorang mujahid yang berkenan jatuh cinta jangan sampai menolak, sebab kalau ada satu saja diantara mereka, yang berzina maka cukup bagi kalian (maksudnya : Bal’am benar-benar memahami, jika ad salah seoran mujahid yang melanggar dosa besar (berzina), maka Allah Ta’ala akan mendatangkan azab atas mereka seluruhnya).
Singkat cerita ternyata makar  Bal’am berhasil, ada salah seorang dari mereka yang menuruti nafsu syetannya, yaitu Zamri bin Syalnan, kepala suku Yahudi Bani Syam’un bin Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim a.s, jatuh cinta dengan seorang wanita dari keturunan Kan’an bernama khot (kasibati), Zamri membawa wanita itu kehadapan Nabi Musa a.s, konon dia meminta izin sambil mengatakan kepada beliau, “Saya yakin bahwa engkau mesti mengatakan, “Haram atasmu, jangan menghampirinya”..” Beliau pun berkata, “Betul dia haram atasmu, lalu Zamri bersumpah, demi Allah aku tidak bisa menta’atimu dalam hal yang satu ini, maka iapun membawa masuk wanita itu ke dalam khemahnya dan melakukan perzinaan dengannya.” Maka Allah Ta’ala  mengirim tha’un keatas mereka.
Kemudian datanglah salah seorang mujahid bernama Fanhash bin Alizar bin Harun a s (Nabi Harun a s adalah partner Nabi Musa a s) –waktu Zamri awal melakukan maksiat ia sedang pergi, tidak berada di muaskar-, Fanhash menyaksikan mu’askar sedang dilanda tha’un, namun pada awalnya ia tidak mengetahui penyebabnya dan akhirnya dapat diketahui olehnya bahwa ada diantara mereka yang melakukan dosa besar (Zamri), maka iapun masuk dalam khemahnya dengan membawa tombak dan mendapatkan mereka sedang berbaring berduaan, lalu ia tusuk keduanya seperti tusukan sate , kemudian ia membawanya keluar, lalu ia mengangkat tombak satenya keatas seraya mengatakan : “Ya Allah!, demikian inilah yang kami lakukan terhadap orang-orang yang bermaksiat terhadap-Mu.” Maka diangkatlah tha’un dan sierna dari mereka.
Tetapi korbannya sudah begitu banyak, mencapai tujuh puluh ribu yang mati, karena tha’un tersebut dalam jangka masa yang tidak begitu lama yaitu antara awal Zamri melakukan maksiat, hingga dibunuh oleh Fanhash, dalam riwayat lain disebutkan dua puluh ribu yang mati dalam beberapa jam saja, tidak sampai sehari (cuplikan dari tafsir Ibnu Katsir 2/275-277).
KHOT
Artinya : “Maka ceritakanlah kepada mereka ksiah-kisah itu agar mereka berfikir, amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat dzhalim” (Al-A’raf (7) : 176).
Mereka bagaikan anjing, jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga
Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan ada sesudahku para amir (raja-raja), barangsiapa yang mengunjungi mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan membantu kedzalimannya, maka dia bukan termasuk dari (golongan)kudan aku bukan termasuk dari (golongan)nya dan dia bukan termasuk orang yang  bisa minum air telaga (ku)” (H.R. At-Tirmidzi, ia berkata, shohih gharib, sanadnya tunggal), kami tidak mengetahuinya selain dari sanad ini, (Catatan, Asy-Syaikh Nashirrudin al-Albany berkata : Hadits shahih meskipun gharib bisa dijadikan hujjah, hatta dalam masalah ushul, rujukannya (tidak terbaca) dilupakan, kalau tidak salah judul risalahnya: As-Sunnah Ashohihul hujjah, binafsiha –tolong yang punya kelapangan mentahqiqnya-).
Sabda beliau sholallohu ‘alaihi wa sallam lagi : KHOT
Artinya : “Apabila kamu melihat seorang alim yang banyak bergaul dengan penguasa, maka ketahuilah bahwasanya dia adalah pencuri” (H.R. Tirmidzi ).
Berkata Muhammad bin Maslamah :
Seekor lalat diatas tahi itu lebih baik daripada seorang qori, diatas pintu orang-orang itu (para penguasa)
Berkata Imam As-Suyuthi : KHOT
Artinya :  Jumhur salaf dan orang-orang yang sholeh terkemudian berpendapat bahwa hadits-hadits dan atsar-atsar ini, berlaku secara umum, baik sang alim itu diundang atau tidak baik diundangnya untuk maslahah diniyah atau yang lain
Berkata Imam Sufyan Ats-Tsauri : KHOT
 Artinya :“Jika mereka mengundang kamu utnu membacakan kepada mereka “Syarh Al-Ikhlash” maka janganlah kamu mendatangi mereka
(lihat : “Maa Rawahul Asaathin fi ‘adamil Maji’ Ilas Salathin” As-Suyuthi, hal 58-76, bisa dirujuk lagi pada Taujihat Manhajiyah (I)-Abu Abdullah hafidzahullah- hal 24).
Berkata Imam Abu Faraj Ibnul Jauzy :
KHOT
Artinya : “dan termasuk bagian dari pemalsuan Iblis terhadap para fuqoha’ (ulama’)adalah pergaulan mereka dengan para raja-rahja dan sulthon-sulthon, mencari muka mereka dan tidak menyalahkan dan mencela mereka –padahal mampu berbuat demikian- mungkin mereka mengizinkan atau membolehkan bagi sang penguasa dalam sesuatu hal yang sebenarnya tidak boleh sama sekali bagi mereka (menurut syariat), hal itu dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bagian dari keduniaan mereka. maka dengan itu akan terjadi kerusakan dalam tiga bidang. Pertama : Sang raja akan mengatakan : “Kalaulah aku tidak diatas yasng benar, tentu si faqih (alim) itu menyalahkan atau mencela aku, bagaimana aku tidak menjadi orang yang benar, sedang dia makan dari hartaku”. Kedua : orang awam (masyarakat  umum), akan mengatakan : “Tidak mengapa sang raja ini (baik-baik saja tidak melanggar syari’at), begitu pula hartanya dan perbuatan-nya, karena si anu yang faqih itu senantiasa berada di sisinya.” Ketiga:  si faqih dengan sikapnya itu berarti rusak agamanya” (Talbisu Iblis hal : 118, bisa di rujuk pada Tauhihat Manhajiyah I hal 24).
Dari keterangan diatas kita dapat mengetahui begitu buruknya, kejinya dan sesatnya Bal’am bin Ba’ura’ dan ulama’-ulama’ yang sepertinya dan begitu pula besarnya madharat dan bahayanya terhadap umat seluruhnya termasuk terhadap Tho’ifatun Najiyah al Manshurah (Mujahidin), coba bayangkan, bala tentara Mujahidin yang berkata gorikan sebagai wali-wali Allah, yang dipimpin oleh orang yang tergolong sebagai manusia terbaik, termulia dan ma’shum yaitu Nabi Musa bin Imran a.s dan Nabi Yusya’ bin Nun a.s, bisa porak-poranda dan tujuh puluh ribu jiwa yang menjadi korban, belum lagi kerugian-kerugian lain baik maknawi maupun materi, gara-gara angkara murka Bal’am bin Ba’ura.
Sekarang mari kita fikirkan berapa banyak kerugian bagi pihak kaum mukminin -wallahu a’lam tidak bisa dibayangkan Allah sendiri Yang Maha Mengetahui- yang jelas pemerintahan  Islam Afghanistan yang didirikan oeh At-Tholiban, satu-satunya pemerintahan yang ada dimuka bumi pada masa kini yang didirikan atas dasar taqwa dan Islm yang benar, serta bebas dari campur tangan orang-orang kafir dan pihak-pihak penjajah, adapun negara-negara kaum muslimin yang ada sekarang ini tidak ada satupun yang bebas dari tangan-tangan kotor mereka bahkan wujudnya sebagai boneka-boneka salibis, zionis, komunis, dan lain sebagainya, disamping itu berapa banyak putra-putri Islam baik-baik yang tidak bersalah, dan para mujahidin wali-wali Allah yang menjadi korban, sungguh tidak bisa dihitung, berapa pula yang dipenjara oleh musuh-musuh Allah tanpa ada kesalahan yang jelas selain karena benar-benar beriman kepada Allah, berapa kerugian di bidang maknawi dan materi bagi kaum mukminin baik yang berada di Afghanistan, di negara-negara Arab maupun negara kaum Muslimin yang lainnya, yang jelas seluruh keuntungan di tangan-tangan musuh-musuh Islam, tentunya selain yang bersifat pahala dan ukhrowi. Semuanya ini tidak terlepas juga dari angkara murka Bal’am-Bal’am pada masa kini.
Kalau Bal’am bin Ba’uro’ berusaha membinasakan bala tentara mujahidin dengan do’anya dan fatwanya kepada para thaghut agar mempersolek wanita-wanita,nya untuk memperdayakan mujahidin, maka usaha keji Bal’aim  atau bal’am-bal’am pada masa kini untuk membinasakan mujahidin dan para pendukungnya dari kaum mukminin jauh lebih besar dan lebih berbahaya lagi.
Silahkan ikuti fatwa di bawah ini :
Setelah terkuburkan dongengan-dongengan kedigdayaan dan kehebatan negara thaghut yang terbesar di muka bumi (U.S.A) dengan porak-porandanya Pentagon, lambang kepongahan dan kesombongan, dan hangusnya WTC lambing kebanggaan ekonomi riba kapitalismenya, maka pada tanggal 19/1o/2001 M, Kementrian Luar Negeri Amerika mengeluarkan pernyataan, dengan judul ‘Ulama’-Ulama’ Islam Menolak Seruan bin Ladin Untuk Berjihad Melawan Orang-orang Amerika, dalam pernyataan itu disertakan fatwa-fatwa enam ulama’ dari Timur Tengah dan Afrika Utara, yang di keluarkan tanggal 27 September 2001, yang mengatakan bahwasanya dengan kewajiban syariat Islam, maka sesungguhnya perbuatan-perbuatan teror bisa dikatakan sebagai harabah (melancarkan peperangan terhadap masyarakat) ulama’ tersebut adalah As-SyaikhYusuf  al Qordhowi, pembesarnya ulama’ dan ketua Majlis As-Sunnah dan As-Sirah di Qathar, Al Qodhi Thoriq Al-Basyari, Wakil Ketua I Majelisud Daulah Mesir, Doktor Muhammad Al ‘Awa, UstadzAl Qorun al Muqorin was Syari’ah Mesir, Doktor Haitsam al Khiyath, seorang Ulama’ Islam di Syiria, As-Sayyid Fahmi Huwaidi, seorang Ulama’ di Mesir, Asy-Syasikh Thoha Jabir al Ulwani Ketua Majelis ‘ala Amerika Utara ” (dikutip dari penjelasan Kementrian Luar Negeri  Amerika).
Dan fatwa tersebut selengkapnya dipublikasikan di surat kabar “Asy-Syarqul-Awsath” pada tanggal  8/10/2001 M. antara lain kendungannya adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya kami berpendapat akan pentingnya mencari pelaku-pelaku yang sebenarnya bagi tindakan kriminal  ini, dan orang-orang yang ikut serta menganjurkan, membiayai, membantu dan membawa mereka ke depan pengadilan, untuk menghukum mereka dengan hukuman yang sepatutnya yang dapat menghardik mereka dan orang-orang yang sepertinya yang memandang remeh terhadap nyawa orang-orang yang tidak bersalah dan harta benda mereka serta mengancam keamanannya…dan semua ini termasuk kewajiban bagi kaum muslimin untuk ikut serta andil di dalamnya dengan segala cara yang mungkin dilakukan …. ”.
Sebagai kesimpulan bahwasanya tidak ada salahnya –Insya Allah-bagi tentara yang beragama Islam ikut serta dalam perang dalam pertempuran yang terjadi untuk melawan orang-orang yang dicurigai biasa melakukan teror atau yang melindungi mereka dan yang memberikan kesempatan kepada mereka berlatih dan bertitik tolak dari negeri mereka, disertai dengan niat yang benar. Sebagaimana telah kami jelaska untuk menolak segala keraguan yang boleh jadi dikaitkan dengan mereka dalam perwala’an mereka kepada negeri-negeri mereka (dengan kata lain maksudnya tentara-tentara dari negara-negara kaum musilmin hukumnya boleh ikut serta memerangi mujahidin dan pemerintahan Islam at-Thaliban di bawah pimpinan orang-orang kafir salibis dan sebagainya –laknatullahi ‘alaihim- agar negara mereka tidak dicurigai memihak kepada mujahidin).
Ana tidak perlu mengulas fatwa yang dungu lagi menjijikkan itu, ana tidak terfikir  sebelumnya ada sekelompok manusia yang mengaku beragama Islam apalagi dijuluki ulama’, sampai keluar dari otaknya fikiran yang senajis dan sesesat itu, tetapi bila ana ingat kembali, sebagian balaim tersebut sudh terlalu banyak pemikiran dan pemahaman dholalnya[2], dan mengkaji lagi firman Allah (Al-A’raf (7): 176-177) barulah ana menyadari kembali bahwa sunnatullah tidak akan pernah berubah sejarah akan selalu terulang, fir’aun-fir’aun dan thaghut-thaghut yang pernah wujud pada masa silam bermunculan pada masa sekarang, demikian juga halnya dengan Bal’am. Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.
Seterusnya marilah kita simak qoul-qoul dan kkomentar-komentar dari sebagian ahlul ilmi yang tsiqoh dan dari masyasyikh Ahluts-Tsughur (Mujahidin), tentang para thawaghit dan bal’am-bal’amnya :
1.    Imam Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, berkata : Sesungguhnya mereka para thaghut yang diyakini manusia bahwa ada pada mereka kewajiban, tho’at dari selain Allah, mereka seluruhnya adalah kafiryang murtad dari Islam. Bagaimana tidak, mereka menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah dan mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah, mereka berbuat kerusakan di muka bumi dengan perkataan mereka, perbuatan mereka  dan bantuan mereka dan barang siapa yang mendebat untuk membela mereka atau menyalahkan dan mencela orang yang mengkafirkan mereka, dan mengatakan bahwa perbuatan mereka ini –walaupun bathil- tidak mengeluarkan mereka kepada kekufuran, maka paling tidak orang yang memantah untuk membela mereka tersebut adalah fasiq, karena sesungguhnya tidak syah dinul Islam, melainkan dengan baro’ah (berlepas diri) dari mereka dan mengkafirkan mereka “( Ar-Rosa’il Asy-Syakhsiyah hal 188).
2.    As-Syaikh Abu Muhammad al Maqdisi berkata : bagi orang yang bertauhid musti mengetahui kedudukan para ulama’ yang sesat yang mendebat untuk membela pemerintahan-pemerintahan yang ada, mereka dinina bobokkan dalam pangkuannya dan ditetekkan dengan air susunya, maka dengarkanlah semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, kepada kebenaran yang kamuberi’tiqod dan beragma keada allah dengannya dan kami tidak peduli dengan celaan orang-orang yang mencela, atau tikaman orang yang menikam, atau kkedustaan orang yang mengada-adakan yuan benar, ulama’-ulama’ seperti itu mesti ditinggalkan, dan tidak dituntut ilmu dari mereka, dan tidak dimintai fatwa darinya sejak semula. Karena ilmu itu menurut sebagian salaf adalah “Dien  maka lihatlah dari siapa kalian mengambil dien kalian, akan tetapi wajib menasehati mereka dan meninggalkan mereka sehingga mereka berhenti dan meninggalkan perangainya caari muka di depan para penguasa dan cenderung kepada mereka serta membela mereka.
Didepan mereka hanya satu dari dua pilihan yaitu : berani terus terang menyatakan kebenaran kepada umat dan membongkar kepalsuan dan kerapuhan para thoghut, ini kedudukan yang paling tinggi dan tidak ragu lagi bahwa disebaliknya terdapat ujian,cobaan dan dugaan, tetapi di sebalik itu juga akan memperoleh kemenangan, kejayaan dan surga, dan pada sikap tersebut bisa menasihati umat dan mendzahirkan dienullah dengan sejelas-jelasnya….
Jika mereka tidak mampu mencapai kedudukan yang tinggi itu, maka supaya mereka uzlah meninggalkan pemerintah dan minimal tidak ikut andil dalam pemalsuan, penyamaaran dan penyesatan termasuk mendirikan bentuk syariat sesuai dengan selera sang penguasa. Jika para ulama’ tersebut tetap mempertahankan keadaan mereka yang rusak lagi menjijikkan itu, maka wajib meninggalkan mereka dan tidak bermu’amalah dengandengannya atau meminta fatwanya, khususnya dalam masalah Siyasah Syar’iyah, Problematika Jihad, da masalah para penguasa. Ini bukan bid’ah, inilah cara dan jalan Salaf , para salaf telah banyak membicarakan tentang orang yang menerima hadiah dari penguasa, menjadi utusan penguasa, mereka telah mencela dan mencerca orang yang menduduki jabatan pada sisi penguas, padahal penguasa tersebut hanya penguasa dzhalim saja, maka bagaimana pula terhadap penguasa yang kafir, yang musyrik, yang mulhid?
Kebanyakan ulama’ yang ada telah terjatuh dalam pangkuan para thaghut dan pemerintahannya, maka tidaklah berubah jika mereka ditanya atau dimintai fatwa dalam masalah siyasah syar’iyah, masalah hukum dan para penguasa, atau tentang polisi thaghut atau tentara mereka, atau palemennya dan sebagainya, oleh karena itu, wajib waspadadalam menanggapi fatwa-fatwa mereka yang berhubungan dengan masalah-masalah tersebut.
Inilah minimal sikap seorang muslim untuk menghadapi mereka, maka yang wajib sebagaimana yang telah kami katakan sebelumnya adlaah meninggalkan mereka dan mencela dan meninggalkan halaqah-halaqah mereka sehingga mereka minimal meninggalkan dan uzlah dari pemerintahan thaghut “Al-Kawasif Al Jaliyah fi Kufri Ad Daulah As Saudiyah, bisa dirujuk pada Taujihat Manhajiyah Abu Abdillah II/17”.
3.    Berkata  Al-Allamah Abdul Qodir bin Abdul Aziz: :”Kami berpendapat pada zaman kita sekarang ini bahwa para penguasa yang murtad di seluruh negara masing-masing tidak membentuk sekelompok dari para masyayikh (bal’am-bal’am) untuk memberikan gelaran-gelaran yang hebat-hebat dan menggelora seperti Ashabul Fadhilah sholallohu ‘alaihi wa sallam samhah untuk menipu rakyatagar laku dan laris kebatilan mereka, mereka memberikan gelaran-gelaran Imam Syariah Islamiyah untuk menyesatkan orang awam, maka mereka para masyayikh itu dan yang sejenisnya tidak diragukan lagi akan kufurnya danmurtadnya (Dan barangsiapa yang berwala’ kepada mereka dari kamu maka sesungguhnya dia termasuk mereka (Q.S.(5): 51), dan karena mereka telah ridho dengan kekufuran dan tidak mengkafirkan parapenguasa yang kafir yang telah di tunjukkan oleh salib-salib atas kufurnya mereka. “Al Jami’ fi Tholabil ‘Ilmi Asy-Syarif.”
4.    Berkata Asy-Syaikh Aiman ad Dhawahiri. : ….Dan bentuk lain dari para mufti, mereka menyeru kepada mentaati pemerintah dan dalam masa yang sama menyatakan  bahwa para mujahidin adalah adalah orang-orang yang menyeru kepada fitnah! Sedangkan mereka telah membolehkan meminta bantuan kepada orang-orang amerika, dengan pasukannya yang begitu banyakmemenuhi ufuk dan armada lautnya yang terkenal kesombongannya memadati lautan, jumlah mereka mencapai ratusan ribu terdiri dari tentara-tentara siap tempur dari para penuntutu keamanan! Dan kita tidak tahu siapa yang diamankan dan mengamankan siapa? Dan dikeluarkan dari mereka fatwa-fatwasecara kolektif tentang bolehnya minta bantuan kepada kekuatan Amerika untuk menghadapi pemerintahan Ba’ats Irak dengan alasan dharurat (terpaksa), bahkan mereka memberikan legalitas dengan sempurna terhadap keberadaan sejumlah besar tentara-tentara kafir untuk memerangi bumi yang paling suci bagi kaum muslimin, dan hampir sudah duabelas tahun berlakukeberadaan tentara kafir tersebut sejak mundurnya dan menyerahnya Irak dengan pengepungan tentara itu anak-anak Irak yang menjadi korban meninggal dunia, jumlahnya hampir mencapai satu setengah juta, namun demikian tidak keluar satu kalimatpun dari mulut-mulut para pemakan gaji istana itu dalam masalah ini.
Sebenarnya masalahnya bukan minta bantuan kepada tentara-tentara kafir untuk melawan Shaddam yang Ba’ats itu akan tetapi urusan sebenarnya bahwa tentara-tentara kafir itu hendak menjajah dan menguasai sumber ekonomi (sumber minyak)  di jazirah Arab, maka tidaklah dharurat untuk mendatangkan tentara Amerika, karena pasukan negara-negara Arab dan Islam cukup dan mampu untuk menjaga Kuwait dan membebaskannya akan tetapi para penguasa tidak menghendaki sama seklai hal ini, sebab mereka adalah budak-budak bangsa Inggris yang diperalat untuk mensukseskan strategi mereka penjajah kafir Inggris yang menentukan batas-batas negeri mereka dan yang mendudukkan mereka diatas istananya. Kemudian Inggris mewariskan kepada Amerika, maka Amerikalah pada masa sekarang ini yang berhak memerintah dan melarang atas semua penguasa jazirah Arab”. “Al Wala’ wal Bara Aqidah Manqulah wa Waqi’ Mafqud”
5.    Berkata Asy-Syaikh Abu Qatadah Al-Filasthini, dalam mengomentari hadits Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam
KHOT
Artinya : “Selain Dajjal (hal yang) lebih aku takuti menimpa umat ku daripada dajjal, yaitu imam-imam yang menyesatkan  (H.R Imam Ahmad).
Kata beliau dalam hadits ini terdapat petunjuk Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam, akan wajibnya membongkar imam-imam yang menyesatkan, sebagaimana Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, telah membongkar masalah dajjal, beliau menggandengkan fitnah keduanyya jika Dajjal merupakan,…fitnah yang terbesar yang terjadi di dunia seperti yang dijelaskan dalam beberapa hadits, maka hadits ini menerangkan bahwasanya imam0-imam yang menyesatkan, mereka tidak lebih dahsyat lagi fitnahnya, lebih buruk dan lebih besar merusaknya, (Silsilah Maqalat baina Manhajaini : 10).
6.    Berkata Asy-Syaikh Aiman azh-Dhawahiri.
Ribuan pemuda yang menjadi pengikut setia nama-nama masyayikh yang melangit seperti, Bin Baaz, A Utsaimin, dan Abu Bakar Al Jazaairi, atau paling tidak mereka, tidak berani menyelisihinya meskipun kesalahannya besar sekali dan sangat keji penyelewenganya. Telah tiba masanya bagi pemuda Islam untuk membebaskan diri dari nama-nama yang didengung-dengungkan itu, yang terus menerus di dalam nifaqnya para thawaghit, sehingga dengan keberadaan mereka  bersama thaghut masalah nifaqnya thaghut menjadi remeh dan mereka menjadi faktor penyebab dan motif bahan ejekan, dari kawan maupun lawan.
Telah tiba waktunya bagi pemuda untuk berkumpul di sekitar para ulama’ yang berilmu lagi jujur, menderita dan ditimpa ujian dan cobaan dalam memperjuangkan dien mereka, orang-orang yang disifati Allah Ta’ala dalam firmannya Al-Qur'an surat As-Sajdah (32) : 24.
Sudah masanya bagi generasi pemuda untuk keluar dan keadaannya yang tidak sadarkan diri selama ini dan menyadari bahwasanya peperangan antara Islam dan kufur, antara yang haq dan yang  batil pasti terjadi tidak bisa lari dari padanya, maka jika pemuda tidak menyiapkan diri untuk menyambutnya dan menyiapkan perbekalannya, maka inilah awal korban penghancurannya… yang haq telah nampak jelas, dan yang batil  telah menggagap-gagap. Bin Baz dan kelompoknya adalah ulama-ulama penguasa yang menjual kita kepada musuh-musuh kita, demi memperoleh gaji dan jabatan. Demikianlah keadaannya meskipun marah orang yang marah dan ridha orang yang ridha.
Kata beliau lagi….Mufti negara Mesir adalah orang yang berjabatan dalam pemerintahan Mesir yang menerima gaji dari pemerintahan tersebut untuk menunaikan kerjanya yang telah dikontrak, yaitu memberikan legalitas terhadap pemerintahan sekuler yang kejam terhadap kaum muslimin, yang berwala’ kepada Yahudi, yang mana pemberi legalitas itu dilakukan dengan melampaui batas dan keterlaluan lebih melampaui dari pada pelampau (Dhullat) murji’ah terdahulu dialah yang memberikan fatwa kepada mahkamah militer sekuler untuk memvonis hukuman mati terhadap lima mujahidin pahlawan Islam di Mesir. Mohammad Abdus Salam Faraj, Abdul Hamid Abdus Salam, Kholid al Islambuli, Husain Abbas dan ‘Atha Thoyyib, yang telah membunuh Anwar Sadat orang yang menandatangi empat kesepakatan bersama Israil yang diantara ketetapannya, dia mengakui keberadaan negara Israil dan penguasaannya terhadap Palestina…dan kesepakatan yang paling masyhur adalah perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1971 yang isinya “menghentikan peperangan antara Mesir dengan Israel  selama-lamanya dan Mesir tidak boleh memberikan bantuan kepada negara manapun yang memusuhi Israel bahkan menyeru kepda normalisasi hubungan dengan Israel dalam segala bidang baik politik, ekonomi  maupun pemikiran, kemudian Al-Azhar mengeluarkan fatwa yang isinya memberkati kesepakatan tersebut dan memutuskan bahwa kesepakatan itu telah sesuai dengan syariat““Al-Wala’ Wal  Bara’ Aqidah Manqulah wa Waqi’ Mafqud.”

7.    Asy-Syaikh Abu Abdullah Ibnu Ladin
Asy-Syaikh dalam khutbahnya mengatakan, “Bahwa untuk menyelesaikan problematika yang dihadapi oleh umat Islam pada masa kini adalah dengan kembali kepada petunjuk Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits Nabi Isa dan Nabi Zakaria radhiyalloohu anhum ajma’iin yang menerangkan tentang 5 rukun Islam dan 5 perintah yang lain yaitu jama’ah, sam’u, tho’ah, hijrah dan jihad dan hadits Hudzaifah Ibnu Yaman radhiyalloohu anhum yang diantar kandungannya “KHOT” artinya, hendaklah kamu bergabung dengan jama’atul muslimin dan imam mereka” (hadits pertama riwayat Imam Ahmad & At-Tirmidzi dan kedua Imam Bukhari dan Muslim).
Maka menurut Islam jalan penyelesaianya jelas sekali dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya sholallohu ‘alaihi wa sallam, yaitu sebagai berikut :
1.       Jalan penyelesaiannnya adalah dengan berkumpul untuk berjihad.
2.       Jalan penyelesaiannya adalah dengan berjama’ah, mendengar , ta’at dan
  berjihad.
3.       Jalan penyelesaiannya adalah dengan kamu menggabungkan diri dalam
  Jama’atul Muslimin dan Imam mereka.
Dan kewajiban pertama yang wajib ditunaikan oleh jama’atul muslimin dan imam mereka adalah melakukan jihad defensive memerangi orang-orang kafir yang menyerobot negeri-negeri Islam, mudah-mudahan dengannya Allah ta’ala menolak serangan orang-orang kafir (lihat Qur’an Surat An-Nisa (5): 84”, maka mempertahankan serangan orang-orang kafir dilakukan dengan :
1.                                          Tahridh (mengkobarkan semangat orang-orang beriman)
2.                                          Perang.
Jalan yang demikian jelasnya, teteapi kenapa mausia tidak mendapat petunjuk?” kata beliau “Masalahnya karena diatas jalan ini ada penyeru-penyeru yang menyeru ke pintu-pintu neraka jahannam, mereka adalah :
1.                                                                                Para penguasa dan perangkat-perangkatnya yang siang dan malam menyeru manusia untuk memalingkan mereka  dari jalan yang lurus ini.
2.                                                                                Para pemakan gaji pemerintah yang sebagian mereka ditugaskan khusus untuk menghalang-halangi dari dienullah.
Menurut kalian para penguasa yang arab maupun ajam yang ada di negara-negara kaum muslimin pada hari ini, wilayah kekuasaan mereka telah gugur menurut syariat, sebab mereka telah melakukan berbagai kufur akbar antara lain dengan jelas dan gamblang mereka telah memberikan wala’ nya kepada orang-orang kafir, mereka mengganti syariat Allah dan berhukum dengan selain hukum Allah.
Mereka adalah para thaghut-thaghut yang pada hakekatnya keberadaan mereka tidak lebih daripada budak-budak, patung-patung, boneka-boneka yang dipasang oleh penjajah-penjajah kafir, kata beliau, tidak ada bedanya antara Karzai ajam dan Karzai Arab, jika Karzai Kabul yang mendudukkan kafir salibis Amerika, siapa pula yang mendudukkan para penguasa negara-negara Teluk? Yang tak lain adalah penjajah Salibis, maka mendudukkan Karzai Kuwait, Karzai Bahrain, Karzai Qatar dan lain sebagainya.
Para Karzai, perangkat-perangkatnya dan pekerja-pekerja pemakan gajinya mereka inilah yang senantiasa berusaha menyesatkan dan memalingkan manusia dari jalan yang lurus dan menghalang-halangi dari Jalan Allah dengan berbagai cara termasuk pemalsuan dan penipuan terhadap umat dan rakyat.
Yang paling berbahaya jika penipuan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai imam-imam agama dan ulama’-ulama’ yang tidak takut kepada Allah Ta’ala, mereka pagi dan sore memberikan kesaksian yang palsu melalui media-media massa termasuk radio dan TV, untuk menyesatkan umat, kesesatan, pemalsuan dan penipuan yang dilakukan oleh ulama’-ulama’ istana pada saat ini dampak buruknya terhadap umat luar biasa, sebab paling tidak mereka adalah sebagaimana yang dikatakan, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu, orang-orang yang membela para penguasa thaghut, paling  tidak keadaan mereka adalah fasiq, jadi mereka minimal keadaannya adalah fasiq maka sudah seharusnya manusia memutuskan hubungan dengan mereka dan meninggalkan mereka.
Mereka tidak boleh didengar dan diikuti pendapatnya dalam urusan dien khususnya dalam urusan siyasah syar’ia, pemerintahan, hukum, jihad, kedudukan para penguasa dan sebagainya. Bagaimana mereka akan menyalahkan penguasa apalagi mennifaqkannya dan mengkufurkannya, sedang mereka makan dari saku penguasa dan diangkat menjadi pekerjaannya dengan tujuan untuk membela penguasa. Maka kalian bisa melihat kantor-kantor mereka, kebanyakan bangunannya menempel istana sang penguasa, Darul Ifta’ di Al Azhar bergabung dengan istana kepresidenan Husni Mubarok, dan yang berada di Mekkah dan Mdinah. Semuanya bergabung jadi satu dengan istana sang penguasa, maka mungkinkah seseorang pergi kepada pekerja-pekerja istana tersebut untuk menanyakan kepadanya tentang hukum rajanya, apakah raja pada saat ini berwala’ kepada orang-orang kafir? Apakah berwala’ kepada orang-orang kafir termasuk hal yang membatalkan Islam?
Perkara ini sebenarnya jelas dan gamblang, jika ada sebagian orang Islam yang merasa belum jelas karena ilmunya sedikit, maka hendaklah mengembalikan masalah-masalah ini kepada para ulama’ yang jujur lagi benar dan janganlah pergi kepada pekerja istana raja, untuk menanyakan hukum kedudukan raja.
Dan disamping itu perlu dimaklumi bahwa kebanyakan para ulama itu –kecuali yang dirahmati Allah- takut menghadapi resiko seperti dibunuh, dipenjara, dicambuki dan sebagainya apalagi ulama-ulama istana. Sedangkan orang yang dalam keadaan ketakutan pendapatnya tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Kata Asy-Syaikh Ibnu Qoyyim rahimahullahu KHOT artinya : sedikit fiqihnya dan fahamnya. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda
KHOT
Artinya :
“Seseorang Qodhi hakim tidak boleh mengadili antara dua orang yang berselisih sedang dia dalam keadaan marah”, (H.S.R. Imam Ahmad).
Dalam hadits ini jika seorang hakim sedang marah, tidak boleh mengadili perkara, sebab dengan kemarahannya bisa mengganggu kejiwaan sehingga akan mempengaruhi keputusannya, jika marah saja demikian pengaruhnya, apalagi takut, lebih dahsyat lagi pengaruhnya terhadap kejiwaan seseorang”.
Kemudian timbul pertanyaan, mungkinkah ulama-ulama yang kondang dan dianggap hebat seperti Bin Baz dan lain sebagainya itu bisa terjangkiti penyakit cinta dunia atau takut, sehingga tidak mengeluarkan fatwa yang sebenarnya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah? Dalam hal ini Asy-Syaikh Abu Abdullah mengatakan:
“Sesungguhnya manusia itu tidak ada yang ma’shum (terjaga dari kesalahan).” Kalau kita lihat dalam sejarah kita, sepanjang perjalanan sejarah Islam yang telah berlaku, kejadian ini senantiasa berulang-ulang.
Disini akan kami sertakan contoh agar manusia menyadari masalah ini.
1.      Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu, dalam buku siyarnya menyebutkan riwayat perjalanan Ali bin Al-Madani……Amirul Mukminin dalam hadits (Siyar ‘Alamin Nubala 11/41), beliau banyak memberikan pujian dan sanjungan kepadanya, katanya. Dia dalam ilmu ini tiada bandingannya. Akan tetapi meskipun begitu hebatnya, dia benar-benar tergelincir takala menghadapi penguasa, ketika penguasa Bani Abbasiyah memaksanya dan mendesaknya agar menyetujui pendapat mereka, maka ia menyetujuinya meskipun bertentangan dengan keyakinannya, dan bertentangan dengan apa yang ia pelajari, ia menyepakati mereka dalam fitnah yang menyesatkan lagi sangat buruk itu. Dalam Siyar 11/57 disebutkan bahwa ia berbuat demikian, karena takut dibunuh, katanya “Aku ini orang yang lemah, kalau aku dicambuk sekali saja aku akan mati”, atau kata-kata yang sepertinya.
2.      demikian juga Syaikhul Mukminin dalam hadits yaitu Yahya bin Mu’in rahimahullahu, ia juga tergelincir. Berkata Adz-Dzahabi; Yahya bin Mu’in adalah orang ahli pakar, syaikhul muhaditsin, ia termasuk imam sunnah, namun ia takut kepada cambuk penguasa sehingga mengikuti kemauan mereka sebagai taqiyah (Siyar ‘Alamin Nubala 11/71-87).
Ulama’ pada masa itu banyak sekali yang tergelincir, karena takut ancaman cambuk, penjara dan sampai kepada pembunuhan, tidak dapat teguh pendirian dalam menghadapi fitnah itu melainkan hanya beberapa ulama’ sebagaimana yang kalian ketahui diantaranya adalah Imam Ahlus-Sunnah wal Jama’ah Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu. Oleh karena itu mesti diambil perhatian yang benar-benar dalam persoalan ini, bacalah sirah ini agar supaya kalian melihat dan bisa mengambil pelajaran.
Asy-Syaikh memberikan penjelasan bahwa manusia di negara kita (Saudi Arabia), khususnya para ulama’ takut mengatakan yang benar, maka hal ini mesti diambil perhatian, mereka dengan terus terang menyampaikan kepada kami bahwa mereka takut menyatakan yang haq.
Saya pernah menyampaikan kepada salah seorang dari Kibarul Ulama’ dan termasuk anggota dalam Haiah (organisasi) Kibarul Ulama’, bahwa sepatutnya dikeluarkan fatwa tentang wajibnya i’dad untuk berjihad mengeluarkan Amerika dari negeri ini, maka ia minta uzur dari mengeluarkan fatwa, tapi mengakui dengan terus terang dalam majelis itu bahwasanya kami yang kami usulkan itu benar, dan katanya sudah seharusnya putra-putra negeri ini menunaikan amal jihad di negeri ini dan orang-orang Amerika mesti keluar dari negeri ini. Akan tetapi penguasa tidak menyetujui kami dalam hal ini. Lalu kami katakan kepadanya : “Usahakan melalui Haiah Kibarul Ulama’ untuk mengeluarkan fatwa itu”. Maka ia menyampaikan satu ungkapan yang saya berterimakasih dengan terus terangnya kepada saya, katanya didalam Pemerintahan kita tidak ada undang-undang untuk Hai’ah Kibaril Ulama’, katanya :  “Bukan kami yang mencari dan menentukan masalah lalu mengeluarkan fatwanya, akan tetapi masalah-masalah yang dikeluarkan fatwanya adalah yang datang dari atasan.”
Asy-Syaikh Abu Abdullah berkata : Ketika tentara Amerika memasuki semenanjung jazirah Arab pada bulan Muharram awal tahun 1411 H… dan sungguh disayangkan dikeluarkan fatwa-fatwa yang mana pemerintahan Kerajaan Saudi dan negara-negara teluk sama-sama andil dalam menekan para ulama’ agar mengeluarkan fatwa-fatwa sesuai dengan selera mereka, dengan alasan fatwa tersebut untuk sementara waktu, dan telah menyampaikan kepada kami diantara mereka yang kami percayai seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, dalam majelisnya dna juga di rumahnya, katanya “Kami tidak mengeluarkan fatwa, hanyasanya sesudah pemerintah memasukkan tentara Amerika, mereka mengumpulkan kami dan berkata : “Kalian mesti mengeluarkan fatwa jika tidak maka para pemuda akan memerangi tentara Amerika!” dan saya berbicara panjang lebar dengannya tentang wajibnya mengeluarkan fatwa untuk mengusir mereka melalui Hai’ah Kibarul Ulama’ maka ia mengatakan kepadaku dengan jelas -ia bersaksi kepada Allah dzat yang tiada Ilah selain Dia-” ia berkata, “Hai Usamah! Kami tidak mempunyai hak dalam Hai’ah Kibarul Ulama’ untuk mengeluarkan fatwa menurut kemauan kami sendiri, hanyasanya kalau ada perintah dari atasan barukita keluarkan fatwa inilah keadaan kami.” Sungguh sayang sekali –Wawancara dengan Channel Al-Jazirah tahun1420 H-
Dan masih banyak lagi penjelasan Asy-Syaikh dalam hal ini (Silahkan membaca “Taujihat Manhajiyah I & II”).
Seterusnya bagaimana sikap kita dalam menghadapi musuh jenis ini?
1. Kita wajib membuang sejauh-jauhnya penyakit taqlid buta, ta’ashub dan mengagung-agungkan pribadi seseorang, sebab jika penyakit tersebut masih ada pada diri kita, kita akan mudah tersesat yaitu mengikuti pendapat seseorang tanpa memikirkan pakah pendapat itu benar atau salah. Sikap ini adalah benar-benar sesat, sebab yang perlu dilihat itu pendapat atau ucapannya bukan orangnya. Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalib radhiyalloohu anhum kepada Harits bin Hautsh, sewaktu mengatakan kepadanya. Apakah anda menyangka bahwasanya kami mengira bahwa Tholhah dan Az-Zubair radhiyalloohu anhum berada diatas kebathilan, maka beliau mengatakan kepadanya, wahai Harits sesungguhnya engkau telah tersamarkan KHOT.
“Sesungguhnya kebenaran itu tidak diketahui dengan orang-orangnya, ketahuilah yang benar engkau akan mengetahui orangnya.” “Lihat Talbisul Iblis 80”
2. Kita tidak boleh mengikuti pendapatnya, karena pendapatnya tidak bisa dipertanggungjawabkan menurut ilmu yang benar. Sebab mereka dalam keadaan takut atau lemah, sehingga menjual diennya dengan harga yang murah.
3. Kita mesti tinggalkan mereka dan mencari ulama-ulama yang shadiqin dan tsiqoh,
4. Kita berusaha membongkar syubhat-syubhatnya dan kesesatan-kesesatannya kepada ummat agar umat tidak ikut terjerumus dalam kesesatan mereka.
5. Mesti ada diantara kita yang memberikan peringatan keras kepada mereka agar segera meninggalkan kemungkarannya denga nmeninggalkan para thowaghit dan tidak menghalang-halangi putra-putra Islam untuk memperjuangkan dien mereka. jika mereka tetap enggan bertaubat maka mereka termasuk mereka.
Adapun mengenai Bala’im atau Bal’am-bal’am yang non Arab atau ajam, tinggal qiaskan saja, sebagian mereka ada yang lebih buruk dari sebagian yang lain, tetapi pada hakekatnya kedudukan dan perangai mereka mendekati kesamaan. –wallahu a’lam-
3.    Para Pengusung Aliran-Aliran Sesat Kebendaan Duniawi (Materialisme).
Mereka ini adalah orang-orang yang ber-KTP Islam dan mungkin juga masih melakukan sebagian bentuk ibadah-ibadah ritual dalam Islam, akan tetapi mereka mengikuti aliran (agama) selain Islam dan menjadi seorang Komunis, atau Sosialis atau Sekuler, atau Nasionalis, atau Ba’atsis, atau aliran-aliran yang lain yang menganggap bahwasanya uang dan materi adalah lebih penting dari segala-galanya, sehingga masalah agama dan ruhiyah dipinggirkan, di nomor duakan bahkan tidak dipercayai sama sekali dan sebagainya.
Otak-otak dari akal-akal mereka inilah yang menjadi lahan dan ladang yang subur bagi barat dan timur dalam menyebarkan agama atau  aliran-aliran sesat mereka di negara-negara kaum muslimin, atau kebanyakan, mereka lebih dicekoki dengan prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikiran yang sesat lagi menyesatkan pada waktu mereka menuntut ilmu dan belajar di negara-negara kafir baik di Eropa, Amerika maupun negara-negara bagian Rusia dan sebagainya. Mereka di iming-imingi dengan janji-janji yang bathil, bahwa merekalah yang paling berhak memimpin dan mengatur negara-negara kaum muslimin, merekalah yang paling berhak untuk mengadakan perubahan dalam segala bidang baik bidang politik, sosial maupun pemikiran di negara-negara tersebut, sesuai dengan selera dan kemauan mereka.
Sesungguhnya orang-orang yang seperti ini adalah merupakan kaki tangan dan boneka musuh-musuh Islam, mereka mempunyai hubungan dengan kaum kafir salibis, zionis, komunis dan sebagainya dan doktrin-doktrin kolonialis yang menyesatkan, mereka begitu aktif  dan bersemangat dalam menjalankan doktrin-doktrin dan rencana-rencana jahat mereka  dalam segala aspek kehidupan kaum muslimin dinegeri-negeri Islam. Mereka saling bekerjasama antara yang satu dengan yang lain, dalam menjayakan dan mensukseskan program-program mungkar dan keji mereka.
Para kaki tangan dan antek-antek musuh ini, bercokol dimana-mana di pos-pos  penting, di kementrian-kementrian, di jaringan-jaringan media massa, di badan-badan pendidikan, di serikat-serikat pekerja, di lembaga swadaya masyarakat, di organisasi-organisasi dan lain sebagainya.
Dalam rangka menghancurkan dan merusak Isalm dan kaum muslimin mereka menggunakan berbagai macam sarana, melalui tayangan T.V., panggung-panggung hiburan rakyat, kelab-kelab dan pusat-pusat kebudayaan dan kesenian, dengan mendirikan perhimpunan dan perkumpulan-perkumpulan, baru dan melalui beraneka ragam media cetak dan elektronik yang pada pokoknya target utamanya adalah merusak iman dan tauhid putra-putra Islam, merusak syariat Islam, menjatuhkan nilai akhlak Islam dan lain sebagainya.
Mereka juga berupaya menyusupkan fikiran-fikiran yang sesat dan kufur dalam kurikulum pendidikan di semua tingkatan dari Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi dan universitas.
Kaki tangan dan boneka musuh yang satu ini tidak asing lagi, mereka  dalam menjalankan niat busuknya dan rencana-rencana jahatnya memilih lapisan masyarakat yang masih bersih dan polos, memperdayakan mereka dengan bujukan, rayuan, tipuan dan penyesatan yang dapat mempengaruhi iman dan moral putra-putra Islam antara lain dengan cara-cara sebagai berikut :
1.                                                     Menawarkan dan mengiming-imingi pekerjaan, pangkat, jabatan kepada siswa-siswi, mahasiswa, mahasiswi jika lulus sekolah, jika mau menerima pemikiran mereka dan bergabung dalam organisasinya, dan biasanya mereka tumpukan pada pelajar yang memiliki prestasi yang baik.
2.                                                     Memotivasi orang-orang yang keranjingan budaya barat dan timur, dengan cara-cara kotor, licik dan mesum sehingga meninggalkan Islam.
3.                                                     Menjadikan para pemuda ragu dengan Islam, katanya Islam tidak sesuai di zaman modern, Islam menjadikan kaum wanita sebagai hamba bagi kaum laki-laki, supaya mengenakan hijab, tinggal di rumah dan sebagainya.
4.                                                     Menggiring kaum muda-mudi melampiaskan syahwat dan hawa nafsu seksnya dan lain sebagainya.
Mengangkat slogan-slogan palsu dan menipu seperti dengan nama nasionalisme, modernisasi, demi prinsip-prinsip sosial dan lain sebagainya. “Baca-Asy-Syabab Al Muslim fi Muwajahatit Tahaddiyat oleh Abdullah Nashih ‘Ulwan.”
Kaki tangan dan boneka musuh-musuh Islam yang bergentayangan di negeri-negeri kaum Muslimin dari anak bangsa sendiri karena mereka telah di didik, di kursus dan di bina oleh para gembong Iblis dari golongan jin dan manusia, maka mereka benar-benar memahami bahwasanya yang menjadi penghalang utama terhadap rencana-rencana jahat dan sesat mereka adalah At-Tha'ifah An-Najiyah Al Manshurah (kelompok yang selamat dan mendapatkan pertolongan) yaitu kelompok Ahlussunnah wal Jamaah atau ahlul hadits yang siap berjihad dan memperjuangkan Islam termasuk para du’at dan ulama’ yang jujur dan mencurahkan segala kesungguhan dan kemampuan mereka untuk mengishlah dan mentajdid urusan dien umat ini, meluruskan penyelewengan-penyelewengannya dan melindungi kaum muslimin dari setiap bahaya yang mengancam mereka.
Maka syetan-syetan kaki tangan musuh itu berusaha keras dengan segala cara dan kemampuan yang mereka miliki, untuk mencegah dan menghalang-halangi supaya umat tidak terpengaruh dan mengikuti kelompok Ahlussunnah tersebut. Mereka  menuduh Ahlussunnah sebagai kelompok yang jumud, ketinggalan zaman, terbelakang dan sebagainya untuk tujuan ini mereka gunakan segala sarana media massa dari yang cetak maupun elektronik, surat kabar, majalah, buku-buku, T.V, radio, Internet dan lain sebagainya.
Mereka  mensifati Tha'ifah Al Manshurah dengan sifat-sifat yang tidak senonoh agar orang awam dari kaum muslimin membenci mereka dan lari daripadanya, misalnya seperti ekstrem, melampaui batas, ganas, fundamentalis, teroris dan sebagainya, mereka katakan  bahwa orang-orang seperti ini berbahaya terhadap keamanan negara, mereka  mesti diberangus dan ditumpas sehingga ke akar-akarnya, jika umat ingin selamat dan hidup damai, serta terjaga dan terlindungi segala kepentingan dan kekayaan rakyat, dari bahaya dikuasai oleh mereka, begitulah kata-kata tolol mereka.
Propaganda-propaganda yang dungu lagi keji ini terus menerus di kumandangkan dan di dengung-dengungkan serta di hembus-hembuskan oleh anak-anak didik Iblis yang  ada di dalam negeri dengan arahan dan tunjuk ajar dari bapak-bapak Iblis luar negeri, baik barat maupun timur, setiap saat siang dan malam henti-hentinya, yang tujuannya adalah untuk menghancurkan citra mujahidin, para pendakwah dan ulama’-ulama’ yang ikhlas di mata masyarakat.
Asy-Syaikh Salman Al Audah dalam bukunya “Shifatul Ghuraba”  hal 222. Memasukkan golongan tersebut sebagai para penyeru kepada pintu-pintu neraka jahannam, siapa yang mengikuti seruan mereka ke neraka jahannam mereka  akan mencampakkannya padanya, pada diri mereka tidak ada kebaikannya sama sekali yang ada hanya keburukan belaka, sebagaimana sabda Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Huzaifah radhiyalloohu anhum
KHOT
Artinya : Hudzaifah radhiyalloohu anhum  berkata : “Dan adalah manusia bertanya Rasuullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepadanya tentang kejahatan, karma aku khawatir ia akan menimpaku, maka  aku katakan, “Wahai Rasulullah. Sesungguhnya kami dahulu berada di dalam kejahiliyahan, dan kejahata, lalu Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kami, maka apakah sesudah kebaikan ini ada kejahatan? Beliau berkata : “Ya,”, Aku katakan lagi, “Dan apakah setelah ada kejahatan itu kebaikan?” Beliau berkata, “Ya, dan didalamnya ada asap..” Aku katakan, “Apa asapnya?”  Beliau berkata, “yaitu kaum yang memberi petunjuk dengan bukan petunjukukan, kamu kenalimereka  dan kamu ingkari, aku katakan lagi “Maka apakah sesudah kebaikan itu ada kejahatan?” “Ya, para penyeru keatas pintu-pintu Jahannam, barang siapa yang menuruti mereka kepadanya mereka akan mencampakkannya didalamnya” Aku katakan, “Wahai Rasulullah sifatilah mereka untuk kami.” Beliau bersabda, “mereka sekulit dengan kulit kita, dan berbicara dengan bahasa kita.” Aku katakan, “Apa yang baginda perintahkan kepdaku jika hal itu menimpaku?” Beliau bersabda : “Kamu lazimi, (tetap diatas) Jama’atul Muslimin dan Imam mereka.” Aku katakan, “Jika mereka tidak mempunyai jama’ah dan imam?” beliau bersabda, “Maka tinggalkanlah kelompok-kelompok itu semuanya, walaupun kamu menggigit akar pohon, sampai kematian menjemputmu dan kamu dalam keadaan seperti itu.”  (H.S. R Al Bukhori  dan Muslim).
Para penyeru ke pintu-pintu jahannam tersebut, meskipun mereka sekulit dengan kita, sebangsa dengan kita, berbicara dengan bahasa kita, dengan kata lain, mereka mengaku beragama Islam, berbicara atas nama Islam dan sepertinya membicarakan urusan kaum muslimin, tetapi pada hakekatnya tidak ada sedikitpun kebaikan pada diri mereka, yang ada hanyalah keburukan, kejahatan dan kebatilan, dan barangsiapa yang menuruti dan mengikuti ajakan dan seruan mereka  akan dicampakkan ke dalam neraka Jahannam –Na’uudzubillah-
Ibnu Hajar rahimahullahu berkata : telah berkata Al-Qobisi : maknanya bahwa mereka pada lahirnya diatas millah (agama) kita, tetapi pada batinnya mereka adalah orang-orang yang menyelisihi Islam. (Lihat Fathul Bari 13/36).
Asy-Syaikh Salman al Audah berkata : “Jika para ulama memasukkan Khowarij dan selain mereka dari golongan ahlul ahwa’ termasuk dari para penyeru keatas pintu-pintu jahannam[3], maka sesungguhnya termasuk hal yang mungkin menghubungkan dengan yang demikian itu setiap orang yang pura-pura Islam secara lahiriyahnya, sedangkan pada hakekatnya dia adalah seorang zindiq, munafiq dan musuh Islam”. Demikianlah keadaan para pengusung aliran-aliran materialisme yang mengaku beragama Islam.[4]
Bagaimana kita menghadapi dan menyikapi musuh dalam selimut yang paling berbahaya ini?
Dalam hadits Hudzaifah radhiyalloohu anhum tersebut diatas, Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam telah memberikan petunjuk kepada kita, jika keadaan yang beliau ramalkan itu terjadi, dengan kata lain situasi dan kondisi sudah serba buruk, kejahatan mendominasi kehidupan kita, yaitu bermunculannya para penyeru kepada neraka jahanna, maka kita diperintahkan beliau melakukan hal sebagai berikut :
01.          Melazimi jama’atul muslimin dan melazimi imam mereka, hal ini mengisyarakatakan  akan pentingnya peranan jama’ah dan imamah dalam Islam, termasuk dalam menghadapi golongan para penyeru keatas neraka jahannam tersebut yang pada masa kini memiliki segala fasilitas dan kekuatan.
Dengan wujudnya jama’ah dan imam kaum muslimin kita akan dapat dan memiliki kemampujan untuk menghadapi mereka, menolak kebatilan merka serta memperingatkan kepada umat agartidak mengikuti seruan mereka, atau bahkan kita perangi mereka dengan pedang dan kekuatan, jika memungkinkan untuk menumpas kebatilan dan kejahatan mereka.
02.          Jika tidak ada jama’ah yang kita bisa bernaung dibawahnya dan dapat merasakan adanya izzah dan kewibawaan sebagai seorang muslim dengannya, meskipun jama’ah tersebut lemah dan sedikitnya aktivitasnya, untuk menghadapi para penyeru yang sudah keluar dari Islam itu, dan seorang Imam pun tidak ada, yang kita bisa berjihad dan berperang untuk melawan mereka  dibawah kepemimpinan dan komandony, serta tidak ada suatu kegiatan apapun yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan dien kita, maka dalam keadaan seperti ini kita wajib bersabar diatas Islam dan Sunnah, kita wajib uzlah meninggalkan dan menjauhkan diri dari seluruh firqoh-firqoh yang ada. Sehingga kalaupun seandainya kita mati dalam keadaan menggigit akar pepohonan, hal itu lebih baik daripada mengikuti salah seorang dari mereka.
Sebagai tambahan dalam pembahasan ini, untuk menyingkap syubuhat dan agar menjadi jelas perkaranya, ana akan berikan sedikit penjelasan mengenai perbedaan antara para pengusung agama sekuler termasuk syariat nya dalam bidang politik “Demokrasi” dan orang-orang Islam yang menjadikan demokrasi sebagai wasilah dan cara untuk memperjuangkan Islam.
a.      Para pengusung agama sekuler (ladiniyah), dan syariat-syariatnya, demokrasi, liberal, kapitalisme dan sebagainya, sebagaimana yang telah diuraikan diats, mereka adalah  kai tangan-kaki tangan dan boneka-boneka musuh langsung maupun tak langsung mereka adalah musuh Allah Ta’al, musuh Rasul-Rasul-Nya a.s, musuh Jibril dan Mikail a.s, musuh Islam dan kaum muslimin, maka meskipun mereka mengaku beragama Islam, pengakuan yang mereka ucapkan itu, tidak berarti sama sekali bagi diri mereka, sebab mereka telah melakukan bermacam-macam kufur akbar, syirk akbar, nifaq akbar maknanya mereka telah murtad dari agamnya, maka tidak ada kehormatan lagi untuk mereka, kecuali jika mereka bertaubat dengan sebenar-benarnya (Q.S An-Nisa’ (4): 146). (Pembaca bisa melihat dari ayat 137 surat an-Nisa hingga ayat 146 untuk mengetahui sebagian keburukan orang munafiq dan lihat Madarijus Salikin –Ibnul Qoyyim al Jauziyah I/347-349-, Tafsir Ibnu Katsir I/50-60, 579-584, II/374-405, IV/ 393-398, dan lain-lainnya).
b.      Adapun orang-orang yang menjadikan demokrasi sebagai wasilah dan jalan untuk memperjuangkan Islam –kata mereka-,  pada hakekatnya mereka telah tertimpa fitnah (bencana) syubuhat (kekaburan, kesamaran dan kebodohan), dan fitnah syahwat (selera hawa nafsu). Mereka menyangka bahwa demokrasi adalah cara dn wasilah yang hikmah dan bijaksana dalam berpolitik, mereka memisahkan antara demokrasi dengan aqidahnya, atau idiologinya yaitu “sekulerisme”,  katanya, kalau sekulersime jelas bertentangan dengan Islam, sebab memisahkan daulah dengan dien, akan tetapi demokrasi tidaklah demikian ia hanya sekedar thoriqoh dan wasilah bahkan ia adalah  inti Islam dan mutiaranya. Sehingga Asy-Syaikh Yusuf  Al Qordhowi yang bersorban itu, tidak segan sama sekali menyatakan bahwasanya didalam Islam terkandung demokrasi dengan segala penampilannya.
Kalau kita mau berfikir secara wajar dengan akal sehat, kita akan dapat menyimpulkan bahwasanya setiap dien atau agama, idiologi, isme-isme atau aliran-aliran apapun juga bentuknya mesti mempunyai syariat dan minhaj, yang mana hubungan antara idiologi dan syariat itu sangat erat tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya, dan masing-masing memiliki pasangan sendiri-sendiri tidak bisa dicampur adukkan.
Dienul Islam mempunyai syariat tersendiri begitu juga agama-agama lain, Yahudi, Nasrani, Majusi dan penyembah-penyembah berhala yang lain. idiologi Komunis mempunyai syariat sosialisme, begitu juga idiologi sekuler mempunyai syariat kapitalisme dan demokrasi, karena kedua idiologi tersebut mengesampingkan uluhiyyah, urusan agam, ruhiyah dan akhirat, maka syariatnya juga sama menafikan hal-hal tersebut. Aqidah Sekuler tidak memperdulikan Tuhan dan Agama, yang mana dalam mengurus negara agama tidak boleh ikut campur, maka syareatnya yang bernama demokrasi pun demikian, yang mana kedauolatan dan kekuasaan di tangan rakyat bukan sebagaimana dalam dienul Islam bahwa kedaulatan dan kekuasaan adalah ditangan Allah Rabbul ‘Alamiin, maka prinsip syariat demokrasi segala-galanya diserahkan rakyat, apakah rakyat menginginkan zina, arak, judi dan sebagainya, apakah dihalalkan atau diharamkan, apakah menginginkan syariat Islam atau syariat sontoloyo, semuanya ini terserah suara mayoritas rakyat.
Inilah hakekat demokrasi idiologi dan syariat syirik karena menyekutukan Allah Ta’ala dalam tauhid rububiyah-Nya, amr, hukum dan qodho-Nya.
Kemudian yang perlu kita tanyakan patutkah Islam sebagai dienullah, dienul Haq, dien yang sempurna lagi lengkap dari segala seginya, baik dari segi tashawwur dan tashdiq maupun ahkam dan qodho’ baik dari segi aqidah maupun syariah, segala-galanya telah Allah sempurnakan sebagaimana firman-Nya,
 KHOT
Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai dien (agama) bagimu” (Q.S Al-Maidah (5) : 3).
Lalu dikatakan bahwa Islam yang sudah sempurna dan final itu memerlukan, menerima, memuat, mengandungi demokrasi yang merupakan syariat dan minhaj idiologi Sekuler yang kufur itu. Senonohkah persepsi yang demikian ini??
Dahuu generasi salaf kita memerangi sufiyah dan filsafat, karena keduanya adalah agama baruyang memiliki aqidah dan thoriqoh, atau aqidah dan syariat yang batil dan bertentangan dengan Islam, maka ulama’ salaf menghukumi kufur dan zindiq. Kemudian tatkala bid’ah dan ahlul bid’ahmendominasi kehidupan kaum muslimin bermula kira-kira pada abad ke empat hijriyah dan seterusnya, maka sufiyah dan filsafat menerobos masuk ke dalam Islam dengan menggunakan topeng sebagai thoriqoh dan uslub, atau cara dan jalan, tetapi seterusnya apa yang terjadi?
Yang terjadi adalah sufi menjadi menetap dan mapan di dalam Islam, akhirnya tidak ada perbedaan antara dienul Islam dan dien Sufi, Sufi adalah Islam dan Islam adalah Sufi, demikian juga filsafat, pada awalnya kononnya sebagai cara dan metode berfiikir dengan ilmu mantiqnya, tetapi kemudian menerobos masuk dalam buku-buku aqidah (lihat “Syarhul Maqosid”), dalam ushul fiqh (“lihat Al Mustashfa –oleh Al Ghozali-”), maka pada akhirnya aqidah dan filsafat dianggap sebagai aqidah Islam itu sendiri. Demikianlah pintarnya Iblis dalam mencari terobosan dan penembusan untuk mencampurkan antara yang batil dan yang haq.
Begitu juga demokrasi, memang sejarah senantiasa berulan, para pecandu demokrasi dari kalangan kaum muslimin ada yang mengimani demokrasi sebagai thoriqoh atau cara saja dan mengingkari aqidahnya, sebab mereka membedakan antara aqidah dan thoriqoh, inilah ushul paripurna mereka, dansebenarnya secara lishanul hal merka telah berbuat demikian, bukankah mereka telah meyakini tentang aqidah kemanusiaan yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk hidup di dunia ini dan mengesampingkan akherat? Sehingga Islam yang mereka fahami, adalah Islam yang manusiawi, bukan sebagaimana yang difahami oleh par shahabat radhiyalloohu anhum yaitu Islam yang menjadikan kehidupan dunia ini sebagai terminal bagi kehidupan akherat dan manusia adalah sebagai hamba Allah, bahkan mereka dengan sadar maupun tak sadar telah menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka mereka otak-atik hukum disesuaikan dengan melihat duniawinya, tanpa memandang tujuan kehidupan akherat[5]
Dan ada lagi dari segolongan kaum muslimin yang mengimani demokrasi dengan segala penampilannya, baik dari segi aqidah maupun thoriqoh, tentu golongan yang ini lebih parah lagi. Akan tetapi ‘ala kulli hal kalau kita kembalikan kepada ulama’ salaf kedua-duanya adalah kufur dan riddah, dan hukum mereka adalah zindiq.
Imam Asy-Syafi’I dan Imam Malik rahimahullahu berkata : “Para ulama’ ahlul kalam adalah zindiq” (Lihat Al Jihad wal Ijtihad 275-279).
Akan tetapi yang perlu diingat, kita tidak boleh menghukumi terhadap setiap orang Islam yang mengikuti demokrasi dengan kufur, riddah dan zindiq, sebab kebanyakan orang-lorang yang dipanggil masyayikh pada hari ini membolehkan demokrasi dengan alasan demi maslahah, maka Insya Allah hukumnya ma’dzur dihadapan Allah, namun pada orang-orang tertentu, jika bisa dibuktikan bahwa penghalang jatuhnya hukum zindiq tidak terdapat pada dirinya, maka tidak ada halangan untuk menjatuhkan hukuman zindiq terhadapun ya[6] -wallahu a‘lam-
Bagaimana sikap kita terhadap mereka? kita seru mereka agar kembali ke jalan yang benar, kemudian kita peringatkan manusia supaya tidak terpengaruh dan mengikuti mereka dan Insya Allah dengan Jihad Fi Sabilillah segala yang batil akan sirna.
4.    Ahlul Bid’ah dan Ahlul Ahwa’
Mereka adalah ahlul bid’ah dan ahlul ahwa’ dari golongan-golongan sesat yang bertentangan dengan sunnah dari sufi dan kebatinan, dengan segala kelompoknya, golongan nya mu’tazilah, Jabariyah, qodariyah dan lain sebagainya.
Golongan-golongan dan kelompok-kelompok tersebut ada diantaranya yang  jelas-jelas batil dan tidak samara lagi dan ada diantaranya yang sengaja mencampurkan antar yang haq dan yang batil, maka banyak manusia yang tertipu dan terperdaya dengan haq yang pada padanya, sehingga mereka menrima segala sesuatu yang terdapat pada kelompok itu, yang haq maupun yang batil tanpa membededakan sama sekali, seluruhnya dianggap benar, kelompok ini yang paling banyak menyesatkan kaum muslimin yang masih ada hasrat dalam hatiya untk mencintai Islam dan mencapai kebahagiaan di akherat, akan tetapi disesatkan oleh imam-imam mereka.
Sebagaimana yang terjadi dan yang bisa kita saksikan di masyarakat, selalunya para syaikh-syaikh bid’ah dan sesat itu dikuti orang banyak dibelakangnya yaitu orang-orang yang n tertipu, dan terperdaya oleh mereka, orang-orang itu taqlid buta kepadanya tanpa ilmu, coba bayangkan alangkah banyaknya orang-orang yang n berada di belakang syaikh-syaikh sufi, yaitu murid-murid mereka, para pengikut thoriqot-thoriqot yang sesat, dari jalan Allah, dan begitu juga para pengikut ulama-ulama syiah dari merekalah fitnah bermula dankepada mereka lah fitnah kembali dan lain sebagainya.
Dan biasanya tiga golongan yaitu : para penguasa yang memerintah, para pengusung aliran-aliran materialisme dan para syaikh-syaikh  bid’ah dan pengikut-pengikutnya, mereka berada dalam suatu front untuk memerangi Tha'ifah An-Najiyah Al Manshurah atau ahlussunnah.
Mereka bersatu padu, bekerjasama dan saling bantu membantu, dalam memusuhi dan menghimpit ahlul haq terutama terhadap para mujahidin, para pejuang kebenaran sehingga ahlul haq, menjadi benar-benar terasing.
Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullahu dalam salah satu bait syairnya. KHOT
Maksudnya : “Mankah ada keterasingan yang lebih daripada keterasingan kita, yang mana musuh-musuh telah menguasai kita ” (Haadil Arwah Ila Biladil Afrah, hal 7/ Shifatul Ghuraba, 224).
Bagaimana sikap kita dalam menghadapi ahlul bid’ah dan ahlul ahwa’ ini? Wallahu a’lam. Kita dalam menghadapi mereka haruslah melihat situasi dan kondisi kedua belah pihak, baik situasi dan kondisi kita maupun mereka, jika ternyata cukup dihadapi dengan hujjah, maka tida perlu dengan menggunakan pedang.
Akan tetapi jika mereka jelas-jelas memusuhi Al Haq dan Ahlul Haq dengan kekuatannya dan berwala’ kepda orang-orang kafir, dan musuh-musuh Islam dan Ahlul Haq memiliki kemampuan untuk menghadapi mereka, maka pada saat itu disyariatkan berjihad melawan mereka dengan qital. Kemudian pada situasi dan kondisi lain, jika mereka berwala’ kepada Islam dan memusuhi musuh-musuh Islam, maka tidak ada larangan bagi kita berjihad bersama-sama mereka untuk melawan orang-orang kafir tulen maupun orang-orang kafir murtad, sebagaimana sikap dan fatwa para ulama’ Sunnah dan Madzhab Maliki, yang memperbolehkan perang dibawah kepemimpian Abu Yazid salah seorang khowarij dalam memerangi orang-orang murtad –lihat kembali halaman sebelumnya dalam risalah ini- atau sebagaimana yang n terjadi sekarang di Irak, yang n mana Ahlul Haq dari Ahlus-Sunnah  berperang bersama orang-orang Syi’ah, untuk memerangi kafir Salibis, Zionis dan para penyembah berhala yang kini sedang menjarah bumi kaum muslimin.
Bagi yang n ingin memperdlam tentang ahlul bid’ah dan ahlul ahwa’ silakan membaca bukiu-buku tentang “Al Firaq”, yang n ditulis oleh ulama’ulama ahlussunnah, bagus juga membaca Madarijus Salikin, karangan Ibnul Qoyyiim Juz I, II dan II, atau keterangan  secara ringkas bisa membaca Risalah Kepada Sahabatku oleh penulis.
5.    Orang-Orang Munafiq dan Orang-Orang Zindiq
Dua golongan ini telah disiggung di beberapa tempat sebelumnya, untuk memperjelas Insya Allah kita bahas tersendiri,
Allah Ta’ala berfirman dalam surat At-Taubah (9): 73 dan surat At-Tahrim (16) : 9:
KHOT
Artinya : Hai Nabi perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah terhadap mereka, tempat mereka adalah neraka jahannam danitu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
Imam Malik berkata : “Orang munafiq pada masa Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, dia adalah orang-orang zindiq pada hari ini” (Tafsir Ibnu Katsir 1/52).
Secara umum orang-orang munafiq bisa dibagi menjadi dua golongan :
Orang munafiq yang n tidak melahirkan nifaqnya dengan lisannya, maupun perbuatannya kepada kaum mukminin, maka dalam hal ini segala urusan mereka, diserahkan kepada Allah, akum mukminin bermuamalah dengan mereka dan mempergauli mereka sebagaimana kepada kaum mukminin yang lain.
Orang munafiq yang melahirkan nifaqnya kepada kaum mukminin, dengan lisan mapun perbuatannya, jenis inilah –Insya Allah- yang akan kita bahas.
Ditinjau dari kadar nifaqnya, sebagaimana orang-orang beriman ditinjau dari kadar iamnnya dibagi menjadi duakelas, yaitu kelas muqorrobun (Orang-Orang yang Didekatakan  Kepada Allah), dan kelas Abror (orang-orang yang berbuat baik), dan orang-orang kafirpun demikian, tingkatan kekufurannya ada dua kelompok, kelompok yang menyeru kepada kekafiran dan kelompok yang taqlid ikut-ikutan. Adapun munafiq, golonganpertama adalah munafiq tulen, sedang golongan kedua adalah munafiq yang terdapat pada dirinya cabang dari nifaq. Munafiq yang tulen dimisalkan Allah ta’ala bagaikan orng yang mendapatkan cahaya iman dan mengetahui kebenara, akan tetapi mereka tinggalkan dan tidak mau mengikutinya, bahkan mengkufuri iman dan kebenaran itu, maka menjadi kafirlah mereka (Surat Al Baqoroh (2): 17-18). Sedang golongan yang kedua dimisalkan seperti air hujan (Surat Al Baqoroh (2): 19-20) yang kesimpulannya iman mereka bercampur dengan nifaq.
Dalam hadits shahih yang n diriwayatkan Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, dari Abdullah bin Amru radhiyalloohu anhum dari Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam, bersabda : KHOT
Artinya :  “Tiga perkara barangsiapa yang n terdapat pada dirinya tiga perkara itu, dia adalah seorang munafiq tulen, dan barangsiapa terdapat padanya salah satu darinya berarti terdapat salah satu perkara dari nifaq pada dirinya seingga dia meninggalkannya, yaitu : Barangsiapa apabila berbicara berdusta, bila berjanji memungkiri (tidak menepati), dan apabila diamanati berkhianat”
Ahlul Ilmi menjadikan hadits ini sebagai dalil, bahwasanya manusia boleh jadi pada dirinya terdapat cabagndari Iman dan cabang dari Nifaq, baik secara amal sebagaimana yang n ditunjukkan hadits terseut maupun secara integral, sebagaimana yang diterangkan ayat-ayat diatas, demikianlah menurut sekelompok salaf dan sebagian ulama’
Dalam hadits lain yang n sanadnya jayyid lagi hasan –yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Said al Khudry radhiyalloohu anhum berkata Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda
KHOT
Artinya :  Hati itu ada empat, hati yang murni (bebas), didalamnya ada seperti pelita yang n bercahaya, hati yang terbungkus dan terikat atas bungkusnya, hati yang terbalik dan hati yang berlapis, adapun hati yang murni adalah hati orang mukmin,maka pelita yang terdapat didalamnya adalah cahayanya, dan adapun hati yang terbungkus adalah hati orang kafir, dan adapun hati yang terbalik adalah hati orang munafiq yang tulen, ia mengetahui lalu mengingkari, dan adapun hati yang berlapis adalah hati yang di dalamnya ada iman dan nifaq. Perumpamaannya iman didalamnya bagaikan tanaman (sayuran), yang diairi dengan air yang n baik, dan perumpamaan nifaq padanya bagaikan sebuah kuku yang n bernanah dan berdarah, maka yang mana dua hal itu yang menang terhadap yang lain, menanglah ia terhadapun ya ” (Hadits Hasan Riwayat Imam Ahmad).
Seterusnya bagaimana sikap orang-orang  mukmin khususunya At-Tha'ifah Al Manshurah dalam menghadapi orang-orang munafiq yang n melahirkan nifaqnya dengan memusuhi kaum muslimin dan berwala’ kepada orang-orang kafir terhadap kaum mukminin?
Berkata Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyalloohu anhum,  Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam di utus dengan empat pedang, : Satu pedang untu kaum musyrikin (QS. (9) : 5), satu pedang untuk kaum ahli kitab (QS. (9) : 29), satu pedang untuk kaum munafiqin (QS. (9) : 73/ (66) : 9), dan satu pedang lagi untuk kaum bughot ((QS. (49) : 9). “Tafsir Ibnu Katsir II/350, 385”
Berkata Ibnu Mas’ud rahimahullahu dalam menafsirkan “jahidil kuffari wal munafiqin (khot kalimat ini)
Artinya : “Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafiq” (QS. (9) : 73). Ia berkata dengan tangannya, jika tidak mampu, amka dengan bermuka masam dihadapannya.
Berkata Ibnu Abbas radhiyalloohu anhum : Allah Ta’ala memerintahkan memerangi orang-orang kafir dengan pedang dan orng-orang munafiq dengan lisan, dan tidak berlunak-lunak terhadap mereka.
Berkata Adh-Dhahhak, perangilah, orang-orang kafir dengan pedang dan bersikap keraslah terhadap orang-orang munafiq dengan perkataan dan itulah mujahadah terhadap mereka.
Dan berkata Al Hasan, al-Qotadah dan Mujahid : “Mujahadah terhadap munafiqin atau bentuk jihad terhadap mereka adalah, menegakkan hukum had atas mereka.”
Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu,: “Bisa dikatakan semua pendapat-pendapat tersebut tidak salah masing-masing dilaksankan sesuai dengan situasi yang ada”  -wallahu a’lam- (Tafsir Ibnu Katsir II/350, 385”).
Kenapa Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam tidak memerangi orang-orang munafiq dan tidak membunuh mereka, bahkan beliau menyaksikan jenazah Abdullah bin Ubay kepada para munafiq  laknatullahi alaihi, menshalatinya dan ikut mengebumikannya sebagaimana jenazah kaum mukminin yang lain, padahal beliau mengetahui, bahwasanya Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya, adalah munafiqin bahkan nifaq mereka dilahirkan dengan memusuhi Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam dan kaum mukminin dan berwali kepada orang-orang kafir, Yahudi maupun Musyrikin dalam memerangi orang-orang yang beriman?
Adapun rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam menshalati jenazah Abdullah bin Ubay, ikut menguburkannya, bahkan meludahinya dengan ludah kecil di ujung pocong kepala hingga kakinya, dan memakaikan jenazahnya dengan baju beliau, belum juga mendo’akan untuknya, hal-hal ini beliau lakukan sebelum turunnya firman Allah (Q.S. At-Taubah (9): 84). Sesudah turunnya ayat ini, Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam tidak lagi menshalati jenazah seorang munafiq dan tidak juga berdiri diatas kuburannya (Bisa dilihat dalam Hadits Hasan Riwayat Tirmidzi).
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Qotadah dari bapaknya berkata, adalah Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, apabila dipanggil untuk ta’ziyah beliau bertanya tentang jenazahnya, maka jika dipuji dengan baik, beliau berdiri lalu menshalatinya, dan jika tidak demikian beliau berkata kepada orang yang mengundangnya dan mengatakan “urusan kamu dengannya (sya’nakum biha (khot)), dan tidak menshalatinya
Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyalloohu anhum tidak menshalati jenazah yang yang tidak diketahui keadaannya, sehingga Hudzaifah Ibnul Yaman menshalatinya, karena Hudzaifah radhiyalloohu anhum mengetahui secara pasti orang-orang yang terhitung sebagai munafiqin, sebab Rasulullah telah memberitahu kepadanya tentang mereka, sehingga ia dipanggil sebagai Shahibus Sirri penyimpan rahasia yang tidak diketahui oleh para shahabat yang lain. (Ibid 2/392-394)
Adapun alasan Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, tidak memerangi dan membunuh mereka antara lain sebagai berikut :
Al Qurthubi dan selainnya, dari para mufassirin, ditanya mengenai hikmah Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, menahan tidak membunuh orang-orang munafiq, padahal beliau mengenali secara pasti sebagian merka, maka para mufassirin menyebutkan beberapa jawaban diantaranya sebagaimana yang termaktub dalam hadits shohih yang n diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, bahwasanya Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada Umar radhiyalloohu anhum,
KHOT
Artinya : “Aku tidak menyukai jika orang Arab bercakap-cakap, bahwasanya Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam, membunuh shahabat-shahabatnya”.
Dan sebagian dari mereka ada yang  mengatakan bahwasanya Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, tidak membunuh mereka Karena beliau khawatir dari kejahatan mereka, sedangkan beliau berada diantara mereka membacakan ayat-ayat Allah yang  memberi penerangan. Maka adapun  sesudah beliau maka orang-orang munafiq dibunuh apabila mereka melahirkan nifaqnya dan kaum muslimin mengetahuinya (Tafsir Ibnu Katsir I/51-52).
Dari keterangan diatas bisa kita simpulkan –wallahu a’lam- bahwa orang-orang munafiq yang kemunafikannya tidak berbahaya terhadap Islam dan kaum muslimin dengan kata lain tidak memusuhi kaum musimin tidak berwala’ kepada musuh-musuh Islam, maka cara jihadnya cukup dengan lisan dan hujjah.
Tetapi bagi orang munafiq yang berbahaya terhadap Islam dan kaum muslimin, apalagi yang berwala’ dan memihak orang-orang kafir untuk memerangi kaum mukminin, maka mereka diperangi dan dibunuh. Sikap Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam tidak membunuh, orang-orang munafiq pada masa beliau, tidak bisa dijadikan dalil tidak bolehnya membunuh orang munafiq. Sebab illat (alasan) hukumnya sudah tiada lagi (lihat kembali hadits riwayat Asy-Syaikhani diatas).
Al Bara’ bin Malik radhiyalloohu anhum salah seorang shahabi yang handal dan kegemarannya perang berkata : “Sesungguhnya aku telah membunuh seratus orang dari kaum musyrikin dan kaum munafiqin”. Beliau syahid sewaktu menyerang Persia dimana KeKhilafahan Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab radhiyalloohu anhum, (Lihat Masyariqul Asywaq karangan Ibnu Nuhhas tahqiq oleh Dr. Sholah Ash-Showy 183-184).
Adapun berkenaan dengan orang zindiq Ibnu Katsir radhiyalloohu anhum berkata, “Para Ulama berselisih pendapat tentang membunuh orang zindiq, apabila melahirkan kekufurannya apakah diberi tempo untuk bertaubat atau tidak atau dibedakan yang menyeru dan yang tidak…dan seterusnya” (Ibid hal 52). -Wallahu A’lam-
Demikianlah penjelasan sekedarnya berkenaan dengan musuh-musuh At-Tha'ifah Al Manshurah. Dalaman kajian berikutnya Insya Allah akan dijelaskan musuh-musuh luaran. Wallahul Musta’an. Wallahul Muwaffiq ila Aqwami At-Thoriq.



[1] Jika mampu menurunkannya tanpa terjadi fitnah dan kedzhaliman wajib dilakukan, jika tidak wajib sabar, orang fasiq tidak boleh dicalonkan dan dipilih menjadi Imam (Al-Fath, 13/11). Berkata Al-Juwaini rahimahullahu, “Apabila seorang pmimpin dzhaim dan kedzhaliman serta aniayanya jelas dan tidak memperdulikan peringatan untuk meninggalkan perbuatan buruknya maka Ahlul halli wal Aqdi harus bersatu padu untuk menolaknya dengan keras meskipun dengan angkat senjata dna mengadakan peperangan” Ushulul I’tiqod (Lihat Risalah Ushulul Kalam Fi Mas’alatil Khuruj ‘alal Hukkam-Asy-Syaikh Abdul Mun’im Musthofa Halimah).
[2] baca “Syubuhat dan kesesatan-kesesatan Al-Qordhowy kutipan penulis ASy-Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’I rahimahullahu, mengatakan Al-Qordhowy orang yang menggadaikan separuh agamanya dan dikhawatirkan akan menggadaikan seluruh agamanya” rujuk Muqbi Hayatuha wa Da’watuha…oleh …Al Amiri (periksa kembali terlupa nama lengkapnya).
[3] Lihat fathul Bari 13/36.
[4] Shifatul Ghuraba hal 223
[5]  Baca Wasiat dan Pesan-Pesan Untuk Kaum Muslimin oleh: Penulis, dalam bab Maslahah Menurut Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah
[6] Lihat Ath-Thoifah Al Manshurah II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar